Oleh: Ust Iman Santoso, Lc
 
Rasulullah SAW bersabda, “Didatangkan orang yang paling senang di dunia sedang dia adalah ahli neraka di hari kiamat, dicelupkan ke dalam api neraka satu kali celupan. Kemudian ditanya: ”Wahai anak Adam, apakah engkau pernah merasakan kebaikan?  Apakah engkau merasakan kenikmatan (di dunia)? Maka dia menjawab: ”Tidak demi Allah wahai Rabbku”. Kemudian didatangkan orang yang paling menderita di dunia dan dia ahli surga, dicelupkan satu kali celupan di surga. Kemudian di tanya: ”Wahai Anak Adam, apakah engkau pernah menderita kesulitan? Apakah lewat padamu suatu kesusahan (di dunia). Maka ia menjawab: ”Tidak,demi Allah wahai Rabbku, tidak pernah aku mengalami kesusahan dan kesulitan sedikitpun” (HR Muslim).
Dalam hadits lain: “Demi Allah, perbandingan dunia dengan akhirat seperti seorang menyelupkan tangannya ke dalam lautan, lihatlah apa yang tersisa” (HR Muslim).
Inilah yang disebut dengan sifat rabbaniyyah. Sifat yang muncul karena  senantiasa berorientasi pada Allah dan hari akhir dan bukan berorientasi pada materi dunia dan kenikmatannya. Sifat ini lahir dari proses tarbiyah yang matang terutama tarbiyah imaniyah. Dari tarbiyah inilah kualitas orang-orang beriman  teruji.
Di masa Rasulullah SAW para sahabat yang teguh dalam seluruh dinamika dakwah adalah para sahabat senior yang tertempa oleh tarbiyah Rasulullah SAW dalam waktu cukup lama. Mereka dibina oleh Rasulullah SAW  di Makkah selama 13 tahun, dan selanjutnya mereka mengikuti dakwah Rasul SAW dengan setia sampai beliau wafat. Mereka disebut Assabiqunal Awwalun (Generasi Awwal) dari Muhajirin dan Anshar.
Materi itu memang dibutuhkan dalam kehidupan, tetapi materi itu bukan segala-galanya. Oleh karenannya materi  jangan dijadikan orientasi dan tujuan dalam hidup.  Rasulullah SAW bersabda, ”Demi Allah! Bukanlah kefakiran yang aku takutkan pada kalian. Tapi aku takut, dibukakannya dunia untuk kalian, sebagaimana telah dibukakan pada umat terdahulu. Maka kalian berlomba-lomba mendapatkannya sebagaimana mereka berlomba, dan menghancurkan kalian sebagaimana telah menghancurkan orang sebelum kalian” (Muttafaqun ‘alaihi).
Rasulullah SAW senantiasa mengajarkan kepada kita agar keimanan mendominasi kehidupan kita dan mewarnai seluruh jalan hidup kita, karena keimanan itulah prinsip dan benteng kehidupan yang akan menjaga  orang-orang beriman. Siapa yang telah diberi nikmat keimanan, maka telah mendapat nikmat yang paling besar. Kenikmatan yang melebihi  seluruh kekayaan dunia dan seisinya. Bahkan penduduk  di dunia seluruhnya berada dalam kerugian dan kesengsaraan, kecuali orang-orang yang beriman. Padahal penduduk dunia yang jumlahnya sekitar 6 milyar, mayoritasnya tidak beriman. Hanya sekitar 1,5 milyar yang secara formal sebagai penganut muslim. Sedangkan yang sudah sampai pada tingkat keimanan sejati lebih kecil dari seluruh total penganut muslim tersebut.
Jadi orang-orang beriman, memang benar-benar mendapatkan kenikmatan yang khusus untuk orang yang khusus. ”Mereka merasa telah memberi nikmat kepadamu dengan keislaman mereka. Katakanlah: “Janganlah kamu merasa telah memberi nikmat kepadaku dengan keislamanmu, sebenarnya Allah Dialah yang melimpahkan nikmat kepadamu dengan menunjuki kamu kepada keimanan jika kamu adalah orang-orang yang benar” (QS Al-Hujurat 17).
Di dunia, mereka akan mendapatkan kehidupan yang baik (16: 97), keberkahan (7:96), jalan keluar dan kemudahan rizki (65: 2,3) bahkan lebih dari itu, mereka akan mendapatkan kekuasaan dibumi, keteguhan agama dan bebas dari rasa takut (25:55). Sedangkan di akhirat, orang-orang beriman mendapatkan puncak kenikmatan yang diinginkan manusia, surga yang luasanya seluas langit dan bumi dan melihat sang Pencipta Allah Azza wa Jalla.
Sebaliknya, orang-orang yang tidak beriman adalah orang-orang yang paling sengsara dan merugi. Mereka rugi di dunia dan di akhirat. Mereka rugi di dunia, walaupun kelihatan dari tampilannya menakjubkan memiliki segala fasilitas dunia larut pada kubangan syahwat sesaat, baik syahwat harta, wanita maupun tahta atau kedudukan dan jabatan politik.
Mereka yang terperdaya dengan mobil mewah, rumah megah dan penampilan yang trendi padahal hatinya kosong dengan keimanan adalah orang-orang yang kerdil dan sempit. Mereka yang senantiasa bicara politik dan kekuasaan, sedangkan dirinya jauh dari keimanan, mereka adalah orang-orang yang terlena dan lalai. Keimanan itulah yang merupakan prinsip dan keimanan itulah kunci kemuliaan. ”Padahal kemuliaan itu hanyalah milik Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui” (QS Al-Munaafiquun 8).*akhir
Wallahu ’alam bisshawab.