Keimanan Vs Materialisme (2)

Oleh: Ust Iman Santoso, Lc
 
Rasulullah SAW bersabda, “Didatangkan orang yang paling senang di dunia sedang dia adalah ahli neraka di hari kiamat, dicelupkan ke dalam api neraka satu kali celupan. Kemudian ditanya: ”Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan?  Apakah engkau merasakan kenikmatan (di dunia)? Maka dia menjawab: ”Tidak demi Allah wahai Rabbku”. Kemudian didatangkan orang yang paling menderita di dunia dan dia ahli surga, dicelupkan satu kali celupan di surga. Kemudian di tanya: ”Wahai Anak Adam, apakah engkau pernah menderita kesulitan? Apakah lewat padamu suatu kesusahan (di dunia). Maka ia menjawab: ”Tidak,demi Allah wahai Rabbku, tidak pernah aku mengalami kesusahan dan kesulitan sedikitpun” (HR Muslim).
Dalam hadits lain: “Demi Allah, perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang menyelupkan tangannya ke dalam lautan, lihatlah apa yang tersisa” (HR Muslim).
Inilah yang disebut dengan sifat rabbaniyyah. Sifat yang muncul karena  senantiasa berorientasi pada Allah dan hari akhir dan bukan berorientasi pada materi dunia dan kenikmatannya. Sifat ini lahir dari proses tarbiyah yang matang terutama tarbiyah imaniyah. Dari tarbiyah inilah kualitas orang-orang beriman  teruji.
Di masa Rasulullah SAW para sahabat yang teguh dalam seluruh dinamika dakwah adalah para sahabat senior yang tertempa oleh tarbiyah Rasulullah SAW dalam waktu cukup lama. Mereka dibina oleh Rasulullah SAW  di Makkah selama 13 tahun, dan selanjutnya mereka mengikuti dakwah Rasul SAW dengan setia sampai beliau wafat. Mereka disebut Assabiqunal Awwalun (Generasi Awwal) dari Muhajirin dan Anshar.
Materi itu memang dibutuhkan dalam kehidupan, tetapi materi itu bukan segala-galanya. Oleh karenannya materi  jangan dijadikan orientasi dan tujuan dalam hidup.  Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah! Bukanlah kefakiran yang aku takutkan pada kalian. Tapi aku takut, dibukakannya dunia untuk kalian, sebagaimana telah dibukakan pada umat terdahulu. Maka kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba, dan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan orang sebelum kalian” (Muttafaqun ‘alaihi).
Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan kepada kita agar keimanan mendominasi kehidupan kita dan mewarnai seluruh jalan hidup kita, karena keimanan itulah prinsip dan benteng kehidupan yang akan menjaga  orang-orang beriman. Siapa yang telah diberi nikmat keimanan, maka telah mendapat nikmat yang paling besar. Kenikmatan yang melebihi  seluruh kekayaan dunia dan seisinya. Bahkan penduduk  di dunia seluruhnya berada dalam kerugian dan kesengsaraan, kecuali orang-orang yang beriman. Padahal penduduk dunia yang jumlahnya sekitar 6 milyar, mayoritasnya tidak beriman. Hanya sekitar 1,5 milyar yang secara formal sebagai penganut muslim. Sedangkan yang sudah sampai pada tingkat keimanan sejati lebih kecil dari seluruh total penganut muslim tersebut.
Jadi orang-orang beriman, memang benar-benar mendapatkan kenikmatan yang khusus untuk orang yang khusus. ”Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS Al-Hujurat 17).
Di dunia, mereka akan mendapatkan kehidupan yang baik (16: 97), keberkahan (7:96), jalan keluar dan kemudahan rizki (65: 2,3) bahkan lebih dari itu, mereka akan mendapatkan kekuasaan dibumi, keteguhan agama dan bebas dari rasa takut (25:55). Sedangkan di akhirat, orang-orang beriman mendapatkan puncak kenikmatan yang diinginkan manusia, surga yang luasanya seluas langit dan bumi dan melihat sang Pencipta Allah Azza wa Jalla.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman adalah orang-orang yang paling sengsara dan merugi. Mereka rugi di dunia dan di akhirat. Mereka rugi di dunia, walaupun kelihatan dari tampilannya menakjubkan memiliki segala fasilitas dunia larut pada kubangan syahwat sesaat, baik syahwat harta, wanita maupun tahta atau kedudukan dan jabatan politik.
Mereka yang terperdaya dengan mobil mewah, rumah megah dan penampilan yang trendi padahal hatinya kosong dengan keimanan adalah orang-orang yang kerdil dan sempit. Mereka yang senantiasa bicara politik dan kekuasaan, sedangkan dirinya jauh dari keimanan, mereka adalah orang-orang yang terlena dan lalai. Keimanan itulah yang merupakan prinsip dan keimanan itulah kunci kemuliaan. ”Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui” (QS Al-Munaafiquun 8).*akhir
Wallahu ’alam bisshawab.

Keimanan Vs Materialisme (1)

Oleh: Ust Iman Santoso, Lc
 
Allah SWT berfirman: “Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”  (QS. Ali Imran 14).
Ayat diatas menjelaskan fitrah dasar manusia. Fitrah mencintai  wanita, harta dan anak-anak adalah  bagian dari upaya manusia untuk melangsungkan eksistensinya di muka bumi. Dengan fitrah itu terjadilah pernikahan dan upaya melahirkan generasi penerus dan kerja untuk mempertahankan hidup dirinya, anak-anak dan keluarganya. Fitrah ini baik selagi tidak keluar dari jalan Islam yang fitrah.
Tetapi yang menjadi masalah adalah ketika kecintaan terhadap dunia itu sudah menjadi tujuan dan orientasi hidupnya. Maka disinilah bahayanya, yaitu penyakit cinta dunia. Inilah yang disebut materialisme. Ketika upaya untuk mendapatkan dunia dilakukan dengan menghalalkan segala cara maka inilah yang disebut dengan hedonisme. Materialisme dan hedonisme nampaknya ibarat saudara kembar yang tidak dapat dipisahkan. Dan keduanya ibarat virus ganas yang membahayakan setiap manusia, khususnya umat Islam.
Ironisnya penyakit inilah dominan yang menimpa umat Islam akhir zaman, umat yang mestinya menjadi kelompok terbaik dari umat manusia lainnya. Realitas ini telah disinyalir oleh Rasulullah saw semenjak lebih dari 14 abad yang lalu dalam sebuah hadits yang terkenal disebut dengan hadits wahn, ”Hampir saja bangsa-bangsa mengepung kalian, sebagaimana orang lapar mengepung tempat makanan. Berkata seorang sahabat, “ Apakah karena kita sedikit pada saat itu? Rasul saw bersabda,”Bahkan kalian pada saat itu banyak, tetapi kalian seperti buih, seperti buih lautan. Allah akan mencabut dari hati musuh kalian rasa takut pada kalian. Dan Allah memasukkan ke dalam hati kalian Wahn. Berkata seorang sahabat, “Apakah Wahn itu wahai Rasulullah saw? Rasul saw, bersabda, “Cinta dunia dan takut mati” (HR Abu Dawud).
Demikianlah kondisi umat di akhir zaman, telah dirasuki penyakit hubud dunya yang sangat mendalam sehingga berdampak pada kotornya  hati, rusaknya tatanan pikiran dan moral mereka. Umat Islam yang sudah terfitnah oleh dunia akan mudah diperbudak oleh dunia. Padahal yang menguasai perbendaharaan dunia sekarang ini adalah bangsa-bangsa kafir. Sehingga jadilah mereka menjadi pengikut negara-negara dan bangsa-bangsa kapitalis, materialis dan sosialis, seperti AS, Eropa, China dan Israel. Maka jadilah apa yang seperti digambarkan oleh Rasulullah saw dalam haditsnya.
Lebih ironis dan memprihatinkan lagi jika para da’i, kyai, ustadz dan tokoh-tokoh muslim yang dianggap menjadi panutan umat terkena juga fitnah dan penyakit cinta dunia. Maka tidak ada yang selamat kecuali orang-orang yang diselamatkan Allah. Dan kelompok yang benar yang diselamatkan Allah akan tetap ada dan eksis sampai akhir zaman. Merekalah orang-orang beriman yang tetap teguh mempertahankan keimanannya ditengah gelombang dahsyat fitnah dunia. Merekalah para da’i yang tetap berdakwah dengan tidak melacurkan dirinya pada kubangan syahwat. Merekalah para kyai dan ustadz yang tetap istiqomah dalam keislamannya.
Rasulullah saw bersabda, “ Akan senantiasa ada satu golongan dari umatku yang senantiasa eksis dengan kebenaran. Tidak membahayakan mereka orang yang menghinakannya sampai datang keputusan Allah dan mereka tetap komitmen” (HR Muslim).
Agar kita tetap istiqomah di jalan Islam, maka harus terus menerus menguatkan keimanan kita, khususnya keimanan kepada Allah dan hari akhir. Keimanan yang mengantarkan pada sifat yakin kepada Allah dan hari akhir. Bahwa dunia hanyalah sementara sedangkan akhirat itulah yang paling baik dan kekal bagi orang beriman.
*bersambung

Berlomba dalam Kebaikan

Oleh: Iman Santoso, Lc
 
Kualitas keislaman seseorang adalah sejauhmana dia mampu melaksanakan amal-amal berkualitas dan meninggalkan perbuatan yang tidak berguna apalagi mengandung dosa. Rasulullah SAW bersabda: ”Diantara kebaikan Islam seseorang, ia meninggalkan segala sesuatu yang tidak berguna”.
Sedangkan hidup ini adalah kumpulan dari hari-hari, maka sangat merugilah orang yang menyia-nyiakan waktunya. Keimanan akan senantiasa mendorong dan memotivasi orang beriman untuk senantiasa beramal dan berlomba dalam setiap medan kebaikan.
Berlomba dalam Kebaikan (Musabaqoh Fil Khairaat)
Orang beriman memahami bahwa kewajiban yang ditugaskan lebih banyak dari waktu yang tersedia. Oleh karenanya, ia terus-menerus beramal dan keimanan itu memotivasi dirinya untuk tetap beramal dalam kondisi apapun. Bagi orang beriman tidak ada istilah menganggur dan tidak punya kerjaan karena amal shalih dan ibadah itu banyak sekali bentuk dan macamnya.
Dalam sebuah hadits riwayat Imam Muslim disebutkan bahwa sebagian sahabat bertanya pada Rasulullah saw. ”Wahai Rasulullah SAW orang-orang kaya telah memborong pahala kebaikan, mereka shalat sebagaimana kami shalat, mereka puasa sebagaimana kami puasa. Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka“. Rasul SAW bersabda: ”Bukankah Allah telah menjadikan untuk kalian bisa sedekah? Bahwa setiap tasbih sedekah, setiap takbir sedekah, setiap tahmid sedekah, setiap tahlil sedekah, setia amar ma’ruf sedekah, setiap nahi mungkar sedekah. Dan seseorang meletakkan syahwatnya (pada istrinya) sedekah”. Sahabat bertanya: ”Apakah seseorang menyalurkan syahwatnya dapat pahala? Rasul SAW menjawab: “Ya, bukankah jika menyalurkannya pada yang haram akan mendapat dosa? Begitulah jika menyalurkan pada yang halal maka akan mendapat pahala”.
Hadits ini mengisyaratkan bahwa orang-orang beriman memiliki motivasi tinggi dalam beramal dan senantiasa belomba dalam kebaikan untuk mendapatkan sebanyak-banyaknya kebaikan dan pahala. Dan hadits ini juga menerangkan betapa amal shalih itu banyak dan beragam bentuknya. Ketika kita melakukannya, dan dengan niat karena Allah, maka itu bagian dari sedekah dan kontribusi kita pada umat dan bangsa.
Lapangan hidup bagi orang beriman tidaklah sempit, bukan hanya rumah dan tempat mencari nafkah saja. Tetapi lapangan hidup orang beriman adalah bumi dan seisinya dengan berbagai macam aktivitasnya. Apalagi jika orang beriman terlibat dengan aktivitas dakwah, maka ia akan mendapatkan banyak manfaat dan kebaikan dari dunia ini.
Dan potret kehidupan yang luas dan diisi dengan semangat perlombaan ini sangatlah banyak pada orang-orang beriman generasi terbaik dari umat ini.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab ra berkata: ”Rasulullah SAW melewati Abdullah bin Mas’ud, saya dan Abu Bakar bersama beliau dan Ibnu Ma’sud sedang membaca Al-Qur’an. Maka Rasulullah SAW bangkit dan mendengarkan bacaannya, kemudian Abdullah ruku dan sujud. Berkata Umar ra, Rasul SAW bersabda: ”Mintalah pasti akan dikabulkan, mintalah pasti akan dikabulkan”. Berkata Umar ra. Kemudian Rasulullah SAW berlalu (dari Ibnu Mas’ud ra) dan bersabda: ”Barangsiapa ingin membaca al-Qur’an seindah sebagaimana diturunkan, maka bacalah sebagaimana bacaan Ibnu Ummi Abdi (Ibnu Mas’ud)”. Berkata (Umar): ”Maka saya bersegera di malam hari datang menuju rumah Abdullah bin Mas’ud untuk menyampaikan kabar gembira apa yang dikatakan Rasulullah SAW, berkata (Umar): ”Tatkala saya mengetuk pintu atau berkata agar (Ibnu Mas’ud) mendengar suaraku, berkata Ibnu Mas’ud ra. “Apa yang membuatmu datang pada saat seperti ini?”. Saya (Umar) berkata : “Saya datang untuk menyampaikan kabar gembira (padamu) sebagaimana apa yang telah dikatakan Rasulullah SAW“. Berkata Ibnu Mas’ud ra. “Abu Bakar telah mendahuluimu”. Saya berkata: ”Apa yang dia lakukan, dia selalu menang dalam perlombaan kebaikan, tidaklah saya berlomba untuk suatu kebaikan pasti dia (Abu Bakar) telah mendahuluiku” (HR Ahmad).
Itu adalah motivasi keimanan yang menggerakkan orang-orang beriman untuk senantiasa berlomba dalam kebaikkan. Abu Bakar dan Umar telah mencontohkan yang terbaik dalam setiap perlombaan kebaikan. Begitulah kondisi mereka tidak pernah meninggalkan pintu-pintu kebaikan, kecuali mereka cepat melaksanakannya dengan motivasi yang kuat. Hal ini hanya dimiliki oleh orang-orang beriman yang selalu siap untuk kebaikan dan kebahagiaan mereka yaitu pahala, keridhaan dan surga Allah.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman. Edisi 352 – 4 Desember 2015. Tahun ke-8.
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan. Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya

Motivasi Keimanan

Oleh: Ust. Iman Santoso, Lc
Keimanan adalah energi yang sangat kuat yang  terus mendorong dan memotivasi orang-orang beriman  untuk terus beribadah, beramal, berdakwah dan berjihad kemudian memberi manfaat sebesar-besarnya kepada umat manusia sesuai dengan tingkatan orang beriman dan sesuai dengan asupan ruhiyah imaniyah yang dicapainya.
Mereka ibarat pohon buah yang dilempari batu oleh sang pelempar, tetapi pohon itu melempari buahnya bagi manusia.
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang)  ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat”. (QS Ibrahim 24-25).
Dzatiyah Imaniyah (Jati Diri Keimanan)
Keimanan memiliki karakteristik dan jati diri yang khas. Disebutkan dalam hadits Rasul SAW: Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa yang pagi ini puasa?” Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menjawab: ”Saya”, Rasul bertanya: ”Siapa yang pagi ini sudah mengantar jenazah ke kuburan?” Abu Bakar menjawab: “Saya”, Rasul SAW bertanya: “Siapa yang pagi hari ini telah memberi makan orang miskin?” Abu Bakar menjawab: “Saya”, Rasul saw bertanya: ”Siapa yang pagi hari ini menengok orang sakit?” Abu Bakar menjawab: “Saya”. Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Tidaklah (semua perbuatan baik itu) terkumpul pada seseorang pasti dia akan masuk surga” (HR Muslim).
Berkata Imam Hasan al-Bashri: “Keimanan bukanlah angan-angan tetapi keyakinan yang kokoh dalam hati dan dibuktikan oleh amal”.
Demikianlah keimanan. Keimanan merupakan daya dorong atau motivasi internal yang senantiasa menggerakkan orang yang beriman untuk senantiasa beramal dan beramal. Sesungguhnya dusta jika ada orang yang mengaku beriman, tetapi tidak beramal atau beribadah.
Keimanan akan menggerakkan pelakunya untuk terus menerus berkarya, berproduksi dan memberikan kontribusi yang positif kepada umat dan bangsa. Seorang yang beriman adalah orang yang sibuk memperbaiki dirinya kemudian melakukan perbaikan terhadap kondisi umat dan bangsanya.
Keimanan adalah energi yang sangat kuat yang dimiliki manusia. Semakin kuat keimanan seseorang, maka semakin kuat pula energinya. Kita menyaksikan bahwa segala produktivitas kebaikan dilahirkan oleh orang-orang beriman, sesuai dengan kekuatan keimanan tersebut. Puncaknya terjadi pada diri Rasulullah SAW, sahabat, tabiin dan tabiit tabiin. Merekalah generasi terbaik dari umat ini. Rasul SAW bersabda “Sebaik-baiknya masa adalah masaku, kemudian masa berikutnya, kemudian masa berikutnya” (HR Bukhari dan Muslim).
Apa yang dicontohkan oleh sahabat mulia Abu Bakar adalah bukti nyata betapa produktifnya beliau dalam waktu yang masih relatif pagi telah memborong amal shalih, puasa sunnah, mengantar jenazah, memberi makan orang miskin dan menengok saudaranya seiman yang sakit. Dan itu dilakukan diluar Ramadhan. Bagaimana dengan kita? Betapa banyak waktu yang dilalui tetapi terbuang hanya sia-sia, atau digunakan untuk kegiatan yang tidak bermanfaat untuk dirinya keluarganya ataupun umat dan bangsa.
Banyak manusia yang mengaku dirinya muslim menghabiskan waktunya untuk yang sia-sia bahkan mengandung dosa, seperti main gaple, catur, nonton TV, mendengar musik dan lain sebagainya. Bahkan yang lebih parah dari itu menghabiskan waktunya untuk perbuatan yang haram dan tidak diridhai Allah, seperti, berjudi, minuman keras, narkoba, zina, dan lain sebagainya.
Orang-orang yang beriman adalah orang tahu diri dan tahu posisi. Tahu diri maksudnya mereka potensi dirinya, kelebihan dan kekurangannya. Sehingga mampu mengendalikan diri dan memberdayakan dirinya sesuai anugerah yang Allah berikan kepadanya. Tahu posisi yaitu orang-orang beriman memahami tugas dan risalah dirinya kemudian  melaksanakan tugas dan risalah atau misinya tersebut.
Mereka mengetahui bahwa hidup di dunia ini sementara dan kemudian seluruh perbuatannya akan dipertanggungjawabkan dihadapan Allah SWT. Sebagaimana yang disebutkan dalam surat Al-Zalzalah ayat 6-8: “Pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam keadaan yang bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan) pekerjaan mereka. Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrahpun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya pula”.
Sumber:
Artikel Utama Buletin Al Iman. Edisi 351 – 27 November 2015. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: redaksi.alimancenter@gmail.com
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah.
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya