Oleh: Ust. Fahmi Bahreisy, Lc
Tidak terasa waktu berjalan dengan sangat cepat dan saat ini kita berada di penghujung tahun 2016 masehi. Tahun 2016 akan menjadi kenangan dan cerita, kemudian tahun 2017 akan datang menyambut kita semua. Malam pergantian tahun merupakan momen yang paling ditunggu-tunggu oleh sebagian besar masyarakat Indonesia dan warga dunia.
Berbagai macam persiapan diatur sebaik mungkin untuk menyambut datangnya tahun baru. Mereka rela berlarut malam agar tidak kehilangan momentum ini. Ratusan miliyar bahkan triliyunan mereka keluarkan demi suksesnya acara pergantian tahun. Tidak sedikit yang menjadikan malam pergantian tahun sebagai ajang untuk melakukan pelanggaran dan kemaksiatan.
Sungguh hal ini merupakan sebuah kondisi yang menyedihkan dan jauh dari syariat Islam, terlebih lagi hal itu dilakukan juga oleh sebagian besar kaum muslimin. Lantas bagaimana seharusnya seorang muslim menyikapi tahun baru masehi ini?
Ada dua sikap utama yang harus dimiliki oleh setiap muslim dalam menghadapi momen pergantian tahun. Yang pertama ialah bersyukur kepada Allah atas kesempatan yang Ia berikan kepada kita. Kesempatan untuk memperbaiki diri dan bertaubat kepada-Nya. Kesempatan untuk menambah amal shaleh dan memperbanyak pahala.
Pasalnya, nikmat waktu atau kesempatan merupakan salah satu kenikmatan terbesar yang Allah berikan kepada kita. Waktu yang Allah sediakan untuk kita merupakan sarana untuk melakukan berbagai macam aktifitas kebaikan. Namun, nikmat ini pula yang sering dilupakan dan diabaikan oleh manusia sebagaimana yang terjadi saat pergantian tahun. Rasulullah saw bersabda, “Ada dua nikmat yang sering dilupakan oleh kebanyakan manusia; kesehatan dan waktu luang.”
Banyak kaum muslimin yang tidak menyadari bahwa tahun baru adalah kenikmatan yang seharusnya dihadapi dengan rasa syukur kepada Allah, bukan dengan kemaksiatan dan kegiatan yang bisa melalaikan dirinya dari Allah. Ia habiskan waktu dan hartanya hanya untuk bersenang di dalamnya, padahal perbuatan yang seperti itu merupakan perbuatan yang sangat dicela dan dimurkai oleh Allah SWT.
Sikap yang kedua ialah melakukan muhasabah atau evaluasi diri, baik itu dilakukan secara individu atau secara berjama’ah. Sebab, proses untuk melakukan perbaikan diri harus diawali dengan muhasabah. Terjadinya pergantian tahun seharusnya menjadi momen yang paling tepat bagi kita untuk melakukan introspeksi diri atas apa yang telah kita lakukan sebelumnya. Meskipun proses muhasabah ini sebenarnya sudah menjadi rutinitas seorang muslim yang baik.
Bahkan para salaf telah mencontohkan kepada kita bagaimana menjadikan muhasabah sebagai aktifitas rutin mereka setiap hari. Salah seorang salaf berkata, “Setiap kali aku akan mulai tidur, aku menghitung-hitung amalanku. Jika yang kudapatkan adalah kebaikan, maka aku bersyukur. Dan jika aku dapatkan amalanku adalah keburukan aku beristighfar kepada Allah.”
Dalam sebuah riwayat dari Ibnu Hibban yang diriwayatkan oleh Abu Dzar r.a. disebutkan bahwa Rasulullah saw bersabda, “Dalam shuhuf Ibrahim a.s. tertulis: Orang yang berakal wajib membagi waktunya menjadi berikut ini; Waktu untuk bermunajat kepada-Nya, waktu untuk melakukan muhasabah, waktu untuk merenungkan ciptaan-Nya, dan waktu untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya.
Oleh sebab itu, muhasabah merupakan kegiatan rutin yang harusnya dimiliki oleh setiap muslim agar ia menjadi hamba yang lebih baik lagi, terlebih lagi dalam momen pergantian tahun. Sebagaimana seorang direktur setiap pekan atau bulan atau setiap tahun melakukan evaluasi terhadap pekerjaan dan karyawannya agar bisnisnya semakin baik, begitu pula seorang muslim ia harus melakukan evaluasi diri.
Apalagi proses muhasabah yang dilakukan oleh seorang muslim tidak hanya akan membawa kebaikan baginya di dunia, tetapi juga di akhirat kelak. Semakin dia rajin melakukan muhasabah, maka akan ia akan semakin menghargai waktu yang diberikan oleh Allah, dan akan semakin sadar bahwa ia akan dimintai pertanggung jawaban atas nikmat waktu tersebut.
Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Tidak akan bergeser kaki seorang hamba pada hari kiamat kelak sampai ia ditanyakan akan empat hal; Tentang umur ia habiskan untuk apa?, tentang masa mudanya ia pergunakan untuk apa, dan hartanya dari mana ia dapatkan dan untuk apa ia belanjakan, serta ilmunya untuk apa ia amalkan?”
Inilah dua hal yang hendaknya kita lakukan pada malam pergantian tahun, agar pada tahun berikutnya kehidupan kita semakin diberkahi dan berguna. Tidak lupa dalam momen pergantian tahun ini hendaknya kita mengingat sebuah ucapan dari imam Hasan al-Bashri rahimahullah, “Sesungguhnya engkau itu adalah hari, jika harimu telah berlalu, maka itu berarti sebagian dari dirimu telah tiada.”
Pergantian tahun menandakan bahwa sebagian dari diri kita telah hilang dan tiada. Maka, sikapilah momentum pergantian tahun dengan bijak agar kita menjadi orang-orang yang beruntung.
Wallahu a’lam