Oleh: Ust Iman Santoso, Lc
 
Allah SWT berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”  (QS. Ali Imran 14).
Ayat diatas menjelaskan fitrah dasar manusia. Fitrah mencintai  wanita, harta dan anak-anak adalah  bagian dari upaya manusia untuk melangsungkan eksistensinya di muka bumi. Dengan fitrah itu terjadilah pernikahan dan upaya melahirkan generasi penerus dan kerja untuk mempertahankan hidup dirinya, anak-anak dan keluarganya. Fitrah ini baik selagi tidak keluar dari jalan Islam yang fitrah.
Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kecintaan terhadap dunia itu sudah menjadi tujuan dan orientasi hidupnya. Maka disinilah bahayanya, yaitu penyakit cinta dunia. Inilah yang disebut materialisme. Ketika upaya untuk mendapatkan dunia dilakukan dengan menghalalkan segala cara maka inilah yang disebut dengan hedonisme. Materialisme dan hedonisme nampaknya ibarat saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Dan keduanya ibarat virus ganas yang membahayakan setiap manusia, khususnya umat Islam.
Ironisnya penyakit inilah dominan yang menimpa umat Islam akhir zaman, umat yang mestinya menjadi kelompok terbaik dari umat manusia lainnya. Realitas ini telah disinyalir oleh Rasulullah saw semenjak lebih dari 14 abad yang lalu dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits wahn, ”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu? Rasul saw bersabda,”Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat, “Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud).
Demikianlah kondisi umat di akhir zaman, telah dirasuki penyakit hubud dunya yang sangat mendalam sehingga berdampak pada kotornya  hati, rusaknya tatanan pikiran dan moral mereka. Umat Islam yang sudah terfitnah oleh dunia akan mudah diperbudak oleh dunia. Padahal yang menguasai perbendaharaan dunia sekarang ini adalah bangsa-bangsa kafir. Sehingga jadilah mereka menjadi pengikut negara-negara dan bangsa-bangsa kapitalis, materialis dan sosialis, seperti AS, Eropa, China dan Israel. Maka jadilah apa yang seperti digambarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya.
Lebih ironis dan memprihatinkan lagi jika para da’i, kyai, ustadz dan tokoh-tokoh muslim yang dianggap menjadi panutan umat terkena juga fitnah dan penyakit cinta dunia. Maka tidak ada yang selamat kecuali orang-orang yang diselamatkan Allah. Dan kelompok yang benar yang diselamatkan Allah akan tetap ada dan eksis sampai akhir zaman. Merekalah orang-orang beriman yang tetap teguh mempertahankan keimanannya ditengah gelombang dahsyat fitnah dunia. Merekalah para da’i yang tetap berdakwah dengan tidak melacurkan dirinya pada kubangan syahwat. Merekalah para kyai dan ustadz yang tetap istiqomah dalam keislamannya.
Rasulullah saw bersabda, “ Akan senantiasa ada satu golongan dari umatku yang senantiasa eksis dengan kebenaran. Tidak membahayakan mereka orang yang menghinakannya sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap komitmen” (HR Muslim).
Agar kita tetap istiqomah di jalan Islam, maka harus terus menerus menguatkan keimanan kita, khususnya keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keimanan yang mengantarkan pada sifat yakin kepada Allah dan hari akhir. Bahwa dunia hanyalah sementara sedangkan akhirat itulah yang paling baik dan kekal bagi orang beriman.
*bersambung