Dalil Al Maidah ayat 51 Tidak Relevan Lagi, Benarkah?

KH Ahmad Ishomuddin yang menjadi saksi ahli agama Ahok menyebut, Surat Al Maidah ayat 51 sudah tidak relevan diterapkan dalam kondisi saat ini. Apakah benar?
1. Islam adalah Agama Sempurna untuk Setiap Perkembangan Zaman
Allah Ta’ala telah menyempurnakan agama kita ini, sebagai mana yang dinyatakan dengan tegas dalam firman-Nya:

اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا

“Pada hari ini, telah Aku sempurnakan untukmu agama mu, dan telah Aku cukupkan atasmu kenikmatan-Ku, dan Aku ridlo Islam menjadi agamamu.”(Q.S. Al-Maaidah:3)
Ibnu Katsir dalam tafsirnya mengatakan ayat ini berarti : “Disempurnakannya agama islam merupakan kenikmatan Allah Ta’ala yang paling besar atas umat ini, karena Ia telah menyempurnakan agama mereka, sehingga mereka tidak memerlukan lagi kepada agama lainnya, dan tidak pula kepada seorang nabi selain Nabi mereka sendiri shollallahu ‘alaihi wasallam.
Oleh karena itu Allah Ta’ala menjadikannya sebagai penutup para nabi, dan mengutusnya kepada seluruh jin dan manusia. Dengan demikian tidak ada suatu yang halal, melainkan yang beliau halalkan, dan tidak ada yang haram, melainkan yang beliau haramkan, dan tidak ada agama, melainkan agama yang beliau syari’atkan, setiap yang beliau kabarkan pasti benar lagi jujur, tidak ada mengandung kedustaan sedikitpun, dan tidak akan menyelisihi realita.” (Tafsirul Qur’anil Adlim 2 / 12)
2. Dalil ayat dan hadist dalam ajaran  Islam Relevan dengan Zaman 
Dalam bahasa Arab, kata “mengikuti”, tapi “selaras atau sesuai” dengan perkembangan zaman adalah terjemahan dari kata “  يصلح“ yang artinya relevan (sesuai ; selaras; cocok).
Pernyataan ini merupakan fatwa yang dikeluarkan oleh Pusat Fatwa di bawah pimpinan Syaikh Dr. Abdullah al-Faqih, sebagai berikut;

  لأن كل شيء في الإسلام يصلح في كل زمان وكل مكان فهو منـزل من الله رب العالمين

“ … Bahwa sesungguhnya setiap persoalan (yang terkandung) dalam ajaran Islam itu selaras dengan setiap zaman dan setiap waktu, karena (ajarannya) diturunkan dari Allah penguasa alam “ (Lihat, Abdullah al-Faqih, al- Fatawa al-Islamiyah, Maktabah Syamilah,  tth., jil. Ke-27, hal. 34)
Bahkan dalam fatwanya, mufti Timur Tengah itu menyatakan, “Jika ada orang yang  menyakini,  ‘Islam tidak relevan (sesuai, selaras) dengan perkembangan zaman’, maka ia telah kufur.”
3. Islam Rahmatan Lil Alamin Sepanjang Zaman
Islam adalah agama rahmah lil alamin (QS. Al-Anbiya [21]:107)
وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”
Sehingga Islam memiliki nilai kehidupan sepanjang zaman dan berlaku untuk setiap generasi dan tempat.
Inilah nilai rahmat Allah kepada manusia. Ketika Islam dipahami sebagai ajaran yang tidak selaras dengan perkembangan zaman, maka berarti  dia menuduh Islam menolak peradaban.
4. Islam Mengatasi Problematika Perkembangan Zaman
Sejarah kehidupan umat Islam mulai dari generasi Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, hingga sekarang, menggali ajaran Islam menjadi suatu argumentasi dalam mengatasi problematika perkembangan zaman.
Kemajuan ilmu pengetahuan pada masa Bani Umayyah, Bani Abbasiyah, hingga Turki Ustmani merupakan prasasti yang sangat bernilai sebagai bentuk implementasi pesan-pesan al-Qur’an.
Berbagai disiplin ilmu lahir dari berbagai intelektual dan kaum cendekiawan muslim untuk menjawab persoalan umat yang sarat dengan multi tradisi, kultur, strata sosial dan sebagainya.
Salah satu contoh yang dikenal dalam dunia fuqoha adalah fatwa-fatwa Imam Syafi’i dengan istilah “qoul qodim” (pemikiran lama) dan “qoul jadid” (pemikiran baru).
Qoul qodim adalah fatwa-fatwa beliau ketika tinggal di Irak. Sedangkan ketika beliau hijrah ke Mesir, fatwa-fatwa beliau disebut qoul jadid. Mengapa kedua istilah itu muncul?.
Karena fatwa-fatwa tersebut disampaikan untuk menjawab dengan melihat dasar ajaran Islam dalam perkembangan zaman yang dihadapinya dengan sosio-kultural yang berbeda  di kedua negara tersebut.
5. Islam itu Universal untuk Seluruh Umat Manusia, Dimana dan Kapan Saja
Para ulama berpendapat bahwa hukum Islam atau nilai-nilai ajaran Islam itu memiliki karakter ; antara lain universal yang berlaku untuk seluruh umat manusia, dimana dan kapan saja. Hal ini tertuang di dalam Firman Allah Ta’ala,

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا كَافَّةً لِلنَّاسِ بَشِيرًا وَنَذِيرًا وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ

“Dan Kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada Mengetahui.” (QS. as-Saba : 28).
Dalam penjelasan ayat di atas, Syekh Sayid Sabiq, dalam bukunya Fiqh al-Sunnah menjelaskan bahwa tujuan Syariat Islam itu dibangun untuk mengembangkan kemaslahatan manusia.
Dalam Islam, menurutnya, terdapat dua ketentuan; 1) ketentuan khusus dan 2) ketentuan umum.
Ketentuan khusus adalah ketentuan yang menyangkut persoalan akidah dan ibadah yang tidak berubah, dan tidak boleh dirubah serta diungkap dengan jelas dan terperinci.
Sedangkan Ketentuan umum yang berkaitan dengan duniawi, ekonomi, sosial dan sebagainya, diungkap secara mujmal (global) untuk menangkap persoalan yang berkembang guna kemaslahatan hidup manusia sepanjang masa, dan dari generasi ke generasi.
Agar hal ini dapat dijadikan sebagai burhan (petunjuk) para penguasa untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.
Dalam kontek mujmal (global), inilah hukum dalam Islam sangat kondisional dan tidak harga mati. Termasuk hukum Islam memilih pemimpin Muslim dalam Q.S. Al Maidah ayat 51 dan lainnya.

X