BEKASI –  Aksi pembakaran hidup-hidup pria yang dituduh mencuri amplifier sebuah masjid di Cikarang Utara, Bekasi masih menjadi viral di medsos sebagai pembicaraan publik hingga sekarang.
Bila sebelumnya dari pengakuan saksi mata ada pengakuan pria yang dibakar hidup-hidup kalau ia tak melakukan pencurian amplifier.
Namun kesaksian pengurus mushala berbeda.
Reporter Tribunnews.com menemui langsung dan mewawancarai secara eksklusif bagaimana rentetan kejadian secara detail, hingga pria ini tertangkap lalu dihajar massa.
Muhammad Al Zahra alias Joya (30) warga Kampung Jati RT 04/05, Desa Cikarang Kota, Cikarang Utara, Kabupaten Bekasi yang dibakar hidup-hidup, berdasar cerita pengurus musala diduga kuat melakukan pencurian amplifier mushala.
Sekuat tenaga pengurus mushala dan beberapa tokoh mengamankan Joya.
Pengurus mushala bahkan sempat kena pukul warga yang emosi, karena mengamankan Joya.
Suatu saat kondisi tenang, Rojali lalu ambil motor dan mengembalikan ampli ke mushala, tapi malamnya ia kaget ternyata pria yang diduga kuat pelaku pencurian tersebut dibakar hidup-hidup.
Bagaimana kisah selengkapnya?
Air bekas wudhu masih terlihat di wajah Rojali, dua titik berwarna hitam, jelas terlihat di keningnya.
Janggut yang memanjang juga terlihat masih basah.
Kedua bola matanya terlihat merah dengan garis tipis di kedua ujung mata.
“Tidak bisa tidur nyenyak,” katanya usai menjalani salat Dzuhur di Musala Al Hidayah, Desa Hurip Jaya, Kecamatan Babelan, Kabupaten Bekasi, Sabtu (5/8/2017).
Rojali merupakan satu-satunya orang yang melihat betul kejadian saat MA masuk dan keluar dari mushala tanpa mengucap sapa sama sekali, meski berpapasan sangat dekat.
Tidak ada juga senyum dari MA kepada Rojali yang saat itu sedang membersihkan halaman mushala.
Saat Tribun mencoba untuk meminta kronologi kejadian, senyum terkembang dari Rojali terlihat.
Seraya berdiri dari tempat shalatnya, Rojali mengajak.
“Mari saya ceritakan supaya jelas semuanya,” ajaknya keluar dari mushala.
Dia mulai menuturkan saat awal pertemuannya dengan MA di depan mushala yang didominasi warna biru cerah itu.
MA sama sekali tidak mengucap salam atau senyum kepada pria berusia 40 tahun itu. Padahal dia berada persis di halaman musala.
MA kemudian mulai mencari tempat Wudhu untuk menunaikan shalat Ashar.
Sementara Rojali mengambil selang air untuk diisi di dalam sebuah ember besar tidak jauh dari halaman musala.
Pasalnya, pada hari itu, akan ada acara haul organisasi setempat yang akan diadakan di musala itu.
“Itu di depan banyak debunya, jadi saya mau bersihkan halaman. Soalnya malam mau dipakai acara. Jadi saat saya isi ember, MA itu ambil wudhu di keran kedua itu,” dia menunjuk tempat Wudhu yang berada di sisi kanan musala.
Beberapa saat kemudian, dia kembali berpapasan dengan MA yang hendak keluar dari mushala, dan sekali lagi, tidak ada senyum dan sapa kepada Rojali yang hendak kembali ke Mushala dari warung pulsa yang berjarak 10 meter.
“Pas keluar ya biasa saja, saya tidak memerhatikan betul dia. Hanya lewat saja sudah,” tuturnya.
Zainudin, kerabat Rojali tidak lama datang untuk mengecek kesiapan sound system mushala yang akan digunakan untuk acara malam itu.
Di situ, Rojali baru sadar ketika satu amplifiernya yang digunakan untuk adzan Ashar sudah lenyap.
“Saya bilang ke mamang saya ada kok tadi. Saya Adzan Ashar kan pakai itu. Saya cek ke dalam, saya baru ingat si MA itu, karena hanya dia sendirian yang masuk ke sini terakhir. Saat shalat Ashar pun saya hanya berdua sama anak saya,” jelas pegawai kantor Minyak Sawit itu.
Bersujud minta maaf
MA dicari oleh sejumlah orang dari Desa ‘Hurip Jaya’ usai Rojali menceritakan kehilangan amplifier kepada para tetangga sekitar dan anak-anak muda yang ada di sekitar rumahnya.
Mereka semua, kata Rojali, berpencar untuk mencari orang yang membawa sepeda motor berwarna merah dan amplifier di depan joknya.
“Ampli-nya lumayan besar. Jadi saya pikir akan ditaruh di antara jok motor dan setang. Saya mintakan bantuan untuk menemui sepeda motor bebek warna merah,” kata dia.
Sekitar 30 menit pencarian, akhirnya, Rojali menemukan MA di tengah jalan.
Saat dipepet, MA seketika tancap gas dan kejar-kejaran berlangsung.
Sekitar 500 meter mengejar, MA kemudian melarikan diri ke kali dekat dengan jalan raya.
Di sana, sudah banyak pemuda yang berteriak “Maling-maling,”
“Saya saat itu juga ikut mengejar. Tapi Demi Allah, Demi Rasulullah, saya tidak meneriaki dia. Justru saya meminta agar dia dilepaskan dan amplifier mushala bisa kembali,” kata dia dengan suara tegas.
Bogem mentah tidak dapat dihindari, saat MA keluar dari kali dan tersungkur di jalanan.
Rojali masuk ke dalam kerumunan dan meminta tokoh masyarakat setempat menenangkan massa.
Beberapa pukulan juga sempat melayang ke arah belakang Rojali dan tokoh agama yang berada untuk melindungi MA untuk mempersiapkan acara haul di mushala dekat rumahnya.
“MA sempat bangun dan bersujud minta maaf di hadapan saya. Dia bilang minta maaf berulang kali,” suara Rojali mulai lirih.
Sesaat keadaan mulai tenang ketika tokoh masyarakat hadir dan akan membawa MA ke Balai Desa setempat untuk dilindungi.
Rojali mempercayai langkah selanjutnya kepada tokoh setempat untuk penanganan selanjutnya dan kembali ke motornya untuk mengambil satu amplifier yang dibawa oleh MA.
“Saya baru tahu malamnya kalau dia dibakar. Demi Allah, itu biadab sekali.” Ucapnya seraya jari telunjuknya menghadap ke atas.
“Tak pernah saya berpikir kalau akan berakhir seperti itu. Allah pasti akan membalas perbuatan (membakar) itu,” tambahnya.
Kini, pihak kepolisian sedang menyidik peristiwa pidana tersebut.
Yakni dugaan pencurian amplifier yang dilakukan MA dan aksi pengeroyokan dan pembakaran yang membuat MA tewas.
Untuk kasus dugaan pengeroyokan terhadap MA, polisi telah menetapkan dan menahan dua tersangka, SU (39) dan NA (40). Sementara 5 orang lainnya termasuk yang menyiramkan bensin sedang dalam pencarian.
 
Sumber : TribunNews

X