oleh Danu Wijaya danuw | Jun 22, 2018 | Artikel, Dakwah
KITA baru saja melewati bulan Ramadhan, dan sekarang kita sudah berada di bulan Syawal, bulan kesepuluh dalam penanggalan hijriyah. Nyaris tidak ada penyambutan terhadap datangnya bulan syawal. Berbeda dengan ketika menyambut Ramadhan, biasanya kita mengucapkan Marhaban Ya Ramadhan! Tapi untuk bulan Syawal, tidak pernah kita mendengar orang mengucapkan “Marhaban, Ya Syawal!”
Padahal, Syawal juga bulan istimewa dan memiliki keutamaan. Inilah beberapa keistimewaan bulan Syawal:
1. Bulan kembali ke fitrah
Syawal adalah bulan kembalinya umat Islam kepada fitrahnya, diampuni semua dosanya, setelah melakukan ibadah Ramadhan sebulan penuh. Paling tidak, tanggal 1 Syawal umat Islam “kembali makan pagi” dan diharamkan berpuasa pada hari itu.
Ketibaan Syawal membawa kemenangan bagi mereka yang berjaya menjalani ibadah puasa sepanjang Ramadan. Ia merupakan lambang kemenangan umat Islam hasil dari “peperangan” menentang musuh dalam jiwa yang terbesar, yaitu hawa nafsu.
2. Bulan takbir
Tanggal 1 Syawal adalah Idul Fitri, seluruh umat Islam di berbagai belahan mengumandangkan takbir. Maka, bulan Syawal pun merupakan bulan dikumandangkannya takbir oleh seluruh umat Islam secara serentak, paling tidak satu malam, yakni begitu malam memasuki tanggal 1 Syawal alias malam takbiran, menjelang Shalat Idul Fitri.
Kumandang takbir merupakan ungkapan rasa syukur atas keberhasilan ibadah Ramadhan selama sebulan penuh. Kemenangan yang diraih itu tidak akan tercapai, kecuali dengan pertolongan-Nya. Maka umat Islam pun memperbanyakkan dzikir, takbir, tahmid, dan tasbih. “”Dan agar kamu membesarkan Allah SWT atas petunjuk yang Ia berikan kepada kamu, dan agar kamu bersyukur atas nikmat-nikmat yang telah diberikan” (QS. Al-Baqarah: 185).
3. Bulan silaturahmi
Dibandingkan bulan-bulan lainnya, pada bulan inilah umat Islam sangat banyak melakukan amaliah silaturahmi, mulai mudik ke kampung halaman, saling bermaafan dengan teman atau tetangga, hala bihalal, kirim SMS dan telepon, dan sebagainya. Betapa Syawal pun menjadi bulan penuh berkah, rahmat, dan ampunan Allah SWT karena umat Islam menguatkan tali silaturahmi dan ukhuwah Islamiyah.
4. Bulan bahagia
Syawal adalah bulan penuh bahagia. Bahkan rasulullah pernah membahagiakan anak kecil yang menangis dengan menjadikannya anak angkat dibulan hari raya ini. Di Indonesia sendiri bahkan identik dengan hal yang serba baru. Misalnya; baju baru, sepatu baru, perabot rumah tangga baru, dan lain-lain. Orang-orang bersuka cita, bersalaman, berpelukan, bertangis bahagia, mengucap syukur yang agung, meminta maaf, memaafkan yang bersalah.
Begitu banyak doa terlempar di udara. Begitu banyak cinta kasih saling diberikan antar seluruh umat manusia. Aura maaf tersebar di seluruh penjuru bumi, nuansa peleburan dosa, nuansa pencarian makna baru dalam hidup.
5. Bulan puasa bernilai satu tahun
Amaliah yang ditentukan Rasulullah SAW pada bulan Syawal adalah puasa sunah selama enam hari, sebagai kelanjutan puasa Ramadhan.
“Barangsiapa berpuasa pada bulan Ramadhan lalu diiringinya dengan puasa enam hari bulan Syawal, berarti ia telah berpuasa setahun penuh” (H.R Muslim, Abu Dawud, At-Tirmidzi, An-Nasa’i dan Ibnu Majah).
6. Bulan nikah
Syawal adalah bulan yang baik untuk menikah. Hal ini sekaligus mendobrak khurafat, yakni pemikiran dan tradisi jahiliyah yang tidak mau melakukan pernikahan pada bulan Syawal karena takut terjadi malapetaka. Budaya jahiliyah itu muncul disebabkan pada suatu tahun, tepatnya bulan Syawal, Allah SWT menurunkan wabah penyakit, sehingga banyak orang mati termasuk beberapa pasangan pengantin. Maka sejak itu, kaum jahiliah tidak mau melangsungkan pernikahan pada bulan Syawal.
Khurafat itu didobrak oleh Islam. Rasulullah Saw menunjukkan sendiri bahwa bulan Syawal baik untuk menikah. Siti Aisyah menegaskan:
“Rasulullah SAW menikahi saya pada bulan Syawal, berkumpul (membina rumah tangga) dengan saya pada bulan Syawal, maka siapakah dari isteri beliau yang lebih beruntung daripada saya?”
Selain dengan Siti Aisyah, Rasul juga menikahi Ummu Salamah juga pada bulan Syawal. Menurut Imam An-Nawawi, hadits tersebut berisi anjuran menikah pada bulan Syawal. ‘Aisyah bermaksud, dengan ucapannya ini, untuk menolak tradisi jahiliah dan anggapan mereka bahwa menikah pada bulan Syawal tidak baik.
7. Bulan peningkatan
Inilah keistimewaan bulan Syawal yang paling utama. Syawal adalah bulan “peningkatan” kualitas dan kuantitas ibadah. Syawal sendiri, secara harfiyah, artinya “peningkatan”, yakni peningkatan ibadah sebagai hasil training selama bulan Ramadhan. Umat Islam diharapkan mampu meningkatkan amal kebaikannya pada bulan ini, bukannya malah menurun atau kembali ke “watak” semula yang jauh dari Islam. Na’udzubillah.
8. Bulan pembuktian takwa
Inilah makna terpenting bulan Syawal. Setelah Ramadhan berlalu, pada bulan Syawal lah “pembuktian” berhasil-tidaknya ibadah Ramadhan, utamanya puasa, yang bertujuan meraih derajat takwa.
Jika tujuan itu tercapai, sudah tentu seorang Muslim menjadi lebih baik kehidupannya, lebih saleh perbuatannya, lebih dermawan, lebih bermanfaat bagi sesama, lebih khusyu’ ibadahnya, dan seterusnya. Paling tidak, semangat beribadah dan dakwah tidak menurun setelah Ramadhan. Amin Ya Rabbal Alamin.
oleh Danu Wijaya danuw | Mei 21, 2018 | Artikel, Ramadhan
Sangat dianjurkan untuk memperbanyak do’a pada bulan ramadhan, agar kita meraih keistimewaan lailatul qadar. Sebab kita tak bisa memprediksi kapan malam lailatul qadar Allah swt hadirkan. Maka beberapa masjid menggunakan doa ini disela-sela shalat tarawih.
Doa ini sangat dianjurkan oleh suri tauladan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, sebagaimana terdapat dalam hadits dari Aisyah.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ قُلْتُ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَرَأَيْتَ إِنْ عَلِمْتُ أَىُّ لَيْلَةٍ لَيْلَةُ الْقَدْرِ مَا أَقُولُ فِيهَا قَالَ قُولِى اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّى
Dari ‘Aisyah –radhiyallahu ‘anha-, ia berkata, “Aku pernah bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
Yaitu, jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadar, lantas apa do’a yang mesti ku ucapkan?
Jawab Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Berdoalah: Allahumma innaka ‘afuwwun, tuhibbul ‘afwa fa’fu’anni “
Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku.
(HR. Tirmidzi no. 3513 dan Ibnu Majah no. 3850, hadist hasan – shahih)
Abu ‘Isa At Tirmidzi mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih. Sedangkan Al Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini shahih.
Hadits ini dibawakan oleh Imam Tirmidzi dalam bab “Keutamaan meminta maaf dan ampunan pada Allah”.
Hadits di atas disebutkan pula oleh Ibnu Hajar dalam Bulughul Marom pada hadits no. 706.
Semoga kita dapat melafalkan doa tersebut hingga mendapat maghfirah dan keutamaan malam Lailatul Qadar.
Disadur : Rumasyo
oleh Danu Wijaya danuw | Mei 21, 2018 | Artikel, Ramadhan
BULAN ramadhan merupakan bulan suci yang mulia. Diharapkan, manusia mencapai derajat takwa. Namun, tetap saja di bulan ini ada beberapa kelompok manusia yang tidak sesuai dengan tujuan puasa. Setidaknya ada tiga kelompok manusia di bulan Ramadhan, sebagai berikut :
1. Kelompok Dzholim
Mereka ini adalah orang-orang yang sangat kurang sekali perhatiannya terhadap ramadhan, bagi mereka kedatangan bulan ramadhan tidak ada yang terlalu spesial, biasa-biasa saja, atau bahkan bagi mereka kedatangan bulan ramadhan itu malah mebawa beban baru.
Sehingga tidak jarang karena biasa-biasa saja akhirnya mereka juga menyamakan bulan ramadhan ini dengan bulan-bulan yang lainnya : makan dan minum disiang hari tetap berlanjut, tetap makan siang dikantor atau dirumah.
Atau terkadang ada juga yang makan dan minumnya di warteg yang ditutupi hordeng, mungkin karena masih punya rasa malu untuk makan di rumah karena dilihat anak-anak, mereka berbuka karena memang mereka malas untuk berpuasa, bukan karena alasan lainnya.
Parahnya lagi jika mereka berpuasa namun mereka meninggalkan kewajiban shalat, karena terlalu banyak tidur ,dengan alasan lemas.
Ini adalah kezholiman untuk diri masing-masing. Tidak ada ruginya bagi Allah swt, jika ada hambaNya yang tidak berpuasa atau meninggalkan shalat.
Namun di dunia hidupnya tidak akan tenang, dan diakhirat nasibnya akan menyedihkan. Walaupun kita semua tetap berharap ampunan dan kasih sayang Allah swt agar memasukkan ke syurga.
Orang-orang seperti ini harus diingatkan dan diajak dengan baik, agar menyadari bahwa yang demikian bukanlah hal yang harus dibanggakan. Pendidikan agama sejak dini menjadi solusi terbaik untuk mengobati periaku zholim terhadap diri sendiri ini.
2. Kelompok Muqtashid (Pertengahan/sedang)
Mereka adalah orang-orang yang bergembira menyambut hadirnya bulan ramadhan, rasa gembira itu semakin menjadi-jadi karena setelah itu bakal ada libur panjang dan bisa mudik ke kampung halaman bertemu keluarga dan sanak kerabat.
Selain dari kegembiraan karena kesadaran beragama, bahwa di bulan ramadhan ini waktunya untuk menghapus dosa dan mengambil banyak pahala untuk bekal diakhirat kelak. Terlebih didalam bulan ramadhan ada satu malam yang nilai kebaikannya melebihi seribu bulan.
Namun padatnya aktivitas bekerja di bulan ramadhan ini terkadang membuat sebagian mereka lalai untuk memperbanyak ibadah lewat perkara-perkara sunnah.
Terkadang beberapa kali baik disengaja atau tidak meninggalkan ibadah shalat tarawih dan witir, atau hanya melaksanakan shalat-shalat fardu saja tanpa diikuti dengan shalat rawatib; qabliyah dan ba’diyah, mungkin juga dalam satu hari itu ada rasa malas untuk membaca Al-Quran, sehingga target bacaan Al-Quran kadang tidak tercapai.
Mereka full berpuasa, namun ada diantara mereka yang aktivitas puasanya full tidur, waktu tidurnya mengikuti waktu shalat lima waktu, tidur setelah subuh, setelah zuhur, setelah ashar, serta setelah maghrib dan isya.
Dan mungkin juga ada yang tidak sempat atau malas untuk beri’tikaf di masjid pada sepuluh hari terakhir. Padahal i’tikaf bisa menggandakan nilai ibadah yang maksimal pada malam-malam lailatul qadar.
Inilah model berpuasanya kelompok muqtashid (sedang). Mungkin sebagaian besar diantara kita masuk dalam katagori ini. Insya Allah, mampu untuk berpuasa full dan berusaha sekuat tenaga untuk tidak melalukan perkara yang haram.
Namun sayangnya terkadang lalai untuk beberapa perkara sunnah, padahal sama-sama dijanjikan pahala yang berlipat ganda, terlebih di dalam bulan ramadhan.
3. Kelompok Sabiqun bil Khairat (Berprestasi)
Mereka adalah orang-orang yang berusaha meninggalkan perkara yang haram dan makruh. Bahkan terkadang meninggalkan sebagian perkara mubah demi kesempurnaan ibadah puasa yang dijalankan.
Mereka ini sebenarnya bukan hanya berprestasi di bulan ramadhan saja, namun diluar bulan ramadhan mereka juga orang-orang yang berprestasi.
Hasil didikan ramadhannya sangat berbekas dan terlihat pada 11 bulan lainnya.
Mereka ini adalah golongan yang sangat memburu pahala. Bahkan mereka berharap bahwa seluruh bulan yang ada ini adalah bulan ramadhan. Kerinduan mereka kepada ramadhan, membuat mereka selalu berdoa sepanjang bulan kepada Allah swt agar mereka dipertemukan dengan bulan ramadhan.
Mereka adalah orang-orang yang menangis ketika berpisah dengan ramadhan. Karena bulan mulia yang Allah swt janjikan jutaan pahala kebaikan akan berlalu, sedang mereka merasa belum banyak meraih kebaikan didalamnya.
Mereka adalah orang yang oleh Al-Quran disifati dengan:
كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ، وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ
“Didunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar” (QS. Adz-Dzariyat: 17-18)
Kebersamaan mereka dengan Al-Quran sangat luar biasa sekali di bulan ini:
- Salafus saleh kita terdahulu ada yang menghatamkan Al-Quran per dua hari
- Ada yang menyelesaikanya per tiga hari
- Ada yang mengkhatamkannya dengan dijadikan bacaan pada shalat malam
- Bahkan dalam sebagian riwayat ada yang mengkhatamkan Al-Quran bahkan hingga 60 kali selama ramadhan.
Kualitas ibadah shalat malam mereka juga jangan ditanya, bahkan ada sebagian salafus saleh kita yang shalat subuhnya masih memakai wudhu shalat isya nya.
Bukan seperti kita di sini, yang sengaja mencari-cari masjid yang shalatnya “cepet”, sehingga sekali waktu ada masjid yang shalatnya lama, maka malam besoknya akan pindah ke masjid yang lainnya.
Kebaikan sosial mereka juga sangat kuat, sebagaimana Rasulullah saw adalah tauladan dalam hal ini, yang aslinya memang dermawan. Namun kedermawanan beliau saw lebih lagi di bulan ramadhan.
Maka ada diantara sahabat beliau :
- Ada yang bahkan tidak pernah berbuka puasa, kecuali bersama orang-orang miskin
- Ada yang setiap harinya memberikan buka puasa untuk 500 orang, dan disaat yang sama mereka sangat sedikit sekali makan sahur dan berbuka
- Ada yang hanya berbukanya dengan 2 suap makanan, padahal aslinya mereka ada makanan yang lebih, namun itu tidak untuk dimakan sendiri saja.
Seluruh anggota badan mereka juga berpuasa, mata berpuasa dari melihat hal-hal yang dilarang oleh Allah swt, pun begitu dengan telinga, lidah, bibir, tangan, kaki dan seluruh anggota tubuh lainnya dari maksiat kepada Allah swt.
Mereka inilah yang oleh Rasulullah saw disifati:
”Siapa yang puasa Ramadhan dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu. Dan siapa yang bangun malam Qadar dengan iman dan ihtisab, telah diampuni dosanya yang telah lalu”. (HR. Bukhari Muslim).
Bersihnya dosa mereka bahkan seperti bayi baru yang baru terlahir dari rahim ibunya.
Akhirnya semoga Allah swt merahmati bulan ramadhan kali ini, dan semoga Allah swt mengampuni segala dosa-dosa kita yang telah lalu. Aamiin.
Sumber: Dikutip dari penjelasan Muhammad Saiyid Mahadhir, Lc, pengasuh rubrik Fikrah dalam Rumah Fiqih Indonesia
oleh Danu Wijaya danuw | Mei 16, 2018 | Artikel, Dakwah
Ketika Allah SWT mensyariatkan suatu ibadah kepada hamba-Nya, Allah SWT juga menjelaskan waktunya, juga memberikan petunjuk bagaimana cara mengetahuinya. Begitu halnya dalam pensyariatan ibadah puasa.
Allah SWT dan Rasul-Nya memberikan petunjuk bahwa ibadah puasa adalah ibadah yang waktu pelaksanaannya berdasarkan peredaran bulan. Syariat puasa ramadhan ini hadir pada tahun ke 2 H.
Rasulullah SAW dalam banyak sabdanya memberikan petunjuk tentang melihat bulan, diantara sabdanya:
صُومُوا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوا لِرُؤْيَتِهِ
“Berpuasalah kamu saat melihatnya (hilal) dan berifthar (lebaran) saat melihatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa kesaksian melihat bulan itu harus datang dari dua orang muslim yang adil, sebagai hasil qiyas dengan kesaksian pada perkara lainnya, juga didasarkan dari riwayat Husain bin Harits bahwa Al-Harist bin Al-Hathib seorang amir Mekkah berkata:
أمرَنَا رسولُ الله صلى الله عليه وسلم أن ننسكَ لرؤيته، فإن لم نَرهُ فشَهدَ شاهدان عدلانِ نَسَكْنا بشهادتيهما
“Rasulullah SAW telah memerintahkan kami untuk berpuasa dengan melihat bulan, jika kami tidak melihatnya, maka kami sudah berpuasa dengan kesaksian dua orang” (HR. Abu Daud)
Seorang ilmuan Indonesia, T. Djamaluddin, Profesor Riset Astronomi Astrofisika, LAPAN, yang tergabung dalam Anggota Badan Hisab Rukyat, Kementerian Agama RI sedikit memberikan penjelasan astronomi mengenai ayat-ayat yang memberikan isyarat tetang operasional penentuan awal Ramadhan.
Allah SWT memberikan penjelasan kepada kita secara umum waktu kita berpuasa, melalui firmannya:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Karena itu, barangsiapa di antara kamu menyaksikan (datangnya) bulan (Ramadhan) itu maka berpuasalah”(QS 2:185).
Jadi metode Rukyat Al-Hilal (Melihat Bulan) adalah metode melihat bulan penentu ramadhan yang sering disepakati bersama dalam sidang itsbat. Sedangkan berdasarkan kesepakatan di kawasan Asia, tinggi hilal adalah 2 derajat.
oleh Danu Wijaya danuw | Mei 8, 2018 | Artikel, Dakwah
TIBALAH kita di minggu-minggu terakhir Bulan Sya’ban. Ini artinya dalam beberapa hari mendatang kita akan memasuki bulan yang penuh dengan keberkahan.
Ya, bulan Ramadhan. Bulan paling ditunggu-tunggu umat Muslim. Bulan ketika Allah SWT memberikan banyak pahala dan keberkahan di dalamnya.
Tentunya untuk menyambut bulan Ramadhan yang hanya ada satu tahun sekali ini kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik mungkin. Namun, bagaimanakah seharusnya kita mempersiapkan diri menghadapi bulan Ramadhan?
Berikut ini empat amalan yang dapat kita persiapkan untuk menyambut Ramadhan.
1. Memperbaiki hubungan dengan saudara dan keluarga
Allah berfirman :
“Bertakwalah kepada Allah dan perbaiki hubungan diantara kalian”.
Memperbaiki kembali hubungan dalam keluarga menyambut ramadhan akan semakin menambah keharmonisan dalam keluarga ketika menjalankan ibadah puasa, karena hati yang bersih akan semakin suci. Maka menjelang ramadhan saatnya untuk saling meminta maaf dan memaafkan.
Itulah beberapa amalan yang bisa kita lakukan untuk menyambut bulan suci penuh ampunan.
2. Memperbanyak istighfar dan taubat.
Setiap anak adam pasti pernah salah dalam kehidupannya. Iman yang selalu naik dan turun, perjalanan hidup yang banyak godaan pasti akan membuat anak adam pernah terpeleset sehingga terkotori oleh dosa, dan kotoran itu perlu dibersihkan. Maka istighfar dan taubat adalah pembersihnya.
“Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfaal: 33)
3. Mempelajari ilmu fikih selama bulan Ramadhan
Karena Allah perintahkan manusia untuk berbekal selama perjalanan hidupnya,
“Ambillah bekal, dan sebaik-baik bekal adalah taqwa” (QS. Al-Baqarah: 197)
Untuk bisa menggapai taqwa selama ramadhan, kita harus mengikuti aturan syariat yang berlaku selama bulan mulia itu. Dan satu-satunya jalan untuk bisa mengikuti aturan syariat itu adalah dengan mempelajari aturan terebut dan berusaha mengamalkannya.
Karena itulah, para ulama sejak masa silam, selalu memotivasi kaum muslimin untuk belajar dan belajar. Belajar aturan syariat kemudian berusaha mengamalkannya.
4. Melatih diri dengan puasa sunnah
Untuk menghadapi Ramadhan kita membutuhkan energi yang cukup baik. Salah satu cara kita untuk mempersiapkan diri menyambut Ramadhan adalah dengan memperbanyak shaum sunnah di bulan Sya’ban.
Dari Aisyah ra, ia berkata: “Tidaklah saya melihat Rasulullah menyempurnakan satu bulan puasa kecuali ramadhan, dan tidaklah saya melihat Rasulullah yang paling banyak puasanya kecuali di bulan sya’ban. (HR. Bukhori).