Tradisi Syirik Balia yang Dihidupkan Kembali Sebelum Tsunami Terjadi

Tradisi Syirik Balia yang Dihidupkan Kembali Sebelum Tsunami Terjadi

PALU – Sebelum bencana alam gempa dan tsunami melanda kota Palu, banyak warga yang menghadiri kegiatan festival kebudayaan palu nomoni di pantai Talise, Palu Sulawesi Tengah.
Para warga hadir di pantai tersebut untuk menyaksikan kegiatan tradisi Balia yang syarat akan kesyirikan yang sudah lama hilang.
Kegiatan tradisi Balia merupakan kegiatan yang sudah lama hilang dan ingin dihidupkan kembali. Tradisi Balia sendiri dahulu digunakan untuk mengobati orang sakit menggunakan mantra dengan sesajen dan dilakukan oleh orang yang ahli.
Menurut Andi Ahmad, budaya ini baru dihidupkan kembali sejak 2016, biasanya menggunakan sesajen, seperti menghanyutkan makanan ke laut, dan hewan ternak seperti kambing.

DoyHV4rU8AEnual

Sesajen ternak yang ingin dihanyutkan kelaut


“Biasanya untuk mengobati orang sakit menurut cerita dahulu, identiknya sih dengan sesajen,” kata Andi Ahmad, warga Palu.
Dirinya dimintai keterangan di jalan Garuda Dua, Birobuli Utara, palu Selatan, Kota Palu, Sulawesi Tengah, kepada Islamic News Agency (INA), kantor berita yang diinisiasi Jurnalis Islam Bersatu (JITU).
Dirinya melanjutkan, tradisi Balia sendiri biasanya identik dengan kain berwarna kuning yang menjadi hiasan panggung ataupun ruangan yang dijadikan tempat pengobatan tersebut.
“Jadi ini itu identik dengan pakaian kuning gitu, terus domba-domba yang masih hidup itu dijadikan bahan sesajen di hanyutkan dilaut,” tambahnya.
Palu nomoni memiliki arti Palu berbunyi. Menurut Andi, tradisi ini sebenarnya sudah lama lenyap sejak kedatangan seorang ulama yang dikenal guru tua habib Idrus bin Salim Al Jufri, yang disebut masih memiliki sanat keturunan dari Baginda Rasulullah SAW.
” Sebenernya tradisi ini sudah lama hilang, dibersihkan sejak kedatangan guru tua, namun kembali dihidupkan,” tuturnya.
Dimulainya tradisi ini sejak 2016, terpilihnya walikota pasangan Hidayat – Sigit Purnomo Said (Pasha). Namun sejak 2016 juga terus terjadi hal-hal aneh seperti angin yang sangat kencang.
“Jadi memang tradisi ini identik dengan roh halus, sejak 2016 dihidupkan kembali, memang 2016 dan 2017 itu setiap dirayakan, angin kencang terus, saat ini tahun 2018 barulah tsunami,” paparnya.
Para imam masjid di kota Palu mengatakan kepada masyarakat agar menjadi instropeksi diri agar menjadi lebih baik lagi ibadahnya.
Menurut para ahli geologi ini sendiri kondisi tsunami di Palu cukup aneh, karena sejatinya patahan lempeng tak mungkin menyebabkan tsunami besar.
Hipotesis sementara dari longsoran sedimen yang masih diteliti lebih lanjut. Banyak bangunan rusak, jalan terbelah patah, likuifaksi, dan tsunami besar yang membuat mayat-mayat banyak bergelimpangan. Korban jiwa lebih dari 1.600 orang.
 
Sumber : Islamic News Agency (INA)/ JITU/ NahiMungkar

X