by Danu Wijaya danuw | Apr 12, 2018 | Artikel, Dakwah, Qur'anic Corner
“DIHALALKAN bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan,” (QS. Al-Maidah: 96).
Fakta membuktikan bahwa usia rata-rata orang yang meninggal akibat penyakit jantung terus mengalami penurunan, sebab meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap kesehatan koroner.
Meskipun banyak kemajuan besar dibidang pengobatan penyakit jantung, para ahli di lapangan pada dasarnya merekomendasikan bahwa untuk melakukan tindakan pencegahan haruslah berhati-hati sebab akan menjadi fatal karena pencegahan yang salah. Para ahli juga merekomendasikan satu makanan penting untuk kesehatan fungsi jantung dan pencegahan berbagai penyakit, yakni ikan.
Alasan mengapa ikan, karena ikan merupakan sumber penting untuk menyediakan zat yang diperlukan bagi tubuh manusia dan juga mengurangi resiko berbagai penyakit.
Sebagai contoh, telah terungkap bahwa ketika ikan bertindak sebagai perisai dalam hal kesehatan, dimana mengandung asam Omega-3 yang dapat dikonsumsi secara teratur mengurangi risiko penyakit jantung dan memperkuat sistem kekebalan tubuh.
Fakta bahwa ikan dapat bermanfaat bagi kesehatan, telah dibuktikan secara ilmiah sebagai sumber gizi yang penting, namun jauh sebelumnya telah terungkap dalam Al Qur’an. Allah SWT membuat referensi untuk makanan laut yang secara terperinci dijelaskan dalam Al Qur’an.
“Dan Dia-lah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur. (QS. An-Nahl: 14)
Selain itu, secara khusus juga diterangkan dalam Surat al-Kahfi, di mana mengungkapkan bahwa Nabi Musa (as) ketika dalam perjalanan panjangnya mengambil ikan bersama untuk mereka makan.
Perlu dicatat bahwa dalam Surat al-Kahfi ikan harus dipilih sebagai makanan khusus, setelah perjalanan yang panjang dan melelahkan. Oleh karena itu, salah satu bagian kebijaksanaan dalam kisah ini mungkin menjadi indikasi manfaat gizi ikan.
Ketika meneliti sifat gizi ikan, kita menemukan beberapa fakta yang sangat mencolok. Ikan diberikan kepada kita sebagai berkah oleh Allah dan merupakan makanan yang sempurna, terutama dalam hal protein, vitamin D dan elemen (unsur-unsur tertentu yang ditemukan dalam jumlah sedikit dalam tubuh, tetapi masih sangat penting untuk itu).
Daging ikan dapat membantu dalam :
- pembentukan gigi dan gusi yang sehat,
- manfaat warna kulit,
- membuat rambut sehat dan
- memberikan kontribusi untuk memerangi infeksi bakteri.
Lalu ikan memainkan peran penting dalam pencegahan serangan jantung karena mengatur tingkat kolesterol dalam darah.
Di sisi lain, juga mempengaruhi fungsi aktivitas mental.
Sungguh luar biasa jika kita melihat ciptaan Allah tentang satu makhluk saja, yakni ikan. Sudah sepatutnya hal ini menjadi bahan renungan, bahwa Allah menyediakan sumber melimpah pada hambaNya.
by Danu Wijaya danuw | Apr 12, 2018 | Adab dan Akhlak, Artikel, Dakwah
Oleh: Rizki Lesus, Peneliti pada Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
Dulu sekali, bambu itu berkisah yang kisahnya termakan oleh zaman, berkisah tentang masa kini, tempat kita berpijak.
“..Bambu ini..” kata KH Wahid Hasyim memecah keheningan. Putera pendiri NU KH Hasyim Asy’ari itu mulai berkisah sambil menghela nafas.
Kala itu ia berada di dalam mobil menuju kota Parakan di tengah Pulau Jawa, tempat di mana lautan manusia berduyun-duyun berdatangan memanggul sebilah bambu runcing ujungnya sepanjang dua meter dari Parakan sepenggal Juni ‘46.
”..Iya! Tidak saja berpengaruh dalam perjuangan politik, tetapi dalam kehidupan bangsa dan kebudayan di masa yang akan datang,” lanjut pria yang akrab dipanggil Gus Wahid sambil melirik pria muda berusia 27 tahun,
Diriku yang sedang serius menyimak setelah menanyakan apa arti sebilah bambu runcing Parakan bagi umat Islam dalam perjuangan politik.
Mobil bertuliskan ‘Hizbullah fi Sabilillah’ itu berhenti sejenak. Di hadapan, ribuan orang lalu lalang. Truk-truk itu penuh dengan manusia membopong bilahan bambu runcing ke dan dari Parakan.
“Allahu Akbar..!” takbir itu menggema pada terik yang menggantung di siang hari dan dalam malam sunyi pekat tanpa listrik, karena Sekutu mulai merangsek dan tiba di pelabuhan-pelabuhan penting dan menyerang kota-kota di Indonesia yang baru seumur Jagung. Para pemimpin Negara harus memindahkan Ibu Kota hingga ke Yogyakarta.
Bambu di Parakan memang memegang peranan penting, lantaran tinggal para Kyai terutama KH Subeki yang sudah berusia kepala 9 atau yang sering dipanggil Mbah Subeki yang didatangi para pemimpin dan masyarakat untuk mendoakan mereka berjuang.
“Di mana-mana orang membicarakan bambu runcing. Pak Dirman (Panglima Besar TKR) sendiri tertari akan momentum Parakan. Dan pengaruhnya bagi para prajurit dan para pejuang di medan pertempuran sangat positif,” kata Gus Wahid yang kala itu menjadi Pimpinan Bidang Pertahanan DPP Masyumi.
Sambil melaju pelan, membalas salam para pejuang, Gus Wahid melanjutkan, “Perjuangan bersenjata melawan Belanda akan segera berakhir hanya memerlukan beberapa tahun saja, dan kita akan menang, insya Allah.”
“Tetapi perjuangan yang lebih lama dari itu adalah perjuangan politik, ekonomi, kebudayaan, dan pembangunan akhlak. Perjuangan itu akan berlangsung lama, memerlukan kebijaksanaan dan kesabaran.” Nasihatnya.
Aku berpikir sejenak, apakah benar kita akan mengalahkan Belanda, dan di masa depan perjuangan politik, kebudayaan, akhlak akan lebih berat?
“Kurang berat apa perjuangan ini..” aku menghela nafas.
“Siang maupun malam mereka membajiri Parakan..” gumanku.
Aku sendiri melihat, bahwa kereta sudah tak mampu lagi menampung mereka membawa sebilah bambu.
“Mereka menjadi puas setelah pulang dari Parakan. Hatinya dalam semangat tinggi melawan musuh yang hendak merobek Republik Indonesia..” pikirnya.
bersambung
by Danu Wijaya danuw | Apr 12, 2018 | Artikel, Dakwah
PADA akhir tahun 1948, Ulama Mesir, Sayyid Quthb, pergi menuju Amerika dengan menggunakan kapal api. Ini adalah perjalanan pertamanya menuju Amerika dengan melintasi samudera.
Di atas badan kapal, banyak peristiwa yang membekas dalam hatinya. Salah satu kisahnya saat seorang misionaris Kristen berupaya memurtadkan penumpang kapal beragama Islam.
Kejadian itu berlangsung tepat ketika waktu sedang bergulir menuju Shalat Jum’at.
Sontak saja, kejadian tersebut langsung membangkitkan rasa dan semangat keimanan Sayyid Quthb untuk menjaga akidah saudara semuslimnya.
Tidak butuh menunggu waktu lama, ia segera menghubungi kapten kapal untuk meminta izin mendirikan Sholat Jum’at.
Semua orang Islam, berikut awak kapal pun kemudian mendatangi panggilan Shalat Jum’at yang diinisiasikan Sayyid Quthb.
Ia kemudian bertindak sebagai khotib. Ternyata, itu adalah shalat Jum’at pertama yang didirikan sepanjang kapal berlayar.
Mengenai hal ini, Sayyid Quthb sempat menulisnya dalam Tafsir Fii Dzihilalil Qur’an saat membahas Surat Yunus.
“Nahkoda kapal (seorang Inggris) memberikan kemudahan kepada kami untuk menunaikan shalat. Ia memberikan kelonggaran kepada para awak kapal, para juru masak, dan para pelayannya, yang kesemuanya beragama Islam untuk menunaikan shalat Jum’at bersama kami asalkan tidak ada tugas saat waktu itu. Mereka sangat bergembira, karena ini merupakan kali pertama dilaksanakannya shalat Jum’at di kapal tersebut.”
Sayyid bersama para jemaah kemudian menjadi tontonan penumpang asing. Gerakan Sholat kaum muslimin terasa asing dari penglihatan mereka.
Namun demikian, tidak sedikit dari justru memendam rasa penasaran. Cara ibadah kaum muslim dinilai aneh dalam pandangan mereka.
Usai shalat Jum’at, sejumlah penumpang asing itu langsung mendatangi Sayyid Quthb. Mereka mengucapkan selamat dan sukses atas ibadah yang didirikan. Sayyid Quthb lantas menulis kenangan itu dalam Kitab Fi Dzhilalil Qur’annya,
“Saya bertindak sebagai Khatib dan imam shalat Jum’at itu. Para penumpang yang sebagian besarnya orang asing itu duduk-duduk berkelompok-kelompok menyaksikan kami shalat. Setelah menunaikan shalat banyak dari mereka, yang datang kepada kami untuk mengucapkan selamat atas kesuksesan kami melaksanakan tugas suci. Dan ini merupakan puncak pengetahuan mereka tentang shalat kami.”
Salah satu orang yang mendatanginya adalah wanita Nashrani berkebangsaan Yugoslavia yang melarikan diri dari tekanan dan ancaman komunis Teito.
Wanita itu mengaku takjub atas kesyahduan dan ketertiban Shalat Jum’at yang didirikan kaum muslimin.
Air matanya pun tak kuasa jatuh mengetahui betapa nilai-nilai rabbani yang dilantunkan Sayyid Quthb. Suaranya merdu, lantunannya mampu menyentuh qalbu.
Dengan diliputi rasa heran, ia pun bertanya-tanya alunan “musik” apa yang baru saja didengarkannya. Tidak pernah rasanya ia mendengar untaian yang begitu Syahdu.
Menurutnya, iramanya lembut dan bahasanya menentramkan hati. Bacaan seperti ini sangatlah asing dalam agamanya.
Dan, betapa kagetnya sang wanita ketika mengetahui bahwa bahasa yang dilantunkan Sayyid Quthb adalah ayat-ayat Al Qur’an.
by Danu Wijaya danuw | Apr 12, 2018 | Artikel, Dakwah
Kalimat yang singkat, namun mempunyai keutamaan yang sangat besar ini bisa mengundang puluhan malaikat seketika.
Bahkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyaksikan 30 malaikat datang dan berbebut mencatat untuk orang yang membacanya.
Peristiwa itu terjadi ketika Rasulullah dan para sahabat sedang shalat berjamaah.
Ketika i’tidal, Rasulullah sebagai imam membaca,
سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya
Umumnya, sahabat akan melanjutkan doa Rasulullah tersebut dengan ucapan,
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
Ya Tuhan kami, segala puji hanyalah bagi-Mu
Namun, ada salah seorang sahabat yang membaca doa,
رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ ، حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيهِ
Ya Tuhan kami, segala puji hanyalah bagi-Mu. Aku memuji-Mu dengan pujian yang banyak, yang baik dan penuh berkah.
Ketika shalat telah selesai, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Siapa yang membaca doa tadi?”
Seorang sahabat menjawab, “Saya, ya Rasulullah”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam lantas bersabda,
رَأَيْتُ بِضْعَةً وَثَلاَثِينَ مَلَكًا يَبْتَدِرُونَهَا ، أَيُّهُمْ يَكْتُبُهَا أَوَّلُ
“Aku melihat lebih dari 30 malaikat saling berebut siapa di antara mereka yang mencatatnya terlebih dahulu” (H.R. Bukhari)
Hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari dengan shahih ini menjelaskan keutamaan doa tersebut.
Maka doa itu pun menjadi salah satu alternatif doa i’tidal yang bisa dibaca makmum setelah imam mengucapkan “Sami’allahu liman hamidah.”
Mengapa Rasulullah bisa tahu ada puluhan malaikat yang berebut mencatat, sedangkan beliau sedang menjadi imam?
Ternyata itu salah satu mukjizat Rasulullah yang diberikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Dalam hadits yang lain kita mendapatkan penjelasan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bisa melihat orang yang berada di belakangnya, dengan izin Allah.
عَنْ أَنَسٍ عَنِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – قَالَ أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّى أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِى . وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ
“Dari Anas, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda, ”Luruskanlah shaf kalian, aku melihat kalian dari belakang punggungku.”
Lantas salah seorang di antara kami melekatkan pundaknya pada pundak temannya, lalu kakinya pada kaki temannya.” (HR. Bukhari).
Wallahu a’lam bish shawab.
Sumber: bersamadakwah
by Danu Wijaya danuw | Apr 7, 2018 | Artikel, Dakwah
Bagi orang Syiah, terbunuhnya salah satu khulafaur rasyidin, Umar bin Khattab r.a adalah sebuah peristiwa kemenangan. Hal ini sebab dari pemahaman kaum syiah yang membenci sahabat Nabi saw. Terbukti dari kemewahan makam sang pembunuh Amirul Mukminin, Abu Lu’lu’ah al-Majusi di kota Kashan, Isfahan, Iran.
Namun keabsahan kompleks makam itu sendiri masih diragukan, karena menurut riwayat shahih, Abu Lu’lu’ah al-Majusi tewas bunuh diri setelah dia menikam Umar. Hanya Allah yang Maha Mengetahui apakah mayat Abu Lu’lu’ah dibawa oleh seseorang dari Madinah ke Kashan, Isfahan.
Makam yang diklaim sebagai makam Abu Lu’lu’ah itu, disebut-sebut oleh kaum Syiah sebagai tempat yang harus dikunjungi. Makam ini dianggap sebagai peringatan kemenangan mereka atas terbunuhnya Amirul Mukminin Umar bin Khattab r.a.
Sebagaimana dikutip djiebril13.blogspot.co.id dari blog Historical Iran, Abu Lu’lu’ah al Majusi, atau yang oleh orang Syiah dijuluki sebagai Pirooz Nahavandi, dianggap sebagai “pahlawan nasional”. Nama “Pirooz” sendiri diambil dari bahasa Persi “Fairuz” yang artinya “penuh kemenangan”.
Kompleks makam Abu Lu’lu’ah al Majusi terletak di sebuah jalan antara Kashan dan Fin, dibangun pada abad ke-11 M. Kompleks makam ini dibangun dengan gaya arsitektur Persia-Kwarezmi.
Makam ini dilengkapi dengan halaman luas untuk bersantai para peziarah, serta kubah berbentuk kerucut yang megah dan berornamen. Tak hanya itu, kubah ini berhiaskan dengan ornamen keramik berwarna biru turquoise. Langit-langit bagian dalam kubah pun dilukis.
Pada abad ke-14 M, kompleks makam ini dipugar kembali dan sebuah nisan diletakkan di atas kuburannya.
Namun bagi umat Islam, terbunuhnya seorang sahabat Rasulullah shallallahu’alahi wassalam merupakan musibah yang sangat besar. Terlebih apabila yang wafat adalah orang yang telah dijamin surga, serta dipuji oleh Rasulullah shallallahu’alahi wassalam.
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan melaknatinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.
Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mukmin dan mukminat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata,” (QS. Al-Ahzab [33]: 57-58).
Dalil Larangan Membenci Sahabat Nabi saw
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Jangan kalian mencela sahabatku, seandainya salah seorang di antara kalian menginfaqkan emas sebesar Gunung Uhud, maka tidaklah menyamai satu mud mereka atau setengahnya.” (HR. Bukhari: 3470 dan Muslim: 2540).
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga bersabda:
من سب أصحابي ، فعليه لعنة الله و الملائكة و الناس أجمعين
yang artinya: “Siapa yang mencela sahabatku, atasnya laknat Allah, para malaikat dan manusia seluruhnya.”
(HR. Thabarani dalam Mu’jamul Kabir 12/142, dihasankan oleh al-Albani dalam Silsilah Ahadits ash-Shahihah: 2340). Wallahu A’lam.
Sumber : inspiradata
by Danu Wijaya danuw | Apr 7, 2018 | Artikel, Dakwah
Sayyidina Ali bin Abi Thalib ra berkata: ada tiga tingkatan kualitas Ibadah seseorang,
1. Ibadah at-Tujjar : Orang yang beribadah kepada Allah karena ingin sesuatu, itu adalah cara ibadahnya pedagang.
Jika kita berpikir akan dapat pahala apa atau dapat untung berapa ketika hendak bersedekah, itu artinya kita beribadah dengan cara pedagang.
2. Ibadah al-‘Abid : Orang yang beribadah kepada Allah karena takut, itu cara ibadahnya budak atau hamba sahaya.
Jika kita baru terpanggil untuk beribadah karena takut masuk neraka, itu berarti kita termasuk kelompok kedua, beribadah cara budak.
3. Ibadah al-Arifin : Orang yang beribadah kepada Allah karena rasa syukur, itulah cara ibadahnya orang-orang yang merdeka.
Yang ketiga ini, adalah cara beribadahnya orang-orang yang berjiwa merdeka, tulus karena Allah. Orang seperti ini melaksanakan shalat bukan lantaran takut neraka, tetapi semata-mata karena sadar Allah satu-satunya yang patut disembah.
Ibaratnya, ada atau tidak ada polisi, orang seperti ini akan tetap menggunakan helm demi menghindari bahaya.
Orang-orang seperti ini akan lebih konsisten dalam beribadah karena merasa sudah teramat banyak nikmat Allah yang mereka terima dan patut mereka syukuri.
Sebesar apa pun derita yang dialami, mereka lebih memandang kenikmatan yang ada di balik itu. Sesuatu yang patut mereka syukuri sehingga terdorong untuk terus beribadah.
Orang yang beribadah dengan cara pedagang dan budak, biasanya bersikap itung-itungan. Dia cenderung hanya mengerjakan ibadah wajib. Sudah merasa cukup kalau sudah melaksanakan shalat lima waktu. Sudah merasa cukup kalau sudah puasa Ramadhan.
Tetapi, orang yang beribadah dengan jiwa bebas akan selalu terdorong untuk beribadah sebanyak-banyaknya. Sebab, orang seperti ini yakin sekali, nikmat Allah yang harus disyukuri pun begitu amat banyak, bahkan tak terhitung.
Dari sinilah kita bisa memahami, mengapa Rasulullah selalu bangun malam, shalat tahajud, dan witir sampai kaki beliau bengkak.
Ketika ditanya Aisyah mengapa masih saja berpayah-payah bangun malam, padahal Allah SWT sudah mengampuni dosanya,
Beliau saw menjawab, “Tidak bolehkah aku menjadi hamba yang banyak bersyukur?”
Rasa ingin bersyukur itulah yang mendorong beliau melakukan banyak sekali ibadah. Dengan kata lain, ibadah yang beliau lakukan itu merupakan wujud dari kesyukuran kepada Allah atas berbagai karunia-Nya.
Dari sini pula kita bisa memahami ungkapan Sayyidina Ali yang lain ketika beliau bermunajat kepada Allah. “Ya Allah! Aku menyembah-Mu bukan karena takut siksa-Mu, juga bukan karena aku ingin pahala-Mu, tetapi aku menyembah-Mu semata-mata karena Engkau memang layak dan patut untuk disembah.”
Beribadah karena mengharap balasan (at-Tujjar) dan karena takut siksa (al Abid) tidaklah dilarang, hanya kualitasnya yang perlu di tingkatkan sehingga sampai pada tingkatan al-Arifin.