by Danu Wijaya danuw | Oct 22, 2018 | Artikel, Dakwah, Kisah Sahabat
Salah satu madzhab fiqih yang banyak dianut oleh pemeluk Islam dunia adalah madzhab Syafi’i.
Abu Abdullah Muhammad bin Idris yang lebih terkenal sebagai Imam Syafi’i, pendiri madzhab fiqih Syafi’i, termasuk golongan suku Quraisy, seorang Hasyimi dan keluarga jauh Nabi.
Imam Syafi’i yang lahir di Gaza, Palestina pada tahun 767 M ini dibesarkan oleh ibunya dalam kemiskinan, karena ia telah kehilangan ayahnya ketika masih kanak-kanak.
Ia belajar hadis dan fiqih dari Muslim Abu Khalid Az Zinyi, dan Sufyan ibn Uyaina. Sehingga hafal banyak hadist. Imam Syafii juga telah hafal Alquran pada usia 9 tahun.
Dahulu ketika berumur 11 tahun ia dibawa oleh ibunya ke kota Madinah dan diantar belajar dengan Imam Malik rahimahullah, sebagai pendiri Mazhab Maliki.
Kemiskinan Imam Syafii saat Menimba Ilmu
Suatu ketika saat sesi pengajian, Imam syafi’i meletakkan jari kanannya ke mulut lalu digerak-gerakkan di telapak tangan kirinya seumpama menulis hadits-hadits yang dibaca oleh Imam Malik.
Jari kanannya seumpama pena sementara air liurnya seumpama dakwat. Perbuatan Imam Syafi’i selepas 2-3 kali belajar tidak disenangi oleh Imam Malik.
Beliau menyangka Imam Syafii bermain-main ketika belajar, lalu Imam Malik memanggil Imam Syafii dan berkata ”Selepas ini jangan kau hadir lagi ke kelas pengajianku.”
lmam Syafii bertanya, ”Mengapa Wahai Guruku ? ”
Dijawab oleh Imam Malik, “Engkau bermain-main dengan jarimu seakan menulis, kenapa engkau tidka langsung membawa pena dan kertas?”
Tahu akan dikeluarkan dari kelas pengajian Imam Malik, Syafii pun berterus terang,
“Wahai Guruku, Aku tidak mampu untuk memiliki pena dan kertas tetapi aku mampu membaca hadits-hadits yang telah Tuan Guru ajarkan kepadaku.”
Setelah diizinkan oleh gurunya, maka Imam Syafi’i membaca semua hadits-hadits yang telah diajarkan oleh Imam Malik.
Sang Imam sangat tersentuh melihat keikhlasan dan dan kehebatan Syafi’i lalu mendekatinya dan memberi penghormatan.
Kekuatan Hafal Imam Syafii
Imam Syafii akhirnya telah hafal kitab Muwatta yang merupakan kitab hadis-hadis hukum yang dikumpulkan oleh Imam Malik sejak usia 13 tahun.
Pada usia 20 tahun, Imam Syafi’i menemui Imam Malik bin Anas di Madinah dan mengucapkan seluruh isi kitab Muwatta itu di depan penulisnya langsung.
Ia lalu tinggal dan berguru kepada Imam Malik sampai akhir hayat Imam Malik, tahun 795 M.
Pendiri Metode Ushul Fiqih
Imam Syafi’i sangat terkenal akan kecerdasan dan kearifannya. Ia merupakan penengah antara hukum fiqih dan hadis dengan prinsip metode fiqih. Sehingga Imam Syafii dianggap sebagai pendiri Ushul Fiqih.
Dalam karya-karya tulisnya, ia selalu memanfaatkan ruang dialog dengan baik. Ia menguraikan prinsip fiqih Ar Risalah dan mencoba menjembatani fiqih Hanafi dan Maliki. Hal itulah yang membuat ajarannya dijadikan salah satu pedoman fiqih dan semakin banyak diikuti.
Sumber : Brilio/SurauRiau
by Danu Wijaya danuw | Aug 17, 2018 | Artikel, Berita, Kisah Sahabat, Nasional
Asal muasal penggunaan lambang Garuda Pancasila sebagai lambang negara adalah bermula saat Sultan Abdurrahman Hamid Alkadrie II (Sultan Hamid II) memenangi sayembara lambang negara yang diadakan oleh Presiden Soekarno. Sebelumnya ada usulan lambang negara yang diajukan oleh Muhammad Yamin bergambar Banteng Matahari, namun ditolak oleh panitia karena masih ada pengaruh Jepang melalui penempatan sinar matahari.
Sejak Indonesia merdeka pada tahun 1945, hanya baru pada tahun 1950 kita memiliki lambang negara. Jadi selama 5 tahun itu Indonesia nirlambang negara.
Garuda Pancasila ditetapkan sebagai lambang Negara RI pada 11 Februari 1950 yang dituangkan dalam Peraturan Pemerintah No 66 Tahun 1951.
Ketika itu rancangan gambar bentuk kepala Rajawali Garuda Pancasila masih “gundul” dan tidak berjambul seperti bentuk sekarang ini. Bahkan pada awalnya memiliki bahu dan badan seperti mitologi, namun mendapat masukan dari Partai Masyumi untuk dipertimbangkan kembali.
Dialog intensif antara perancang (Sultan Hamid II), Presiden RIS Soekarno dan Perdana Menteri Mohammad Hatta, terus dilakukan untuk keperluan penyempurnaan rancangan itu. Mereka bertiga sepakat mengganti pita yang dicengkeram Garuda, yang semula adalah pita merah putih menjadi pita putih dengan menambahkan semboyan “Bhineka Tunggal Ika”.
Sultan Hamid II kembali mengajukan rancangan gambar lambang negara yang telah disempurnakan berdasarkan aspirasi yang berkembang, sehingga tercipta bentuk Rajawali-Garuda Pancasila. Disingkat Garuda Pancasila. Lalu Presiden Soekarno memperkenalkan lambang itu kepada masyarakat pada 15 Februari 1950 di Hotel Des Indes Jakarta.
Sebelumnya Garuda juga sudah menjadi lambang kerajaan atau stempel kerajaan di Jawa seperti Kerajaan Airlangga. Sejak abad ke-6 dengan digunakannya Garuda sebagai lambang pada Kerajaan Mataram Kuno (Garudamukha), Kerajaan Kedah (Garudagaragasi), Kerajaan Sumatera dan Kerajaan Sintang Kalimantan.
Selain itu Garuda juga sudah pernah dipakai sebagai lambang Kerajaan Samudera Pasai yang dulu kala berpusat di Aceh Utara. Kerajaan Samudera Pasai didirikan oleh Sultan Malikussaleh (Meurah Silu) pada abad ke 13 atau pada 1267.
Kesultanan Pasai, juga dikenal dengan Samudera Darussalam, atau Samudera Pasai, ini adalah kerajaan isalam yang yang terletak di pesisir pantai utara Sumatera, yang kurang lebih di sekitar Kota Lhokseumawe dan Aceh Utara, Propinsi Aceh, Indonesia.
Seorang petualang Ibnu Batuthah dalam bukunya Tuhfat al-Nazha menuturkan Samudera Pasai sudah menjadi pusat studi Islam di kawasan Asia Tenggara. Lambang Kerajaan Samudera Pasai dirancang oleh Sultan Samudera Pasai Sultan Zainal Abidin. Lambang burung itu bermakna syiar agama yang luas, berani dan bijaksana.
Lambang berisi kalimat Tauhid dan Rukun Islam. Rinciannya, kepala burung itu bermakna Basmallah, sayap dan kakinya merupakan ucapan dua kalimat Syahadat. Terakhir, badan burung itu merupakan Rukun Islam.
Pada 5 April 1950, Sultan Hamid II dikait-kaitkan dengan peristiwa Westerling sehingga harus menjalani proses hukum dan dipenjara selama 16 tahun oleh pemerintah Sukarno. Sejak itulah, nama Sultan Hamid II seperti dicoret dari catatan sejarah. Jarang sekali buku sejarah Indonesia yang terang-terangan menyebutkan Sultan Hamid sebagai pencipta gambar Burung Garuda. Orang lebih sering menyebut nama Muhammad Yamin sebagai pencipta lambang negara.
Ada kesan Sultan Hamid II yang sangat berjasa sebagai perancang lambang negara sengaja dihilangkan oleh pemerintahan Sukarno. Kesalahan sejarah itu berlangsung bertahun-tahun hingga pemerintahan Orde Baru.
Ketua DPR Akbar Tandjung pernah hadir dalam acara International Conference di Aceh Utara yang berlangsung pada 2 Juni 2000. Saat itu, Akbar Tandjung yang Ketua Umum Partai Golongan Karya juga mengusulkan agar nama baik Sultan Hamid Alkadrie II dipulihkan dan diakui sebagai pencipta lambang negara. Sayangnya, usulan itu cuma sampai di laci ketua DPRD saja tanpa ada langkah lanjutan hingga detik ini.
Sultan Hamid Alkadrie II melewati masa kecilnya di Istana Kadriah Kesultanan Pontianak yang dibangun pada 1771 Masehi. Dia sempat diangkat sebagai Sultan Pontianak VII pada Oktober 1945. Ayahnya adalah pendiri Kota Pontianak. Sultan Hamid II juga pernah menjadi Kepala Daerah Istimewa Kalbar pada 1948.
Sultan Hamid II dikenal cerdas. Dia adalah orang Indonesia pertama yang menempuh pendidikan di Akademi Militer Belanda (KMA) di Breda Belanda -semacam AKABRI- dengan pangkat letnan dua infanteri pada 1936. Dia juga menjadi ajudan “Ratu Juliana” dengan pangkat terakhir mayor jenderal.
Presiden Sukarno mengangkat Sultan Hamid sebagai Menteri Negara Zonder Porto Folio di Kabinet Republik Indonesia Serikat pada 1949-1950. Kemudian Sultan Hamid Alkadrie II diangkat sebagai Menteri Negara RIS pada tahun 20 desember 1949. Dalam kedudukannya ini, dia dipercayakan oleh Presiden Sukarno mengoordinasi kegiatan perancangan lambang negara. Hingga akhirnya berhasil menciptakan lambang Garuda Pancasila.
Sumber : Liputan6/BeritaSatu/Zulfanadhilla/BBC
by Danu Wijaya danuw | Nov 8, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
Ketika Utsman bin Affan bertemu dengan Rasulullah dan masuk Islam, Utsman bercerita, “Pada suatu perjalanan kembali ke negeri Syam, kami singgah di daerah antara Ma’an dan az-Zuqra’. Dalam kondisi setengah sadar, kami mendengar ada yang berseru, ‘Wahai orang-orang yang tidur, bangunlah! Ahmad telah diutus di Mekah. Ketika kami sampai di Mekah, kami mendengar tentangmu.”
Utsman bin Affan masuk Islam pada saat berumur 34 tahun, ia mengenal Islam lewat penawaran teman akrabnya, yakni Abu Bakar. Tanpa keraguan sedikit pun Utsman menerima Islam.
Setelah masuk Islam, Rasulullah menikahkan Utsman dengan putri beliau, yakni Ruqayyah. Awalnya, Ruqayyah adalah istri ‘Utbah bin Abu Lahab dan Ummu Kultsum (putri Rasulullah lainnya) adalah istri ‘Utaibah bin Abu Lahab. Namun ketika surah al-Lahab turun untuk mencela Abu Lahab dan juga keluarganya, maka kedua anak Abu Lahab ini menceraikan kedua putri Rasulullah.
Mendengar kabar ini, Utsman pun melamar Ruqayyah. Tak lama setelah perang Badar, Ruqayyah meninggal dunia. Utsman cukup terpukul atas kematian istrinya itu. Rasulullah pun begitu memahami perasaan Utsman, maka beliau menawarkan satu putrinya lagi yakni Ummu Kultsum.
Utsman pun menikahi Ummu Kultsum yang belum terjamah oleb ‘Utaibah, pada bulan Rabi’ul-Awwal tahun ke-3 Hijriyah. Dan keduanya baru berkumpul pada bulan Jumadits-Tsani. Mereka hidup bersama sampai Ummu Kultsum meninggal dunia tanpa mendapatkan seorang anak pun. Ummu Kultsum meninggal dunia pada bulan Sya’ban tahun ke-9 Hijriyah.
Rasulullah berkata, “Seandainya aku mempunyai sepuluh orang putri, maka aku akan tetap menikahkan mereka dengan Utsman.”
Kepribadian Utsman benar-benar merupakan gambaran dari akhlak yang baik (akhlakul karimah). Dia jujur, dermawan dan sangat baik hati. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam mencintai Utsman karena akhlaknya. Sebagaimana sabda Rasulullah, “…Ia (Utsman) adalah sahabatku yang paling menyerupaiku akhlaknya.”
Sumber: Jalansirah
Referensi : Abu Jannah. Sya’ban 1438 H. Serial Khulafa Ar-Rasyidin, Utsman bin Affan. Jakarta: Pustaka Al-Inabah
by Danu Wijaya danuw | Oct 30, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
Penunjukan Umar bin Khattab sebagai khalifah bukan semata hasil dari ijtihad Abu Bakar dan juga para sahabat. Telah disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda mengenai keduanya (Abu Bakar dan Umar bin Khattab), “Aku tidak tahu, berapa lama lagi aku akan tinggal bersama kalian. Maka ikutilah (petunjuk) dua orang setelahku.” Beliau menunjuk Abu Bakar dan Umar.
Rasulullah pernah bermimpi , “Aku melihat diriku mengambil air dengan ember bulat dari sebuah sumur. Lalu datanglah Abu Bakar, ia mengambil satu atau dua ember air dengan tarikan yang lemah, semoga Allah mengampuninya.
Lalu datanglah Umar bin Khattab, maka tiba-tiba ember tersebut menjadi besar. Aku belum pernah melihat seorangpun dari pembesar Quraisy mengambil air seperti dia. Orang-orang pun puas minum dan ternak-ternak mereka juga puas minum, mereka membawa ternak-ternak tersebut kembali ke tempat istirahatnya.”
An-Nawawi menafsirkan bahwa mimpi Rasulullah ini adalah masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar. Masa kekhalifahan Abu Bakar hanya berlangsung dua tahun beberapa bulan yang penuh dengan keberkahan. Adapun pada masa Umar, Islam tersebar ke berbagai negeri, banyak penaklukan, rampasan perang, dan sebagainya.
Sungguh Allah telah meninggikan dan memuliakan Islam, begitu halnya dengan pemeluknya.
Sumber: Abu Jannah. Sya’ban 1438 H. Serial Khulafa Ar-Rasyidin, Umar bin Khattab. Jakarta: Pustaka Al-Inabah
by Danu Wijaya danuw | Oct 14, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
ABU Hurairah adalah salah satu sahabat Nabi yang masuk Islam sesudah masa hijrah. Kecintaannya pada kebenaran telah membawanya kepada Islam setelah perang khaibar, pada tahun 7 Hijriyah sehingga menuntunya untuk bersahadat dihadapan Nabi Muhammad SAW.
Abu Hurairah berjumpa dengan Rasulullah hanya dalam kurun waktu yang cukup singkat. Selama empat tahun. Namun empat tahun ini tidak disia-siakannya. Ia pergunakan waktu tersebut untuk menjadi pelayan Rasulullah SAW dan dengan setia mengikuti kemana saja Rasulullah pergi.
Abu Hurairah tak pernah absen dari majlis yang Rasulullah laksanakan. Abu Hurairah tidak hanya belajar langsung dari sumbernya, namun juga merekam kata demi kata yang terucap dari mulut Nabi SAW. Ia juga menyimpan setiap momen persoalan yang Rasulullah selesaikan. Dimana nantinya akan berguna jika terjadi permasalahan yang sama.
Sebenarnya ada satu keistimewaan yang dimiliki oleh Abu Hurairah tetapi tidak dimiliki oleh sahabat yang lain. Abu Hurairah terkenal dengan ingatannya yang kuat.
Abu Hurairah bisa mengingat dengan mudah, termasuk semua perkataan dengan detil betapapun panjangnya. Dan ingatan itu bisa ia pertahankan hingga akhir hayatnya. Subhanallah sungguh karunia yang patut disyukuri oleh siapapun yang memperolehnya.
Abu Hurairah sadar bahwa ia amat tertinggal oleh sahabat lain yang sudah masuk Islam lebih dulu. Padahal ia begitu mencintai kebenaran, begitu mencintai Nabi SAW dan begitu mencintai dakwah. Ia ingin memberi andil dalam perjuangan Islam sesuai dengan apa yang ia mampu.
Namun, kesempatan berjihad di jalan Allah tidak selalu tersedia, lagipula semua sahabatpun mampu melakukannya. Berinfak dijalan Allah pun tidak selalu bisa ia lakukan, karena ia hanya seorang yang miskin yang tidak memiliki kebun, ternak maupun perniagaan.
Maka ia memutuskan untuk menjadi jalan dakwah dengan menjadi penyambung dakwah Nabi. Ia akan menyampaikan segala sesuatu yang didengar, dilihat dan dipahaminya dari segala sisi kehidupan Rasulullah SAW.
“Aku bukan lelaki yang kaya yang memiliki banyak kebun, pertanian dan peternakan sebagaimana kebanyakan lelaki dari kaum Anshor,” kata Abu Hurairah pada suatu ketika.
“Dan aku bukanlah seorang lelaki kaya yang memiliki banyak bisnis perniagaan seperti yang dimiliki oleh kebanyakan kaum muhajirin,” lanjutnya.
“Maka aku memiliki waktu yang lebih banyak dari mereka untuk bisa menghadiri majlis-majlis Nabi, selalu ada di dekat Nabi, di saat mereka sedang absent atau sedang dalam kesibukan. Dan aku bisa mengingat dengan sangat baik apa-apa yang Rasul tunjukan, katakan dan jelaskan,” jawab Abu Hurairah ketika ada orang yang mempertanyakan bagaimana bisa ia memiliki perbendaharaan hadits yang begitu banyak, hingga melebihi apa yang dimiliki oleh mereka yang masuk Islam lebih dulu.
Pada suatu ketika, bertahun-tahun setelah Rasul wafat dan kekhalifahan telah diganti oleh beberapa sahabat Nabi, Marwan bin Hakam yang hidup pada masa kekhalifahan Bani Umayyah bermaksud menguji ingatan Abu Hurairah. Ia diminta untuk menyebutkan beberapa Hadits yang diketahuinya, dan tanpa sepengetahuan Abu Hurairah seseorang pencatat menuliskan apa yang ia ucapkan.
Setelah setahun berlalu, Marwan kembali memanggil Abu Hurairah dan memintanya untuk menyampaikan sejumlah hadits yang sama seperti tahun lalu. Ternyata, Abu Hurairah menyebutkan hadits-hadits itu dalam susunan kata yang sama persis dengan yang ia sampaikan setahun lalu. Maka khalifah Marwan pun semakin yakin bahwa Abu Hurairah memiliki ingatan yang sangat kuat.
Abu Hurairah tidak hanya dikaruniai ingatan yang kuat, tetapi Allah juga memberinya umur yang panjang, yaitu kurang lebih 78 tahun. Dia hidup hampir 50 tahun selepas wafatnya Nabi dan melewati berbagai macam masa pemerintahan Islam.
Tetapi satu yang tak pernah berubah. Ia terus memberikan andil bagi umat Islam yaitu dengan menyampaikan hadits-hadits Rasulullah SAW. Semoga Allah meridhainya.
Sumber: Ummi Online
by Danu Wijaya danuw | Oct 7, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
Rasulullah shalallahu alaihi wassalam mempunyai sahabat-sahabat terbaik yang dijamin masuk surga yang abadi karena keistimewaan dan perjuangan mereka. Dijuluki Asratul Kiraam. Dan itu semua menambah kemuliaan mereka. Dalam firman-Nya dijelaskan,
“Dan orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridho kepada mereka dengan mereka dan mereka ridho kepada Allah. Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang agung.” (Qs At-Taubah : 100)
Berikut ini 10 orang sahabat Rasul yang dijamin masuk surga
1. Abu Bakar Siddiq ra.
Beliau adalah khalifah pertama sesudah wafatnya Rasulullah Saw (632-634) selama 2 tahun. Selain itu Abu bakar juga merupakan laki-laki pertama yang masuk Islam, pengorbanan dan keberanian beliau tercatat dalam sejarah, bahkan juga didalam Quran (Surah At-Taubah ayat ke-40)
Abu Bakar adalah ayah dari Aisyah, istri Nabi Muhammad saw. Rasulullah memberinya gelar Ash-Shiddiq (artinya ‘yang berkata benar’) setelah Abu Bakar membenarkan peristiwa Isra Miraj, sehingga lebih dikenal “Abu Bakar ash-Shiddiq”. Abu Bakar Shiddiq dikenal selalu dekat dan menemani perjuangan Rasulullah termasuk ketika menemani Hijrah ke Madinah. Beliau meninggal dalam umur 63 tahun, dikuburkan disamping Rasulullah. Dari beliau diriwayatkan 142 hadits.
2. Umar Bin Khatab ra.
Beliau adalah khalifah kedua sesudah Abu Bakar (634-644) selama 10 tahun. Umar termasuk salah seorang yang sangat dikasihi oleh Nabi Muhammad Saw semasa hidupnya. Sebelum memeluk Islam, Beliau merupakan musuh yang paling ditakuti oleh kaum Muslimin. Namun semenjak ia bersyahadat dihadapan Rasul (tahun keenam sesudah Muhammad diangkat sebagai Nabi Allah), ia menjadi salah satu benteng Islam yang mampu menyurutkan perlawanan kaum Quraish terhadap diri Nabi dan sahabat.
Dizaman kekhalifahannya, Islam berkembang seluas-luasnya dari Timur hingga ke Barat, kerajaan Persia dan Romawi Timur dapat ditaklukkannya dalam waktu hanya satu tahun. Islam mengambil alih Mesopotamia dan sebagian Persia dari tangan dinasti Sassanid dari Persia (yang mengakhiri masa kekaisaran sassanid) serta mengambil alih Mesir, Palestina, Syria, Afrika Utara dan Armenia dari kekaisaran Romawi (Byzantium).
Umar memiliki julukan yang diberikan oleh Muhammad yaitu Al-Faruk (berarti orang yang bisa memisahkan antara kebenaran dan kebatilan). Beliau meninggal dalam umur 64 tahun, karena dibunuh orang majusi, dikuburkan berdekatan dengan Abu Bakar dan Rasulullah dibekas rumah Aisyah yang sekarang terletak didalam masjid Nabawi di Madinah.
3. Usman Bin Affan ra.
Beliau adalah khalifah ketiga sesudah Umar bin Khattab (644-656) selama 12 tahun. Pada masa kekhalifahannya berhasil membukukan Al Qur’an yang dinamakan Mushaf Ustmani.
Utsman bin Affan adalah seorang yang saudagar yang kaya dan dermawan. Selain itu sahabat nabi yang satu ini memiliki sifat yang sangat pemalu.
Ia mendapat julukan Dzunnurain, (yang berarti yang memiliki dua cahaya). Julukan ini didapat karena Utsman telah menikahi puteri kedua dan ketiga dari Rasullah Saw yaitu Ruqayah dan Ummu Kaltsum. Beliau meninggal dalam umur 82 tahun (ada yang meriwayatkan 88 tahun) dan dikuburkan di Baqi’.
4. Ali Bin Abi Thalib ra.
Merupakan khalifah keempat sesudah Ustman (656-661) yang memerintah selama 6 tahun. Beliau terkenal dengan siasat perang dan ilmu pengetahuan yang tinggi.
Ali bin Abi Thalib merupakan keponakan Rasulullah yang masuk islam sejak usia 8 tahun. Beliau sudah mengikuti Rasulullah sejak kecil sampai diangkat menjadi Rasulullah. Ali menikahi puteri Rasul bernama Fatimah Az Zahra. Ali bin Abi Thalib meninggal dalam umur 64 tahun dan dikuburkan di Koufah, Irak sekarang.
5. Thalhah Bin Abdullah ra.
Masuk Islam dengan perantaraan Abu Bakar Siddiq ra, Ia selalu aktif disetiap peperangan selain Perang Badar. Didalam perang Uhud, beliaulah yang gagah mempertahankan keselamatan Rasulullah Saw sehingga terhindar dari mata pedang musuh, sehingga putus jari-jari beliau.
Thalhah Bin Abdullah gugur dalam Perang Jamal dimasa pemerintahan Ali Bin Abi Thalib dalam usia 64 tahun, dan dimakamkan di Basrah.
6. Zubair Bin Awaam
Memeluk Islam juga karena Abu Bakar Siddiq ra, ikut berhijrah sebanyak dua kali ke Habasyah dan mengikuti semua peperangan. Ia adalah orang yang pertama kali menghunus pedangnya di perang fi sabilillah ketika pertamakali Rasulullah diganggu.
Zubair disebut Hawaryy Rasulullah saw (Teman setia Rasulullah), karena selalu merespon lebih dahulu setiap peperangan yang Rasulullah tanyakan. Beliau pun gugur dalam perang Jamal dimasa Ali dan dikuburkan di Basrah pada umur 64 tahun.
7. Sa’ad bin Abi Waqqas
Mengikuti Islam sejak umur 17 tahun dan mengikuti seluruh peperangan, pernah ditawan musuh, lalu ditebus oleh Rasulullah sewaktu perang Uhud. Saad masih termasuk sepupu Rasulullah dari keturunan pihak Ibu Rasulullah.
Sosoknya tidak terlalu tinggi namun bertubuh tegap dengan potongan rambut pendek. Orang-orang selalu membandingkannya dengan singa muda. Ia berasal dari keluarga bangsawan yang kaya raya dan sangat disayangi kedua orangtuanya, terutama ibunya. Meski berasal dari Makkah, ia sangat benci pada agamanya dan cara hidup yang dianut masyarakatnya. Ia membenci praktik penyembahan berhala yang membudaya di Makkah saat itu.
Penolakan kaisar Persia membuat air mata Sa’ad bercucuran. Berat baginya melakukan peperangan yang harus mengorbankan banyak nyawa. Kepahlawanan Sa’ad bin Abi Waqqas tertulis dengan tinta emas saat berhasil memenangkan pertempuran memimpin pasukan Islam melawan tentara Persia di Qadissyah. Peperangan ini merupakan salah satu peperangan terbesar umat Islam.
8. Sa’id Bin Zaid
Sa’id bin Zaid adalah salah satu sahabat penting Nabi Muhammad. Sudah Islam sejak kecilnya, mengikuti semua peperangan kecuali Perang Badar.
Ia juga dijuluki “Abu al-Aawar”. Ia lahir merupakan beberapa orang pertama yang awal masuk Islam. Said bin Zaid adalah sepupu Umar bin Khatthab ra, dan menikah dengan saudara Umar, Ummu Jamil binti Khattab.
Ia menjadi wasilah masuk Islamnya Umar bin Khattab ketika dilabrak sedang baca Al Qur’an. Said termasuk sahabat generasi terakhir yang menyaksikan penuh fitnah dimasa Bani Ummayah. Said meninggal tahun 51 H saat kekhalifahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Saat itu ia tengah berusia lebih dari 70 tahun.
9. Abdurrahman Bin Auf
Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh Abdurrahman bin Auf memelopori dengan menyerahkan dua ratus uqiyah emas.
Ketika hijrah ke Madinah, Abdurahman bin Auf meninggalkan semua kekayaannya. Ia dipersaudarakan dengan Anshar bernama Saad bin Rabi, yang menawarkan bantuan harta serta istri. Namun semua itu ditolak, Abdurahman hanya berkata, “Tunjukkan aku letak pasar.”
Dalam waktu singkat ia berhasil memperoleh kekayaannya kembali. Bahkan sampai menyingkirkan pedagang Yahudi demi ekonomi umat Islam. Ia dijuluki ‘Sahabat Bertangan Emas’, sebab segala sesuatu yang disentuhnya menjadi kekayaan. Bahkan saking kayanya, semua penduduk Madinah sudah pernah mendapat harta Abdurahman bin Auf.
Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka’ab At-Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.
Sebelumnya turut berhijrah ke Habasyah sebanyak 2 kali. Meninggal pada umur 72 tahun (ada yang meriwayatkan 75 tahun), dimakamkan di baqi’.
10. Abu Ubaidillah Bin Jarrah
Masuk Islam bersama Usman bin Math’uun. Dirinya turut berhijrah ke Habasyah pada periode kedua. Ia mengikuti semua peperangan bersama Rasulullah Saw.
Pada saat perang Uhud, ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terkena lemparan sehingga dua bulatan besi menancap di dahinya, Abu Ubaidah cepat-cepat menuju Rasulullah untuk mencabutnya dari wajah Rasulullah.
Ubaidah mengambil dengan gigi serinya salah satu bulatan besi itu, lalu mencabutnya dan jatuh ke tanah, gigi serinya pun jatuh bersamanya. Kemudian ia mengambil sepotong besi lainnya dengan gigi serinya yang lain sampai jatuh. Sejak saat itu, Abu Ubaidah di tengah khalayak dijuluki dengan Atsram (yang terpecah giginya, atau jatuh dari akarnya).
Setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, Abu Ubaidah radhiallahu ‘anhu berjalan di bawah panji Islam. Sekali waktu ia bersama para pasukan biasa, dan pada kesempatan yang lain bersama para panglima. Sampai datanglah masa Umar radhiallahu ‘anhu, ia menjabat sebagai panglima pasukan Islam di salah satu peperangan besar di Syam. Ia mendapatkan kemenangan dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam peperangan ini, hingga ia menjadi hakim dan gubernur negeri Syam, dan perintahnya ditaati.
Meninggal pada tahun 18 H di urdun (Syam) karena penyakit pes, dan dimakamkan di Urdun, Yordania yang telah dibersihkan dari paham majusi dan romawi. Sampai saat ini masih sering diziarahi oleh kaum Muslimin.
Sumber : Sirah Sahabat Nabi saw