Oleh: Ahmad Sodikun, S.Pd.I., M.Pd.I
Syaikh Nashr bin Muhammad As-Samarqandi dalam Syathrun Mintanbiihil Ghafilin menyebutkan, “Sebagian para tabi’in berkata “Barang siapa mendapat berbagai nikmat hendaknya mengucapkan Alhamdulillah. Barang siapa sering merasa sedih dan gelisah hendaknya mengucapkan istighfar (astaghfirullah). Barang siapa ditimpa kemiskinan hendaknya mengucapkan laa haulaa walaa quwwata illaa billahil ‘aliyyil ‘adziim.”
Membaca tahmid (Alhamdulillah) ketika mendapatkan nikmat merupakan salah satu indikator orang yang bersyukur. Pertanyaannya “Apakah bersyukur cukup hanya dengan mengucapkan hamdalah (Alhamdulillah)?
Ibnu Qudamah rahimahullah berkata “Syukur (yang sebenarnya) adalah dengan hati, lisan dan anggota badan (Minhajul-Qasidin hal.103).
Adapun tugasnya hati dalam bersyukur kepada Allah ‘Azza wa Jalla adalah :
1. Mengakui dan meyakini bahwa nikmat tersebut semata-mata datangnya dari Allah Ta’ala dan bukan dari selain-Nya. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا بِكُمْ مِنْ نِعْمَةٍ فَمِنَ اللَّهِ
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya)….” (QS. An-Nahl : 53).
Meskipun secara zahir kita mendapatkan nikmat itu melalui banyak wasilah misalkan dari teman kita, aktivitas jual beli, bekerja atau yang lainnya, semuanya itu adalah hanyalah perantara yang Allah Ta’ala gunakan untuk memberikan nikmat-Nya.
2. Mencintai Allah Ta’ala sang pemberi nikmat.
3. Meniatkan untuk menggunakan nikmat itu di jalan yang Allah ridhai.
Adapun tugasnya lisan adalah memuji dan menyanjung Dzat yang telah memberikan nikmat tersebut pada kita. Hamba yang bersyukur kepada Allah Ta’ala ialah hamba yang bersyukur dengan lisannya. Allah sangat senang apabila dipuji oleh hamba-Nya. Allah cinta kepada hamba-hamba-Nya yang senantiasa memuji Allah Ta’ala.
وَأَمَّا بِنِعْمَةِ رَبِّكَ فَحَدِّثْ
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu maka hendaklah kamu menyebut-nyebutnya (dengan bersyukur)”. (QS. Adh Dhuha: 11)
Seorang hamba yang setelah makan mengucapkan rasa syukurnya dengan berdoa, maka ia telah bersyukur. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam, dari Mu’adz bin Anas, dari ayahnya ia berkata, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ أَكَلَ طَعَامًا فَقَالَ الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِى أَطْعَمَنِى هَذَا وَرَزَقَنِيهِ مِنْ غَيْرِ حَوْلٍ مِنِّى وَلاَ قُوَّةٍ . غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang makan makanan kemudian mengucapkan: “Alhamdulillaahilladzii ath’amanii haadzaa wa rozaqoniihi min ghairi haulin minnii wa laa quwwatin” (Segala puji bagi Allah yang telah memberiku makanan ini, dan merizkikan kepadaku tanpa daya serta kekuatan dariku), maka diampuni dosanya yang telah lalu.” (HR. Tirmidzi no. 3458. Tirmidzi berkata, hadits ini adalah hadits hasan gharib. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata :
إِنَّ اللَّهَ لَيَرْضَى عَنِ الْعَبْدِ أَنْ يَأْكُلَ الأَكْلَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا أَوْ يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya Allah Ta’ala sangat suka kepada hamba-Nya yang mengucapkan tahmid (alhamdulillah) sesudah makan dan minum” (HR. Muslim no. 2734).
Sementara tugasnya anggota badan adalah menggunakan nikmat tersebut untuk melakukan amal sholeh dan menahan diri agar jangan menggunakan kenikmatan itu untuk bermaksiat kepada-Nya. Dan semua yang kita lakukan akan ditanya dan dimintai pertanggungjawabannya.
ثُمَّ لَتُسْأَلُنَّ يَوْمَئِذٍ عَنِ النَّعِيمِ
“Kemudian engkau pasti akan ditanya pada hari itu tentang kenikmatan (yang telah engkau terima di dunia)“. (QS. At-Takatsur : 8)
Saudaraku mari kita jadikan syukur mendarah daging dengan tubuh, kemudian menjadi nafas kehidupan serta menjadi tingkah laku dan perbuatan kita. Dengan demikian sebenarnya kita telah mendapatkan kenikmatan yang jauh lebih besar daripada nikmat yang telah kita terima. Al-Hasan meriwayatkan :
“Apabila Allah memberi seorang hamba nikmat, besar maupun kecil, lalu ia bersyukur kepada Allah, maka ia telah diberi nikmat yang lebih besar dari yang ia terima.” (H.R. Hakim)
Wallahu a’lam