Oleh : Persatuan Ulama Islam Sedunia (Al Ittihad Alamiy li Ulama al Muslimin)
Manusia baik individu maupun kolektif mempunyai banyak kebutuhan. Ada kebutuhan primer dimana ia tidak akan hidup tanpa itu, ada kebutuhan sekunder dimana ia bisa hidup tanpanya meskipun dengan sedikit kesulitan, dan ada yang bersifat pelengkap untuk membuat hidup lebih indah dan sejahtera.
Agar manusia bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, Allah telah menyediakan beragam sumber daya alam yang melimpah dalam kehidupan ini. Allah telah menundukkan semua itu untuk manusia. Allah berikan kemampuan kepada manusia untuk mengeksplorasinya.
“Sebaik-baik harta adalah harta yang terdapat ditangan orang-orang saleh.” (H.R. Ahmad dan Ibn Hibban)
Dunia Islam sebenarnya mempunyai kekayaan alam yang melimpah, namun mereka sekarang hidup dalam kesulitan secara ekonomi. Hal itu dikarenakan mereka tidak pandai memanfaatkan sumber alam tersebut dalam memenuhi kebutuhannya. Inilah keterbelakangan ekonomi sebagai buah dari keterbelakangan politik yang melanda kebanyakan negara-negara Islam.
Pertama : Pandangan Islam terhadap Masalah Ekonomi
Pandangan Islam terhadap aktivitas ekonomi baik untuk individu maupun jamaah adalah peran umum Islam yang tercermin dalam akidah, nilai-nilai akhlak, dan hukum-hukum perundangan yang mengatur kehidupan manusia.
Diantara permasalahan penting yang mesti dijelaskan dalam hal ini adalah bahwa hidup zuhud di dunja dan mengutamakan kehidupan akhirat bukanlah penghalang untuk bekerja, berproduksi, menikmati sejumlah hal yang baik dengan tidak berlebih-lebihan. Dalam sabda rasulullah:
“Zuhud didunia bukan dengan cara mengharamkan sesuatu yang halal dan bukan dengan menyia-nyiakan harta. Akan tetapi zuhud didunia adalah engkau tidak lebih yakin dengan apa yang terdapat ditanganmu ketimbang apa yang ada disisi Allah” (H.R. Ibn Majah dan Tirmidzi dari Abu Dzar ra)
Kedua : Tahapan-Tahapan Dalam Kegiatan Ekonomi
Tahap Pertama : Produksi
1. Tanah
“Siapa yang mempunyai tanah, hendaklah ia tanami atau biarkan saudaranya yang menanami.” Q.S. Hud : 61
2. Bekerja
“Tidaklah seseorang memakan makanan yang lebih baik dari hasil usahanya sendiri. Sungguh nabi Allah Dawud makan dari hasil usaha sendiri.” H.R. Bukhari dan Ibn Majah dari Miqdad ra
3. Harta
Ketika harta telah dibayarkan zakatnya, maka ia tidak termasuk ditimbun. Sebab Islam melarang menimbun harta dan menyuruh mengembangkannya dengan cara yang diperbolehkan serta di infaqkan.
“Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak serta tidak menginfaqkannya dijalan Allah, maka berikanlah kabar gembira kepada mereka dengan siksa yang pedih.” Q.S. at Taubah : 34
Tahapan Kedua : Tukar Menukar
Pada dasarnya konsep ekonomi dalam Islam adalah konsep pasar bebas. Adanya campur tangan pemerintah adalah lebih karena untuk menjaga kebebasan dalam bersaing secara positif. Oleh karena itu, Islam mengharamkan monopoli dan riba sekaligus mewajibkan adanya saling ridha diantara kedua belah pihak.
“…Kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas suka sama suka diantara kalian.” Q.S. an Nisa : 29
Islam melarang jual beli dengan cara memaksa, menindas, dan menipu. Rasulullah juga melarang untuk mempermainkan harga saat terjadi inflasi , dikarenakan jarangnya barang dagangan.
Tahapan Ketiga : Distribusi
Maksud disini adalah faktor-faktor yang mendatangkan hasil:
Pertama : Tanah
Tanah jika ditanami oleh pemiliknya semua yang dihasilkan menjadi miliknya sebagaimana sabda Rasulullah
“Barangsiapa menghidupkan tanah yang mati, maka tanah tersebut menjadi miliknya.”
Akan tetapi jika tanah tadi disewakan atau bekerjasama dengan orang lain, setiap orang didalamnya mendapat bagian sesuai kesepakatan ketika transaksi penyewaan tanah, muzaraah, atau musaqoh.
Kedua : Kerja
Upah seorang pekerja didasarkan pada kerelaan antara pemberi upah dan orang yang diberi upah. Pembatasan upah minimal bermanfaat untuk mencegah eksploitasi tenaga kerja dan menjaga stabilitas ekonomi. Pembatasan ini berpulang kepada waliyul amr (penguasa) muslim dalam mewujudkan keadilan dan mencegah kezaliman diantara manusia.
Ketiga : Modal Usaha
Ia bisa berupa barang atau uang
1) Modal usaha berupa barang
Seperti bangunan, alat-alat, mobil serta fasilitas lain bisa disewakan dengan nilai tertentu, serta bisa pula dimasukkan kedalam perkongsian atau kerjasama sehingga pemiliknya mendapatkan bagian darinya.
2) Modal berupa uang
Tidak boleh disewakan karena upah persewaan ini menjadi riba dan hukumnya haram. Akan tetapi. Ia bida dimasukkan dalam perkongsian usaha seperti mudharabah (kerjasama dimana yang satu menjadi pemilik modal uang dan yang lain sebagai pekerja). Dalam kondisi demikian, keuntungannya dibagi diantara masing-masing pihak sesuai dengan kesepakatan.
Tahapan Keempat: Konsumsi
Islam memberikan batasan-batasan syariah diantara melarang sikap boros, kikir, dan berlebihan sebagaimana firman Allah :
“Makan dan minumlah. Tapi jangan berlebihan sebab Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan.” QS Al Araf: 31
Ketiga Saling Membantu Secara Materi
Ketentuan yang diwajibkan oleh Islam kepada individu manusia diantaranya kewajiban zakat fitrah, zakat mal/harta, termasuk denda (diyat) dan tembusan (kafarat).
Selain itu negara menopang lewat hasil bumi, pajak, fa’i (rampasan perang) yang dalam istilah fiqih dikenal atha’.
Sarana optional lain berupa sedekah sunnah, sedekah jariyah, wakaf, wasiat, hibah, hadiyah, pinjaman, dan lain-lain.
Referensi : 25 Prinsip Islam Moderat
Penyusun : Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin (Persatuan Ulama Islam Sedunia)
Penerbit : Sharia Consulting Center (Pusat Konsultasi Syariah)