0878 8077 4762 [email protected]

Adab Terhadap Rambut (bagian 1)

Oleh: Farid Nu’man Hasan
 
Berikut ini adab-adab terhadap rambut:
1. Larangan Meniru Model Rambut Kaum Kuffar dan Ahli Maksiat
Kita lihat, tidak sedikit umat Islam –baik muslim dan muslimah- yang model rambutnya meniru-niru orang kafir. Seperti model spike, mohawk, dan lainnya. Awal 90-an kaum wanita di landa demam model rambut Demi More, dengan memendekkan seperti kaum laki-laki.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut.”  (HR. Abu Daud No. 4031, Ahmad No. 5115, Ibnu Abi Syaibah, Al Mushannaf  No.33016, dll)
Imam As Sakhawi mengatakan ada kelemahan dalam hadits ini, tetapi hadits ini memiliki penguat (syawahid), yakni hadits riwayat Al Bazzar dari Hudzaifah dan Abu Hurairah, riwayat Al Ashbahan dari Anas bin Malik, dan riwayat Al Qudha’i dari Thawus secara mursal. (Imam As Sakhawi, Al Maqashid Al Hasanah, Hal. 215).
Sementara, Imam Al ‘Ajluni mengatakan, sanad hadits ini shahih menurut Imam Al ‘Iraqi dan Imam Ibnu Hibban, karena memiliki penguat yang disebutkan oleh Imam As Sakhawi di atas.  (Imam Al ‘Ajluni, Kasyful Khafa, 2/240).
Imam Ibnu Taimiyah mengatakan hadits ini jayyid (baik). Al Hafizh Ibnu Hajar mengatakan sanadnya hasan.   (Imam Abu Thayyib Syamsul ‘Azhim, Aunul Ma’bud, 9/54). Syaikh Al Albani mengatakan hasan shahih. (Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud No. 4031).
[Baca juga: Adab Menuntut Ilmu Syar’i (3-akhir)]
Imam Al Munawi dan Imam Al ‘Alqami menegaskan hal-hal yang termasuk penyerupaan dengan orang kafir: “Yakni berhias seperti perhiasan lahiriyah mereka, berjalan seperti mereka, berpakaian seperti mereka, dan perbuatan lainnya.” (‘Aunul Ma’bud, 11/51).
Wallahu A’lam*bersambung

Adab Menuntut Ilmu Syar’i (1)

Oleh: Farid Nu’man Hasan
 
Berikut ini adalah sebagian adab-adab yang mesti diperhatikan setiap muslim yang senantiasa menyibukkan dirinya dalam ilmu pengetahuan, khususnya ilmu-ilmu agama, baik dia seorang dosen, guru, pelajar, mahasiswa, jamaah masjid, aktivis Islam, dan juga  manusia pada umumnya.
1. Menuntut Ilmu adalah bekal bagi kemakmuran dunia dan kebaikan akhirat, bukan bekal untuk berdebat dan kesombongan.
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk mendebat orang bodoh, atau berbangga di depan ulama, atau mencari perhatian manusia kepadanya, maka dia di neraka“.
(HR. Ibnu Majah No. 253. At Tirmidzi No. 2654. Dihasankan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 253, Shahih wa Dhaif Sunan At Tirmidzi No. 2654, Misykah Al Mashabih No. 225, 226, Shahihul Jami’ No. 6382)
Dari Jabir bin Abdullah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Janganlah kalian menuntut ilmu dengan maksud berbangga di depan ulama, mendebat orang bodoh, dan memilih-milih majelis. Barangsiapa yang melakukan itu maka dia di neraka, di neraka
(HR. Ibnu Majah No. 254, Al Baihaqi, Syu’abul Iman, No. 1725, Ibnu Hibban No. 77, Al Hakim, Al Mustadrak ‘alash Shahihain, No. 290. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wat Tarhib No. 102, dan Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah No. 254).
2. Ilmu bukan untuk tujuan rendah keduniaan, tetapi mencari ridha Allah Ta’ala.
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Barangsiapa yang menuntut ilmu yang dengannya dia menginginkan wajah Allah, (tetapi) dia tidak mempelajarinya melainkan karena kekayaan dunia, maka dia tidak akan mendapatkan harumnya surga pada hari kiamat.
(HR. Abu Daud No. 3664, Ibnu Majah No. 252, Ibnu Hibban No. 78, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain, No. 288, katanya: shahih sesuai syarat Bukhari-Muslim. Syaikh Al Albani mengatakan shahih lighairih. Lihat Shahih Targhib wat Tarhib No. 105. Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud, No. 3664, Shahih wa Dhaif Sunan Ibni Majah, No. 252).
Dari Ubai bin Ka’ab Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Salam:
Barangsiapa diantara mereka beramal amalan akhirat dengan tujuan dunia, maka dia tidak mendapatkan bagian apa-apa di akhirat.
(HR. Ahmad No. 20275. Ibnu Hibban No. 405, Al Hakim, Al Mustadrak ‘Alash Shahihain No. 7862, katanya: sanadnya shahih. Imam Al Haitsami mengatakan: diriwayatkan oleh Ahmad dan anaknya dari berbagai jalur dan perawi dari Ahmad adalah shahih, Majma’ Az Zawaid 10/220. Darul Kutub Al Ilmiyah).
3. Memurnikan niat untuk Allah Ta’ala semata adalah tujuan utama
Dari Ibnu Umar Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
Barangsiapa yang menuntut ilmu untuk selain Allah atau dia maksudkan dengannya selain Allah, maka disediakan baginya kursi di neraka.”
(HR. At Tirmidzi No. 2655, katanya: hasan gharib. Ibnu Majah No. 258. Didhaifkan oleh Syaikh Al Albani dalam Dhaif Al Jami Ash Shaghir No. 5530, 5687).
*bersambung

Adab Bergurau dalam Islam

Oleh: Farid Nu’man Hasan
 
Berikut ini adalah adab-adab dalam bergurau yang mesti diperhatikan:
Pertama, hindari berbohong. Tidak sedikit manusia berbohong hanya untuk mencari perhatian dan tawa manusia. Kadang mereka mencampurkan antara yang fakta dan kebohongan atau ada yang bohong sama sekali. Islam mengajar umatnya untuk jujur baik dalam serius maupun candanya.
Dari Abu Hurairah ia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Seorang hamba tidak dikatakan beriman dengan sepenuhnya  kecuali jika dia meninggalkan berbohong ketika   bergurau, dan meninggalkan berdebat meski ia benar.” (HR. Ahmad).
Dr. Muhammad Rabi’ Muhammad Jauhari mengatakan: “Beliau (Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) memberikan arahan kepada para sahabatnya agar memiliki komitmen yang kuat untuk jujur dalam bergurau dan memperingatkan dari dusta saat bergurau.
Dari Bahz bin Hakim, katanya: berkata ayahku, dari ayahnya, katanya: bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Celakalah bagi yang bicara lalu dia berdusta hanya untuk membuat orang tertawa, celakalah dia, celakalah dia.” (HR. Abu Daud, At Tirmidzi). (Akhlaquna, Hal. 179. Cet. 4, 1999M/1420H. Maktabah Darul Fakhr Al Islamiyah).
Kedua, hindari kata-kata kotor, kasar, dan keji. Kadang ada orang yang bergurau dengan menggunakan kata-kata kotor dan tidak pantas, baik mengandung porno, mengejek secara kasar, bisa jadi semua  berawal dari sindiran kecil, dan semisalnya. Boleh jadi itu mengundang tawa. Tapi itu adalah gurauan berkualitas rendah yang tidak pantas dilakukan seorang muslim.
Allah berfirman:
“Wahai orang-orang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum lainnya ..” (QS. Al Hujurat: 11)
Dari Alqamah bin Abdillah, dia berkata: Bersabda Rasulullah:
Bukan orang beriman yang suka menyerang, melaknat, berkata keji, dan kotor. (HR. At Tirmidzi No. 1977, katanya: hasan gharib. Dishahihkan oleh Syaikh Al Albani)
Ketiga, hindari berlebihan. Aktifitas apa pun jika berlebihan tidak akan baik. Jika hal-hal yang pasti sunahnya saja mesti menghindari sikap berlebihan karena khawatir dianggap wajib, apalagi aktifitas yang boleh-boleh saja seperti  bergurau yang berpotensi melalaikan hati manusia.
Allah berfirman: “Dan janganlah kalian melampaui batas sesungguhnya Dia (Allah) tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas”. (QS. Al An’am: 141)
Nabi bersabda: “Janganlah engkau sering tertawa, karena sering tertawa akan mematikan hati.” (HR.  Ibnu Majah no. 3400).
Syaikh Hasan Al Banna Rahimahullah berkata: “Jangan banyak tertawa, sebab hati yang selalu berkomunikasi dengan Allah (berdzikir) adalah tenang dan tenteram. Jangan suka bergurau, karena umat yang berjihad tidak berbuat kecuali dengan bersungguh- sungguh terus menerus.” (Washaya Al ‘Asyr Lil Imam Hasan Al Banna)
Keempat, hindari main fisik. Main fisik di sini maksudnya adalah mengejek kondisi fisik seseorang (kurus, gemuk, hitam, pendek, pincang, pesek, dan lainnya) untuk mengundang tawa, atau memang menyakiti fisiknya dengan tangan kita. Ini terlarang dalam agama.
Rasulullah bersabda:
Mereka bertanya: “Wahai Rasulullah, Islam apakah yang paling utama?” Beliau bersabda: “Yaitu orang yang muslim lainnya aman dari lisan dan tangannya.” (HR. Bukhari No. 11, Muslim No. 42, dari Abu Musa Al Asy’ari).
Kelima, hindari bergurau dengan ayat-ayat Allah. Ini termasuk memperolok-olok agama yang sangat diharamkan dalam Islam. Menjadikan ayat-ayat atau sunah Nabi sebagai bahan ejekan adalah tindakan yang bisa mengeluarkan pelakunya dari Islam.
Firman Allah: “Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayatNya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…” (QS. At Taubah : 65-66). *akhir
Wallahu A’lam
Sumber :
Artikel Utama Buletin Al Iman.
Edisi 362 – 26 Februari 2016. Tahun ke-8
*****
Buletin Al Iman terbit tiap Jumat. Tersebar di masjid, perkantoran, majelis ta’lim dan kantor pemerintahan.
Menerima pesanan dalam dan luar Jakarta.

Hubungi 0897.904.6692
Email: [email protected]
Dakwah semakin mudah.
Dengan hanya membantu penerbitan Buletin Al Iman, Anda sudah mengajak ribuan orang ke jalan Allah
Salurkan donasi Anda untuk Buletin Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman

Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!