Apakah anda adalah orang yang lebih senang bangun malam untuk melaksanakan qiyamul lail, namun berat untuk keluar rumah guna melaksanakan shalat fardhu shubuh di masjid secara berjamaah?
Atau pernahkah anda bangun tengah malam lalu melaksanakan shalat sunat tahajud semalam suntuk hingga menjelang shubuh? Namun saat tiba waktu shalat shubuh anda justru ketiduran hingga tidak ke masjid?
Manakah yang lebih utama untuk dikejar? Shalat sunat malam sampai beberapa rakaat atau shalat subuh dua rakaat di masjid?
Mari kita simak kisah antara sahabat Umar Bin Khaththab radhiyallahu anhu dengan seseorang yang tidak ke masjid karena terlalu banyak tahajud.
Kisah ini dituliskan oleh Imam Malik dalam kitabnya Al-Muwaththa’ sebagai berikut:
عن ابن شهاب عن أبي بكر بن سليمان بن أبي حثمة :أن عمر بن الخطاب فقد سليمان بن أبي حثمة في صلاة الصبح وأن عمر بن الخطاب غدا إلى السوق ومسكن سليمان بين السوق والمسجد النبوي فمر على الشفاء أم سليمان فقال لها لم أر سليمان في الصبح فقالت إنه بات يصلي فغلبته عيناه فقال عمر لأن أشهد صلاة الصبح في الجماعة أحب إلى من أن أقوم ليلة
Dari Ibnu Syhihan, dari Abu Bakar bin Sulaiman bin Abi Hatsmah.
Suatu ketika Umar bin Khaththab tidak melihat sahabat Sulaiman bin Abi Hatsmah pada saat shalat shubuh. Sebab ia rajin shalat subuh berjamaah.
Dan keesokan harinya Umar bin Khaththab pergi berangkat ke pasar dan setelahnya kerumah Sulaiman bin Abi Hatsmah yang berada di antara pasar dan masjid Nabawi.
Maka Umar pun bertemu dengan Asy-Syifa, ibu Sulaiman. Maka Umar berkata padanya, “Aku tidak melihat Sulaiman saat shalat shubuh tadi”.
Maka ibunya berkata, “sesungguhnya dia (Sulaiman) shalat malam sehingga tertidur saat shubuh”.
Maka berkata Umar, “sungguh aku bersaksi shalat shubuh berjamaah di masjid lebih aku cintai dari pada shalat sepanjang malam”.
Dari kisah di atas kita bisa menyimak bahwa Umar bin Khaththab lebih menyarankan sahabatnya Sulaiman untuk mengutamakan shalat shubuh ke masjid dari pada harus ketiduran karena tahajud.
Shalat tahajud adalah amalan sunat sementara shalat shubuh adalah fardhu atau kewajiban. Sudah semestinya kita berusaha melaksanakan shalat fardhu sebaik mungkin baru mengerjakan yang sunat.
Rasulullah SAW dalam hidupnya tidak pernah meninggalkan shalat fardhu secara berjamaah termasuk shubuh. Bahkan dalam keadaan perang sekalipun shalat tetap dilakukan secara berjamaah.
Rasulullah saw bersabda, “Sesungguhnya shalat yang paling berat dilaksanakan oleh orang-orang munafik adalah shalat isya dan shalat subuh. Sekiranya mereka mengetahui keutamaan keduanya, niscaya mereka akan mendatanginya sekalipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari no. 657 dan Muslim no. 651)
Hadist nabi saw tersebut menjelaskan bahwa hingga ingin merangkak untuk meraih pahala shalat subuh berjamaah
Memang urusan ibadah tentu bukanlah hal yang harus dipilih-pilih dan dibanding-bandingkan. Apalagi memilih antara qiyamul lail dan shalat fardhu.
Seyogyanya kita berusaha sekuat tenaga agar bisa bangun malam dan shalat tahajud, namun tetap berangkat ke masjid saat adzan shubuh berkumandang.
Apalagi bagi orang-orang sholeh, shalat malam adalah nafilah atau amalan tambahan yang senantiasa dirutinkan. Bagi mereka bangun tengah malam lalu disambung ke masjid telah menjadi Lifestyle.
Oleh karena itu, hendaknya kita pandai mengatur waktu istirahat dan bekerja. Kapan kita harus bekerja dan kapan harus menghentikannya. Lalu beristirahat agar tengah malam bisa bangun, dengan tetap mempertimbangkan kebugaran esok hari untuk melanjutkan aktivitas.
Wallahu a’lam bishshawab