by Farid Numan Hasan faridnuman | Apr 17, 2016 | Adab dan Akhlak, Artikel
Oleh: Farid Nu’man Hasan
Berikut ini adalah sebagian adab-adab yang mesti diperhatikan setiap muslim yang senantiasa menyibukkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu agama, baik dia seorang dosen, guru, pelajar, mahasiswa, jamaah masjid, aktivis Islam, dan juga manusia pada umumnya.
1. Menuntut Ilmu adalah bekal bagi kemakmuran dunia dan kebaikan akhirat, bukan bekal untuk berdebat dan kesombongan.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang bodoh, atau berbangga di depan ulama, atau mencari perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka“.
(HR. Ibnu Majah No. 253. At Tirmidzi No. 2654. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 253, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2654, Misykah Al Mashabih No. 225, 226, Shahihul Jami’ No. 6382)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Janganlah kalian menuntut ilmu dengan maksud berbangga di depan ulama, mendebat orang bodoh, dan memilih-milih majelis. Barangsiapa yang melakukan itu maka dia di neraka, di neraka”
(HR. Ibnu Majah No. 254, Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 1725, Ibnu Hibban No. 77, Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihain, No. 290. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib No. 102, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 254).
2. Ilmu bukan untuk tujuan rendah keduniaan, tetapi mencari ridha Allah Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu yang dengannya dia menginginkan wajah Allah, (tetapi) dia tidak mempelajarinya melainkan karena kekayaan dunia, maka dia tidak akan mendapatkan harumnya surga pada hari kiamat.”
(HR. Abu Daud No. 3664, Ibnu Majah No. 252, Ibnu Hibban No. 78, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, No. 288, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani mengatakan shahih lighairih. Lihat Shahih Targhib wat Tarhib No. 105. Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 3664, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah, No. 252).
Dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam:
“Barangsiapa diantara mereka beramal amalan akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian apa-apa di akhirat.”
(HR. Ahmad No. 20275. Ibnu Hibban No. 405, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 7862, katanya: sanadnya shahih. Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad adalah shahih, Majma’ Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al Ilmiyah).
3. Memurnikan niat untuk Allah Ta’ala semata adalah tujuan utama
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
“Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk selain Allah atau dia maksudkan dengannya selain Allah, maka disediakan baginya kursi di neraka.”
(HR. At Tirmidzi No. 2655, katanya: hasan gharib. Ibnu Majah No. 258. Didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dhaif Al Jami Ash Shaghir No. 5530, 5687).
*bersambung
by Danu Wijaya danuw | Apr 9, 2016 | Artikel, Dakwah
Oleh : Persatuan Ulama Islam Sedunia (Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin)
Kita meyakini sesungguhnya Islam memuliakan wanita sebagai manusia. Wanita mendapat beban yang sama seperti pria, ia juga memiliki hak dan kewajiban. Allah swt berfirman
“Maka Tuhan memperkenankan permohonan mereka (dengan berfirman): Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kalian, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kalian adalah turunan dari sebagian yang lain” (Q.S. Al Imran : 195).
Maksudnya dari sebagian laki-laki dan perempuan di antara mereka. Laki-laki menyempurnakan wanita. Demikian pula sebaliknya, perempuan menyempurnakan laki-laki.
Sesungguhnya Islam telah menetapkan persamaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal kemuliaan dan tanggung jawab secara umum. Sebab “wanita adalah belahan dari pria” (H.R. Ahmad dari Aisyah).
Adapun terkait tugas masing-masing dalam keluarga dan masyarakat, Islam menetapkan sikap proporsional bagi laki-laki dan perempuan terkait dengan hak dan kewajiban mereka. Dan itu merupakan hakikat keadlian.
“Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf” (Q.S. Al Baqarah : 228)
Sesungguhnya agama Islam senantiasa menjaga wanita, entah ia sebagai anak perempuan, istri, ibu, atau anggota keluarga dan masyarakat Islam juga memberikan kesempatan yang luas pada wanita untuk ikut serta dalam beribadah, belajar dan bekerja. Khususnya ketika itu menjadi tuntutan diri, keluarga, atau masyarakatnya dengan tetap memperhatikan karakteristiknya sebagai wanita, isteri, dan ibu rumah tangga yang membutuhkan jaminan perlindungan dan pemeliharan diri dari berbagai bentuk tindak penganiayaan.
Termasuk dari sikap suaminya ketika berbuat aniaya, tindakan orangtuanya ketika melampaui batas, dan sikap anaknya yang durhaka dan menyakiti. Selain itu, wanita boleh bekerja dengan syarat tidak berbenturan dengan kewajibannya dalam memberikan perhatian kepada rumah tangga, suami, dan anak.
Tugas membina rumah tangga bagi wanita merupakan tugas yang paling prioritas. Tidak seorangpun yang dapat mengambil alih pekerjaan itu. Namun jika masih memiliki waktu yang cukup maka ia dapat mengisinya dengan melakukan tugas-tugas kemasyarakatan. Ruang lingkup kewajiban tersebut bergantung pada kondisi dan situasi dirinya, masyarakatnya, kebutuhannya, dan kemajuannya.
Wanita dapat melakukan aktivitas di semua aspek termasuk sosial, ekonomi, dan politik bagi sebagai pemilih maupun sebagai pihak yang dipilih , kecuali dalam kepemimpinan tertinggi. Bahkan Islam memposisikan wanita sebagai mitra laki-laki dalam menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar, serta dalam memerangi kejahatan dan kerusakan.
“Orang-orang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf serta mencegah dari yang mungkar” (Q.S. at Taubah : 71)
Bertolak dari aspek kemanusiaan dan kemuliaan wanita, Islam tidak membenarkan wanita dijadikan sebagai alat pembangkit birahi, permainan dan pemenuh kenikmatan secara murahan. Dalam bertemu dengan pria asing, Islam mewajibkan wanita untuk menjaga rasa malu dan kehormatan, menjaga adab dan wibawa, baik dalam berpakaian, berdandan, berjalan, beraktifitas, berbicara, maupun dalam menatap sehingga tidak ada yang berani mengganggunya.
“Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah dikenal sehingga mereka tidak diganggu” (Q.S. Al Ahzab : 59)
Islam juga meminta kepada setiap laki-laki agar ketika bertemu dengan wanita menjaga adab yang sama. Islam tidak memposisikan laki-laki dan perempuan dalam posisi yang serba salah. Islam juga tidak membuat mereka merasa berdosa ketika harus terlibat dalam berbagai aktivitas sosial. Hanya saja, Islam mewarnainya dengan adab-adab syar’i sebagaimana berbagai aktivitas lain. Islam meletakkan panduan bagi wanita yang dapat menjaga diri berikut masyarakatnya.
Misalnya menutup aurat, larangan berduaan, pemberian batas-batas ikhtilath, dan hal lain yang terkait dengan keterlibatan wanita dalam aktivitas sosial. Sebagiannya merupakan adab yang bersifat perlindungan. Sebagian lain adalah bentuk antisipasi terhadap hal-hal yang merusak dan diharamkan. Semua itu ditetapkan dalam kerangka mengatur keterlibatan wanita dalam aktivitas sosial, bukan untuk melarangnya. Karenanya tidak aneh bila sejarah Islam dipenuhi oleh para wanita muslimah yang sangat berperan dalam bidang kelimuan, politik, seni atau bahkan dalam jihad Islam.
Referensi: 25 Prinsip Islam Moderat
Penyusun: Al Ittihad al Alamiy li Ulama al Muslimin (Persatuan Ulama Islam Sedunia)
Penerbit: Sharia Consulting Center (Pusat Konsultasi Syariah)
by Farid Numan Hasan faridnuman | Mar 1, 2016 | Artikel, Buletin Al Iman
Oleh: Farid Nu’man Hasan
Berikut ini adalah adab-adab dalam bergurau yang mesti diperhatikan:
Pertama, hindari berbohong. Tidak sedikit manusia berbohong hanya untuk mencari perhatian dan tawa manusia. Kadang mereka mencampurkan antara yang fakta dan kebohongan atau ada yang bohong sama sekali. Islam mengajar umatnya untuk jujur baik dalam serius maupun candanya.
Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya kecuali jika dia meninggalkan berbohong ketika bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar.” (HR. Ahmad).
Dr. Muhammad Rabi’ Muhammad Jauhari mengatakan: “Beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) memberikan arahan kepada para sahabatnya agar memiliki komitmen yang kuat untuk jujur dalam bergurau dan memperingatkan dari dusta saat bergurau.
Dari Bahz bin Hakim, katanya: berkata ayahku, dari ayahnya, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Celakalah bagi yang bicara lalu dia berdusta hanya untuk membuat orang tertawa, celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi). (Akhlaquna, Hal. 179. Cet. 4, 1999M/1420H. Maktabah Darul Fakhr Al Islamiyah).
Kedua, hindari kata-kata kotor, kasar, dan keji. Kadang ada orang yang bergurau dengan menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas, baik mengandung porno, mengejek secara kasar, bisa jadi semua berawal dari sindiran kecil, dan semisalnya. Boleh jadi itu mengundang tawa. Tapi itu adalah gurauan berkualitas rendah yang tidak pantas dilakukan seorang muslim.
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum lainnya ..” (QS. Al Hujurat: 11)
Dari Alqamah bin Abdillah, dia berkata: Bersabda Rasulullah:
Bukan orang beriman yang suka menyerang, melaknat, berkata keji, dan kotor. (HR. At Tirmidzi No. 1977, katanya: hasan gharib. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Ketiga, hindari berlebihan. Aktifitas apa pun jika berlebihan tidak akan baik. Jika hal-hal yang pasti sunahnya saja mesti menghindari sikap berlebihan karena khawatir dianggap wajib, apalagi aktifitas yang boleh-boleh saja seperti bergurau yang berpotensi melalaikan hati manusia.
Allah berfirman: “Dan janganlah kalian melampaui batas sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al An’am: 141)
Nabi bersabda: “Janganlah engkau sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.” (HR. Ibnu Majah no. 3400).
Syaikh Hasan Al Banna Rahimahullah berkata: “Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir) adalah tenang dan tenteram. Jangan suka bergurau, karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh- sungguh terus menerus.” (Washaya Al ‘Asyr Lil Imam Hasan Al Banna)
Keempat, hindari main fisik. Main fisik di sini maksudnya adalah mengejek kondisi fisik seseorang (kurus, gemuk, hitam, pendek, pincang, pesek, dan lainnya) untuk mengundang tawa, atau memang menyakiti fisiknya dengan tangan kita. Ini terlarang dalam agama.
Rasulullah bersabda:
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, Islam apakah yang paling utama?” Beliau bersabda: “Yaitu orang yang muslim lainnya aman dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari No. 11, Muslim No. 42, dari Abu Musa Al Asy’ari).
Kelima, hindari bergurau dengan ayat-ayat Allah. Ini termasuk memperolok-olok agama yang sangat diharamkan dalam Islam. Menjadikan ayat-ayat atau sunah Nabi sebagai bahan ejekan adalah tindakan yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…” (QS. At Taubah : 65-66). *akhir
Wallahu A’lam
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 362 – 26 Februari 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.
Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!