Oleh : Ustad Arwani Amin, Lc
Menata hati adalah bisa berbuat baik kepada orang lain. Ada hadist untuk mendapatkan manisnya iman :
عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ ثَلَاثٌ مَنْ كُنَّ فِيهِ وَجَدَ حَلَاوَةَ الْإِيمَانِ أَنْ يَكُونَ اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَبَّ إِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ الْمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلَّا لِلَّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُودَ فِي الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَفَ فِي النَّارِ
Dari Anas bin Malik dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Tiga perkara yang apabila ada pada diri seseorang, ia akan mendapatkan manisnya iman:
- Dijadikannya Allah dan Rasul-Nya lebih dicintainya dari selain keduanya.
- Jika ia mencintai seseorang, dia tidak mencintainya kecuali karena Allah.
- Dan dia benci kembali kepada kekufuran seperti dia benci bila dilempar ke neraka”. (HR. Bukhari:15)
Mencintai orang lain karena Allah swt. Maka menjaga mahabbah diantara orang-orang beriman.
Berlapang dada. Sikap demikian adalah nikmat, tidak gampang memiliki sikap tersebut, karena seperti kali yang diceburin gampang butek/keruh. Bagusnya kali yang dijeburi banyak orang tapi tidak butek, tidak mudah terangkat endapan tanahnya.
Mengutamakan orang lain
Seseorang sedang naik bis kota, ada yang lebih tua dipersilahkan duduk. Itu adalah contoh kecilnya.
Dalam suatu riwayat ada seorang ibu kerumah Rasul bersama puterinya. Saat itu hanya ada Aisyah ra. Ada 3 kurma, 1 buah diberikan putrinya yang 1, dan yang 1 lagi untuk putrinya yang lain. Terakhir yang 1 untuk ibunya sendiri. Namun pada saat ingin dimakan, anaknya minta, akhirnya dibelah jadi dua untuk kedua anaknya.
Ketika rasul datang, diceritakanlah kisah tersebut oleh Aisyah. Rasul mengatakan : “Sesungguhnya Allah menetapkan kecintaan kepadanya. Allah tetapkan surga karena sifat kasih sayangnya.”
Kisah lain, diriwayatkan Rasul memberikan penghargaan kepada sahabat nabi kaum Ashariyin. Karena jika diperjalanan bekal habis, maka akan dikumpulin satu tempat, dan dibagi rata ulang. Sehingga semua mendapat bagian yang sama. Inilah iman kepada saudaranya.
Berbeda sekali jika bertemu dengan orang yang rakus, bakhil, pelit, serakah. Maka tidak akan berbagi. Kisah muhajirin dan Anshar termasuk salah satu kebaikan kepada saudaranya.
Tombol kebahagiaan adalah dengan mngutamakan dan mmbantu org lain.
Suatu ketika turun firman Allah swt,
لَنْ تَنَالُوا الْبِرَّ حَتَّى تُنْفِقُوا مِمَّا تُحِبُّونَ
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Ali Imran: 92),
Abu Thalhah kemudian menemui Rasul dan mengatakan bahwa harta yang dicintainya adalah kebun kurma miliknya yang indah, yang ada airnya dan persis didepan masjid nabawi. Maka Abu Thalhah menyedekahkan kebun kurma yang paling dicintai tersebut di jalan Allah. Hal ini beliau lakukan dalam rangka untuk meraih kebaikan yang sempurna dan pahala dari Allah.
Coba lihat siapa yang berbahagia. Abu Thalhah bahagia melalui perbuatan baik tersebut. Rasulullah menempa sahabat agar memiliki sikap ini.
Suatu ketika ada Abu Hurairah yang menjadi santri karena berasal jauh dari Yaman. Abu Hurairah sering nempel dengan Rasulullah sehingga dapat meriwayatkan banyak hadist.
Suatu ketika Abu Hurairah dari pagi sampai siang belum makan. Karena dia kadang beragang, kadang nempel dengan Rasul, maka penghasilan untuk makan sering tidak ada.
Akhirnya dia keluar bertemu Abu Bakar, bertegur salam lalu melanjutkan urusan masing-masing. Begitu pula ketika bertemu Umar ra. Padahal Abu Hurairah sedang lapar namun menjaga kehormatan dengan tidak minta makan.
Sampai akhirnya bertemu Rasulullah, dan Rasulullah melihat Abu Hurairah sambil trsenyum. Terlihat Rasul lebih peka dibanding Abu Bakar dan Umar. Akhirnya diajak kerumah Rasulullah.
Kata beliau saw, Ada susu dalam mangkok agak besar. Dan meminta tolong Abu Hurairah memberikan kepada sahabat lain yag ada di serambi masjid untuk ikut meminum susu tersebut.
Diberikanlah satu, dua, tiga hingga tidak ada sahabat yang lain lagi. Sisa tinggal berdua, antara Abu Hurairah dan Rasulullah. Maka beliau saw mengatakan, “Minumlah”, dikatakan lagi “Minumlah” hingga berkali-kali. Sampai Abu Hurairah mengatakan cukup, krna tidak ada tempat lagi (sudah kenyang).
Hingga terakhir barulah Rasulullah minum. Itulah yang diajarkan Rasulullah kepada Abu Hurairah untuk mengutamakan orang lain walau dirinya sedang lapar.
Semoga Allah memudahkan kita untuk berbuat sikap tersebut. Amiin..
Diselenggarakan di Pusat Dakwah Yayasan Telaga Insan Beriman, Kebagusan, Jakarta Selatan
Hari Minggu, 5 November 2017, Ba’da Maghrib