Oleh: Persatuan Ulama Islam Sedunia (Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin)
 
Kita meyakini bahwa sumber akidah, syariah, akhlak, nilai, berikut sejumlah konsep dan standarnya adalah Al Qur’an al Karim. Ia merupakan sumber yang terpelihara yang tidak mengandung kebathilan sama sekali. Ia adalah landasan utama dan sumber dari segala sumber. Ia menjadi rujukan dan dalil bagi sumber-sumber lainnya. Bahkan kedudukan as Sunnah sebagai hujjah tetap merujuk kepada Al Qur’an.
Tidaklah dibenarkan seorang muslim yang komitmen kepada syahadatain lalu meragukan kebenaran nash Al Qur’an, meragukan kondisinya yang terlindung dari perubahan berupa penambahan maupun pengurangan, serta kedudukannya sebagai hujjah, apapun mazhabnya serta apapun kelompoknya. Entah ia dari sunni, syiah, ja’fari, zaydi atau ibadhi.
Al Qur’an merupakan kitab suci seluruh kaum muslimin. Hanya Al Qur’an yang demikian terang, mudah dan terpelihara.
Kami yang menurunkan Al Qur’an sebagai peringatan dan Kami pula yang menjaganya” (Q.S. Al Hijr : 9)
Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang” (Q.S. An Nisa : 174).
Kami mudahkan Al Qur’an sebagai pelajaran. Maka adakah yang mau mengambil pelajaran?” (Q.S. Al Qamar : 17).
Allah menurunkan Al Qur’an yang berbahasa Arab. Jadi, ia memang berbahasa Arab. Namun, kandungan dan tinjauannya bersifat universal. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah,
Maha Suci Allah yang telah menurunkan Al Furqaan (Al Qur’an) kepada hamba-Nya agar dia menjadi pemberi peringatan kepada seluruh alam” (Q.S. Al Furqan : 1).
Karena itu, kaum muslimin wajib menerjemahkan maknanya kedalam berbagai bahasa di dunia sehingga mereka bisa menyampaikan risalah Allah ini kepada manusia, memberikan hujjah kepada mereka, serta menegakkan universalitas dakwah.
As Sunnah yang shahih menjadi sumber Islam yang kedua setelah Al Qur’an. As Sunah itulah yang disampaikan oleh para sahabat dan keluarga Nabi saw kepada kita lewat berbagai jalur yang bisa dipercaya. Salah satu tugas yang Allah berikan kepada RasulNya adalah menerangkan Al Qur’an kepada manusia.
Kami turunkan kepadamu Al Qur’an agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka” (Q.S. An Nahl : 44).
Al Qur’an berperan sebagai petunjuk ilahi bagi alam semesta. Sementara Assunnah berperan sebagai penjelasan Nabi kepada manusia yang berupa ucapan, perbuatan, dan ketetapan beliau. Kadang ia menafsirkan apa yang dinyatakan oleh Al Qur’an secara global atau mengkhususkan apa yang masih umum, serta membatasi apa yang masih bersifat mutlak. Allah memerintahkan untuk menaati RasulNya karena beliau tidak berbicara berdasarkan hawa nafsu. Ketaatan beliau berarti ketaatan kepada Allah swt. Allah berfirman,
Siapa yang taat kepada Rasul berarti ia taat kepada Allah” (Q.S. An Nisa : 80).
Karena itu Allah mengaitkan ketaatan kepada RasulNya dengan ketaatan kepadaNya. Kalau hal itu dilakukan maka mereka akan mendapatkan petunjuk dan cinta Allah. Allah berfirman,
Katakanlah “Taatilah kepada Allah dan taatilah kepada Rasul!…. Jika kalian menaatinya pasti kalian mendapat petunjuk.” (Q.S. An Nur : 54).
Katakanlah “Jika kalian mencintai Allah, ikutilah aku! Pasti Allah mencintai kalian dan mengampuni dosa-dosa kalian” (Q.S. Ali Imran : 31).
Al Qur’an tidak akan bisa dipahami secara sempurna tanpa kehadiran kehadiran As Sunnah, baik yang berupa ucapan sebagai bagian terbesar maupun berupa amal perbuatan seperti sunah yang terkait dengan penjelasan tentang shalat lima waktu dan manasik haji yang tidak dijelaskan eksplisit di Al Qur’an. Itu semua merupakan sunah dalam bentuk amal perbuatan yang diyakini secara mutawatir.
Sebaliknya As Sunah juga tidak dapat dipahami secara benar jika dilepaskan dari Al Qur’an. Akan tetapi ia harus dipahami sesuai kerangka pemikirannya. Sebab penjelasan tidak boleh berlawanan dengan sesuatu yang ia jelaskan.
As Sunah dengan kedudukannya sebagai penjelas Al Qur’an telah disepakati oleh seluruh mazhab dan aliran Islam.
Yang penting kedua sumber tersebut dipahami lewat kerangka bahasa Arab yang dengannya Al Qur’an diturunkan dan hadist diriwayatkan, serta sesuai dengan jumlah kaidah yang digariskan oleh para ulama terpercaya. Khususnya ulama ushul fiqih. Ia adalah kaidah yang sebagian besarnya sudah disepakati dan hanya sebagian kecil saja yang masih diperselisihkan.
Sumber syariat lainnya seperti ijma, qiyas, akal, istishlah, istihsan, urf, serta sejumlah syariat sebelum kita dan istishab, kedudukan semuanya sebagai hujjah tetap bersumber dari dua sumber utama diatas. Al Qur’an dan Sunnah.
Referensi: 25 Prinsip Islam Moderat
Penyusun: Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin (Persatuan Ulama Islam Sedunia)
Penerbit: Sharia Consulting Center (Pusat Konsultasi Syariah)