Sekitar 20 orang perwakilan aksi 287 dari tiap organisasi masyarakat bertemu dengan perwakilan Mahkamah Konstitusi pada Aksi 287 di Jakarta hari jumat (28/7). Aksi unjuk rasa ini diprakarsai Alumni 212.
Mereka bertemu di Gedung MK untuk mengajukan permohonan uji formil dan uji materiil terhadap Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Organisasi Masyarakat (Ormas), melalui penyerahan Judicial Review atas nama “Ketua Tim Advokasi Ormas Islam untuk Keadilan”
Massa menginginkan pemerintah segera mencabut Perppu Ormas yang dinilai menyudutkan ormas Islam di Indonesia. Deklarator Presidium Alumni 212, Ansufri Idrus Sambo (Ustaz Sambo) di atas mobil komando berorasi penuh semangat,
“Ini menunjukkan rezim sekarang sedang panik, berbagai macam cara dilakukan salah satunya dengan penggembosan melalui Perppu Ormas,” ujar.
Sedangkan Jubir FPI, Slamet Maarif meminta pemerintah untuk bersikap adil terhadap HTI.
“Bagaimana proses keluarnya Perppu Ormas yang dikeluarkan pemerintah terhadap HTI sangat tidak adil,” tambahnya.
Dampaknya, segala atribut dan kegiatan dari HTI kini dilarang dan terus berada dalam pantauan pemerintah.
Untuk itu, Slamet mengatakan apabila bendera tauhid yang berlandaskan lahilahaillah itu dilarang berkibar di Indonesia. Maka ia menyerukan perlawanan terhadap hal itu.
“Siapapun coba-coba yang tidak mengizinkan kalimat tauhid berkibar di Indonesia kita akan lawan bahkan serahkan nyawa bila perlu,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, turut hadir Komisoner Komnas HAM, Natalius Pigai, yang juga turut prihatin dan kecewa adanya Perppu Ormas.
“Terkait dengan Perppu Nomor 2 tahun 2017, atas nama pribadi bukan nama kantor, sebagai komisioner Komnas HAM. Saya tegaskan bahwa Perppu Nomor 2 tahun 2017 adalah cacat prosedural,” ujar Natalius di kawasan Monas depan Bundaran Patung Kuda, Jakarta Pusat, Jumat (28/7/2017).
“Saudara kita berbasis Islam maupun non Islam aman-aman saja, tidak ada wihara, masjid, pura, gereja yang dibakar.
Saudara sekalian, kita harus ketahui pemimpin itu tidak sempurna karena apa pasti ada kekurangan, kekurangan ini lah ditutupi oleh organisasi ini,” katanya.
“Coba dilihat, Perppu Ormas itu cacat prosedural. Mana yang disebut kondisi mendesak dan emergency itu?” kata Pigai.
Terakhir, Jubir HTI Ismail Yusanto mengatakan, bahwa Perppu Ormas yang membuat ormas HTI bubar bisa saja menimpa yang lain. Karena itu, ia menganggap Perppu Ormas tersebut sangatlah berbahaya bagi perkembangan umat Islam di Indonesia.
“Perppu itu tidak hanya membubarkan organisasi tapi juga melarang ormas yang pahamnya bertentangan dengan Pancasila. Melarang ormas yang berdakwah bagi tegaknya khilafah. Karena itu Perppu ini sangat berbahaya,” pungkasnya.
Adapaun Jubir GNPF sekaligus Ketua Tim Advokasi Ormas Islam untuk Keadilan, Kapitra Ampera, menjelaskan langkah pengajuan Judicial Review bukan untuk membela dan solidaritas untuk ormas tertentu, namun untuk menjaga hak asasi masyarakat dari Sabang sampai Merauke.
Kapitra menepis dugaan bahwa pengajuan judicial review yang disertai gerakan masa Aksi 287 di Patung Kuda tersebut untuk membela HTI.
“Kami melihat ada ancaman memprihatinkan, bahwa dari Perppu itu ancaman untuk anggota ormas bisa dipidana 5 sampai 10 tahun,” kata Kapitra.
Kapitra dan perwakilan Ormas Islam Untuk Keadilan diterima perwakilan MK sekitar pukul 14.00 WIB.
Perwakilan MK, Nalom Kurniawan, mengatakan pihaknya telah menerima telah judicial review tersebut.
“Ini saluran yang legal, ketika ada satu norma atau UU yang bertentangan dengan UU daerah, sehingga setiap warga negara punya hak untuk menguji di Mahkamah Konstitusi,” kata Nalom.
Sumber : Kumparan