Secara harfiyah, i’tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan sesuatu yang baik. Dengan demikian, i’tikaf adalah tinggal atau menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri kepada Allah Swt. Penggunaan kata i’tikaf di dalam Al-Qur’an terdapat pada firman Allah Swt:
”Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi) janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia supaya mereka bertaqwa” (QS 2:187).
Ayat lain yang menyebutkan kata i’tikaf dan ini dikaitkan dengan keharusan membersihkan masjid yang menjadi tempat i’tikaf adalah firman Allah Swt:
“Dan ingatlah ketika Kami menjadikan rumah itu (baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim sebagai tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: ‘Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang orang yang tawaf, i’tikaf, ruku, dan sujud” (QS 2:125).
Di dalam Islam, seseorang bisa beri’tikaf di masjid kapan saja, namun dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah Saw, i’tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir.
Diantara rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah Saw adalah i’tikaf. I’tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan keislamannya, khususnya dalam era globalisasi, materialisasi dan informasi kontemporer.
*bersambung
Sumber :
Buku Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, penerbit Sharia Consulting Center