by Danu Wijaya danuw | May 26, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Pihak PT Suara Agung, Jakarta selaku percetakan Al-Quran terjemahan jilid pertama tahun 2015, memberikan penjelasan atas hilangnya ayat 51-57 surat Al Maidah.
Rina Setiawati perwakilan PT Suara Agung mengatakan jika pencetakan Al-Quran jilid pertama tersebut diakui terdapat kesalahan. Dan sudah dilakukan penarikan. Bahkan proses pencetakan tahun 2015 yang merupakan jilid pertama itu dihentikan.
“Kami meminta maaf atas kesalahan pencetakan tersebut, untuk ayat 51-57 surat Al-Maidah ada dihalaman 113 pada cetakan jilid pertama itu. Dan sudah kami tarik sekitar 400 eksemplar lebih yang sudah beredar di took-toko,” kata Rina dalam sambungan telepon kepada kini.co.id, Rabu (24/5).
Ia menegaskan hal itu bukan karena kesengajan akan tetapi memang murni karena kesalahan pencetakan. Dan Al-Quran terjemahan jilid ke-2 tahun 2016 sudah dilakukan revisi.
“Untuk pencetakan ke tiga tahun 2017, sudah kami sempurnakan, “ tegasnya.
Pihaknya mewakili manajemen PT Suara Agung meminta maaf terkait masih beredarnya sejumlah Al-Quran cetakan pertama itu. Hal itu dimungkinkan karena ada yang terlanjur beredar dimasyarakat.
Namun demikian pihaknya selaku pihak pencetakan akan memberikan penjelasan kepada pihak Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Kementrian Agama (Kemenag).
Seperti diberitakan sebelumnya santer beredar Al-Quran terjemahan tersebut kali pertama ditemukan KH basith, DKM Masjid Assifa, Kampung Jawa, Desa Sukamaju, Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Selasa (23/5) kemarin.
KH Basith usai sholat dhuhur melihat ada 10 buah Al-Quran baru yang masih dibungkus plastik ditempat penyimpanan Al-Quran di Masjid Assifa.
Kemudian Kiai Basit mengambil Al-Quran tersebut untuk dibaca di rumah, namun saat diteliti tepatnya pada ayat 51-57 surat Al-Maidah tidak ada. Kiai Basit kemudian melaporkan hal itu kepada Ketua MUI Megamendung.
Sumber : Nasional.kini.co.id
by Danu Wijaya danuw | Mar 21, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Terkadang karena merasa telah banyak berbuat baik untuk Islam dan kaum muslimin, kita merasa telah melakukan sesuatu untuk membela Allah, Rasul-Nya dan Al-Qur’an, lalu hati kita menganggap remeh orang yang tak seperti kita. Atau bahkan menganggap mereka lemah dan tak berguna. Secara tak sadar bahwa perasaan seperti ini bisa membatalkan amalnya.
Ibnul Mubaarok rahimahullah berkata :
“Aku tidak mengetahui pada orang-orang yang shalat perkara yang lebih buruk daripada ujub (berbangga diri)” (Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dalam Sy’abul Iman no 8260).
Syaikh Ibnu Al Utsaimin mengatakan bahwa ujub itu dapat membatalkan amal. Beliau mengatakan, “kelompok yang kedua, yaitu orang-orang yang tidak memiliki tahqiq (kesungguhan) dalam pokok iman kepada takdir. Mereka melakukan ibadah sekadar yang mereka lakukan. Namun mereka sungguh-sungguh dalam ber-isti’anah kepada Allah dan tidak bersabar dalam menjalankan hukum-hukum Allah yang kauni maupun syar’i.
Sehingga dalam beramal mereka pun malas dan lemah, yang terkadang membuat mereka terhalang dari beramal dan menghalangi kesempurnaan amal mereka. Dan membuat mereka ujub dan sombong setelah beramal yang terkadang bisa menjadi sebab amalan mereka hangus dan terhapus” (Majmu’ Fatawa war Rasail, 4/250).
Perkataan beliau sejurus dengan sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam:
“Tiga perkara yang membinasakan, rasa pelit yang ditaati, hawa nafsu yang diikuti dan ujubnya seseorang terhadap dirinya sendiri”
(HR at-Thabrani dalam Al-Awshath no 5452 dan dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam As-Shahihah no 1802).
Demikian pula sabda Rasulullah saw :
“Jika kalian tidak berdosa maka aku takut kalian ditimpa dengan perkara yang lebih besar darinya (yaitu) ujub! ujub!”
(HR Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman no 6868, hadits ini dinyatakan oleh Al-Munaawi bahwasanya isnadnya jayyid (baik) dalam at-Taisiir, dan dihasankan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Al-Jaami’ no 5303).
Bila kita merasa telah menjadi orang yang baik saja dianggap ujub, sebagaimana ditanyakan kepada Aisyah radliyallahu anha siapakah orang yang terkena ujub, beliau menjawab: “Bila ia memandang bahwa ia telah menjadi orang yang baik” (Syarah Jami As Shoghier).
Bagaimana bila disertai dengan menganggap remeh orang lain? Inilah kesombongan. Semoga Allah melindungi kita dari ujub dan kesombongan.
sumber: Ust. Abu Yahya Badrusalam, Lc oleh Muslim