Ahmad Antoni, wartawan Harian Seputar Indonesia yang ikut menumpang helikopter Basarnas nahas, lolos dari maut karena lebih dulu turun dari helikopter sesaat sebelum heli tersebut jatuh di kawasan Gunung Butak, Temanggung, Jawa Tengah.
Ahmad mengatakan, sebelum helikopter jatuh, ia dan tim SAR sempat shalat zuhur berjamaah.
Shalat zuhur terakhir tim Basarnas itu dilakukan saat mereka istirahat di kawasan lapangan Tol Fungsional Gringsing. Mereka beristirahat untuk melepas lelah usai memantau kondisi arus balik Kendal dari udara.
Saat sedang beristirahat, tiba-tiba ada kabar terjadi insiden letusan kawah Sileri di Dieng, Banjarnegara. Namun saat itu belum ada instruksi menuju ke lokasi letusan. Tim kemudian memutuskan untuk makan siang dan shalat zuhur berjamaah.
“Usai makan sebelum balik, saya bersama pilot dan copilot beserta krunya menyempatkan untuk shalat Zuhur berjamaah di mushala yang ada di rumah makan tersebut.
‘Pak monggo jadi Imam,’ pinta Kapten Haryanto kepada saya. Tapi saya tak mengiyakan dan meminta pengunjung lain yang seorang bapak paruh baya menjadi imam,” kisah Ahmad.
Selain kenangan shalat jamaah terahir itu, Ahmad menceritakan kisahnya ikut terbang selama 2 jam bersama tim Basarnas. Ahmad mengawali ceritanya dari saat dia diminta ikut terbang memantau kondisi dengan menggunakan helikopter.
Sebelum terbang dari Lanud Ahmad Yani, Ia mengatakan melihat sejumlah kru sedang melakukan persiapan dan pengecekan helikopter.
Setelah itu sekitar pukul 09.30 WIB, tim melakukan briefing. Kapten Haryanto, pilot helikopter, memimpin doa dan mengajak tos bersama di samping heli. Sebelum tos, Kapten Haryanto sempat meminta foto bersama.
Selain kru Basarnas, turut pula sejumlah wartawan, yakni dari Suara Merdeka dan Net TV.
Helikopter lalu terbang mengudara di langit Semarang melewati Kendal, menuju Tol Fungsional Gringsing hingga Brebes Exit.
Agenda kegiatan hari itu memang memantau lewat udara jalur arus balik. Selama dua jam terbang, kondisi helikopter stabil. Namun saat mendarat di lapangan Tol Gringsing, helikopter sempat bergetar.
“Seorang rekan jurnalis sempat bertanya kepada pilot ‘Kenapa kok rasanya bergetar-getar begitu Mas?’
Kapten Haryanto pun menjawab kalau hal itu lebih karena faktor terbang di atas perbukitan dengan kondisi angin yang kencang karena kawasan tersebut dekat dengan laut,” cerita Ahmad.
Heli mendarat dengan mulus dan kru beristirahat untuk mengisi perut. Setelah itu, pukul 14.00 WIB Ahmad memutuskan untuk pamit ke Semarang via jalur darat.
Ahmad bersama rekan wartawan lainnya diantar menggunakan mobil Basarnas ke Lanus Ahmad Yani. Kala itu Ahmad belum mendengar kabar apapun soal kondisi helikopter.
Hingga akhirnya pada pukul 18.15 WIB dia baru mendapat kabar kalau Helikopter Basarnas jatuh. Ingatannya pun kembali saat dia ikut patroli bersama tim Basarnas dari pagi hingga siang tadi.
“Kabar itu begitu cepat hingga dipastikan jika heli yang dipiloti kapten Haryanto mengalami kecelakaan menabrak tebing gunung Batok. Banyak SMS, BBM dan telp dari teman-teman pada bertanya tentang kondisi saya,” kata dia.
Ahmad langsung mengecek kondisi rekan wartawan lainnya yang sempat ikut terbang. Tidak ada wartawan yang ikut rombongan ke lokasi Kawah Sileri.
Dalam hati Ahmad juga berdoa agar kru Basarnas selamat. Namun nasib berkata lain, 8 orang kru yang ikut ke Kawah Sileri, semuanya gugur.
“Anda adalah pahlawan kemanusian sejati. Selamat Jalan semuanya, semoga istirahat dengan tenang, Khusnul Khotimah. Amin YRA,” tutup Ahmad.
Sumber : Kumparan