SEMARANG – Ranu Muda Adi Nugroho, wartawan Panjimas.com, yang sempat mendekam di balik terali besi selama berbulan-bulan akhirnya menghirup udara bebas. Ranu dan para tokoh pimpinan Laskar Umat Islam Surakarta (LUIS) yang ditangkap pada akhir Desember 2016 lalu divonis bebas.
Ranu yang saat itu tengah bertugas meliput, ikut terseret kasus aksi nahi munkar kemaksiatan di cafe Social Kitchen yang menjajakan miras dan tarian erotis. Namun justru dipenjarakan.
Hari ini di persidangan terakhirnya di Pengadilan Negeri Semarang, Jalan Siliwangi 512, Semarang, Jawa Tengah, pada Rabu (31/5/2017), Ranu dan tokoh LUIS akhirnya divonis bebas.
“Menimbang pasal yang didakwakan oleh Jaksa penuntut umum, 1, 2 , 3, 4 dan 5 dan adanya bukti-bukti maka terdakwa dinyatakan tidak terbukti. Untuk itu Pengadilan Negeri Semarang menjatuhkan kepada para terdakwa, Edi Lukito, Salman Al Farizi, Yusuf Suparno, Endro Sudarsono, Joko Sutarto, Ranu Muda Adi Nugroho, Laksito dan Mulyadi tidak terbukti secara sah dengan dakwaan jaksa,” kata Pudji Widodo, Ketua Majelis Hakim PN Semarang.
“Membebaskan para terdakwa dan biaya perkara ditanggung oleh Negara,” imbuhnya seperti dikutip dari Panjimas
Menanggapi vonis bebas, Ranu Muda Adi Nugroho bersyukur kepada Allah Ta’ala. Setelah berbulan-bulan mendekam di penjara, akhirnya terbukti bahwa dirinya tidak bersalah. Ia berharap, jangan ada lagi jurnalis yang dikriminalisasi seperti dirinya.
“Pada kesempatan ini saya ingin sampaikan bahwa semoga saya jurnalis yang terakhir dikriminalisasi. Terakhir dan tidak ada lagi jurnalis yang diperlakukan seperti saya,” kata Ranu kepada wartawan usai sidang.
Ada banyak pihak yang selama ini mendukung Ranu dan kuasa hukumnya untuk memperjuangkan hak-haknya mencari keadilan sebagai warga negara. Oleh sebab itu ia tak lupa menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah mendukungnya.
“Terima kasih umat Islam semuanya yang terus menerus mendoakan saya,” pungkasnya.
Selama dipenjara, Ranu mengubah sel menjadi tempat berdakwah.
Rhanu menggelar majelis ta’lim yang diikuti narapidana di Kedung Pane.
Meski ia bukan Ustadz Kondang dan majelis ta’limnya itu hanya sederhana, setidaknya ia bisa mengisi waktu selama di dalam penjara, dengan terus beramal shalih. Ranu menyebutkan, salah satu santrinya itu adalah seorang muallaf.
“Ada tiga napi yang saat ini belajar Al Quran. Jika tak ada jadwal sidang, mereka belajar di kamar saya,” ujarnya
Anggota JITU (Jurnalis Islam Bersatu) ini memang sudah dikenal masyarakat khususnya tetangga sekitar rumah Ranu di Solo, sebagai aktivis masjid.
“Salah satu dari napi tersebut adalah seorang mualaf. Ia tertarik dengan Islam dan setiap hari kita belajar bersama. Mulai belajar shalat beserta bacaannya dan juga belajar Iqra,” ucapnya.
Sumber : Panjimas