by Danu Wijaya danuw | Jul 14, 2017 | Artikel, Dakwah
Diceritakan ada seorang pedagang di Saudi Arabia. Pada awal dia meniti karir dalam bisnis, dulunya dia bekerja di sebuah pelabuhan di negeri ini. Semua barang-barang perniagaan yang akan masuk harus melalui dia dan mendapatkan tanda tangannya.
Dia tidak suka kepada orang yang main kolusi dan suap-menyuap. Tetapi dia tahu bahwa atasannya senang mengambil uang suap. Sampai akhirnya teman kita yang satu ini didatangi oleh orang yang memberitahunya agar tidak terlalu keras dan mau menerima apa yang diberikan oleh penyuap untuk mempermudah urusannya.
Setelah mendengar perkataan tersebut, dia gemetar dan merasa takut. Ia lalu keluar dari kantornya, sementara kesedihan, penyesalan dan keraguan terasa mencekik lehernya. Hari-hari mulai berjalan lagi, dan para penyuap itu datang kepadanya. Yang ini mengatakan, ‘Ini adalah hadiah dari perusahaan kami’. Yang satu lagi bilang, ‘Barang ini adalah tanda terima kasih perusahaan kami atas jerih payah Anda’.
Dan dia selalu mampu mengembalikan dan menolak semuanya. Tetapi sampai kapan kondisi ini akan tetap berlangsung? Dia khawatir suatu waktu mentalnya akan melemah dan akhirnya mau menerima harta haram tersebut. Dia berada di antara dua pilihan; meninggalkan jabatannya dan gajinya atau dia harus melanggar hukum-hukum Allah Ta`ala dan mau menerima suap.
Karena hatinya masih bersih dan masih bisa meresapi firman Allah Ta`ala, “Dan siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah akan menjadikan untuknya jalan keluar dan akan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangkanya.” (Ath-Thalaq: 2-3).
Akhirnya dia memutuskan untuk mengundurkan diri dari jabatannya. Dia berkata, ‘Tak lama setelah itu Allah Ta`ala mengaruniakan untukku kapal kargo yang kecil. Aku pun memulai bisnisku, mengangkut barang-barang. Lalu, Allah mengaruniakan kapal kargo lain lagi. Sebagian pedagang mulai memintaku untuk mengangkut barang-barang perniagaan mereka, karena aku memang sangat hati-hati, seolah-olah barang-barang itu milikku sendiri.
Di antara kejadian yang menimpaku adalah sebuah kapal kargoku menabrak karang dan pecah. Penyebabnya, karena sang nahkoda tertidur. Dia meminta maaf. Tanpa keberatan aku memaafkannya. Maka, merasa heranlah seorang polisi lalu lintas laut, karena aku begitu mudah memaafkan orang. Dia berusaha berkenalan denganku.
Setelah berlangsung beberapa tahun, dia -polisi itu- bertambah tinggi jabatannya. Saat itu datang barang-barang perniagaan dalam jumlah besar. Dia tidak mau orang lain, dia memilihku untuk mengangkut barang-barang tersebut tanpa tawar menawar lagi.”
by Danu Wijaya danuw | May 23, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Silaturahim seperti dijanjikan Rasulullah SAW dapat membuat seorang Muslim dilapangkan rezeki dan dipanjangkan umurnya.
Dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang suka diluaskan rezeki dan dipanjangkan umurnya maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim.” (HR Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Selain itu, mereka yang gemar bersilaturahim dijanjikan akan di masukan ke dalam golongan orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat.
Dari Abu Hurairah RA, sesunguhnya Rasulullah saw bersabda, ”… Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akherat maka lakukanlah silaturahmi…” (HR Bukhari dan Muslim).
Orang yang gemar silaturahim pun akan selalu berhubungan dengan Allah SWT. Dari Aisyah RA berkata, Rasulullah SAW bersabda,
“Silaturahmi itu tergantung di `Arsy (Singgasana Allah) seraya berkata: “Barangsiapa yang menyambungku maka Allah akan menyambung hubungan dengannya, dan barangsiapa yang memutuskanku maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya” (HR Bukhari dan Muslim)
Keistimewaan lainnya, Silaturahim dapat menjadi salah satu sebab penting masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.
Dari Abu Ayub Al Anshari, beliau berkata, seorang berkata, ”Wahai Rasulullah, beritahulah saya satu amalan yang dapat memasukkan saya ke dalam syurga.” Beliau menjawab, “Menyembah Allah dan tidak menyekutukanNya, menegakkan shalat, menunaikan zakat dan bersilaturahim.”” (Diriwayatkan oleh Jama’ah).
Meski terkesan sepele, silaturahim adalah ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang hamba kepada Allah SWT, serta tanda takutnya seorang hamba kepada Allah.
“Dan orang-orang yang menghubungkan apa-apa yang Allah perintahkan supaya dihubungkan, dan mereka takut kepada Rabbnya dan takut kepada hisab yang buruk.” (QS: Arra’d, 21).
Betapa mulianya menjalin silaturahim, sehingga mendapat keutamaan yang begitu hebat dalam ajaran Islam.
Silaturahim dapat memperkokoh persatuan umat. Karenanya, Rasulullah SAW sangat mewanti-wanti agar umatnya tak sekali-kali memutuskan hubungan silaturahim.
Rasulullah SAW bersabda, ”Barangsiapa yang memutuskanku, maka Allah akan memutuskan hubungan dengannya” (HR Bukhari dan Muslim).
Sumber : Republika
by Danu Wijaya danuw | May 16, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
SUATU hari ketika Imam Abu Hanifah sedang berjalan-jalan melalui sebuah buah rumah yang jendelanya masih terbuka, terdengar oleh beliau suara orang yang mengeluh dan menangis tersedu-desu.
Orang tersebut mengeluh. “Alangkah malangnya nasibku. Sejak pagi belum datang setetes air atau sesuap nasi ke perutku sehingga seluruh badanku menjadi lemah lunglai. Adakah orang yang mau memberi walaupun hanya setetes air.”
Mendengar keluhan tersebut, Abu Hanifah merasa iba terhadapnya. Lalu beliau melemparkan bingkisan yang berisi uang kepadanya. Abu Hanifah lalu meneruskan perjalanannya. Orang itu terkejut ketika mendapati sebuah bungkusan yang tidak diketahui dari mana datangnya, lantas segera dibukanya.
Ternyata bungkusan tersebut berisi uang dengan selembar kertas yang tertulis, “Wahai manusia, sesungguhnya kamu tidak wajar mengeluh seperti itu. Kamu tidak perlu mengeluh dengan nasibmu. Ingatlah kepada kemurahan Allah dan jangan berhenti memohon kepada-Nya dengan bersungguh-sungguh. Janganlah berputus asa, tetapi berusahalah terus-menerus.”
Pada keesokan harinya Imam Abu Hanifah melewati lagi rumah itu dan suara keluhan itu terdengar kembali, “Ya Allah yang Maha Belas Kasihan dan Pemurah, sudilah kiranya memberikan bungkusan lagi seperti kemarin, sekadar menyenangkan hidupku yang melarat ini. Sungguh jika tidak diberi, akan lebih sengsaralah hidupku…”
Mendengar keluhan itu kagi, lalu Abu Hanifah pun melemparkan lagi bungkusan berisi uang dengan selembar kertas dari luar jendela, lalu beliau meneruskan perjalanannya. Orang itu sangat senang mendapat bungkusan lagi.
Seperti kemarin, dibacanya tulisan tersebut yang terdapat pada kertas tersebut, “Hai kawan, bukan begitu cara memohon, bukan demikian cara berikhtiar. Perbuatan demikian ‘malas’ namanya. Putus asa pada kebenaran dan kekuasan Allah.
“Sungguh Allah tidak senang melihat pemalas dan putus asa, enggan bekerja untuk keselamatan dirinya. Hendaklah engkau senang bekerja dan berusaha, karena kesenangan itu tidaklah datang dengan sendirinya tanpa dicari dan diusahakan. Allah tidak akan mengabulkan orang yang malas bekerja. Allah tidak akan mengabulkan doa orang yang putus asa. Insya Allah kamu akan mendapat rezeki, selama kamu tidak berputus asa. Maka, carilah segera pekerjaan, saya berdoa semoga engkau sukses.”
Setelah membaca surat tersebut, ia termenung, insyaf dan sadar akan kemalasannya. Pada keesokan harinya, dia pun keluar untuk mencari rezeki. Sejak hari itu, sikapnya pun berubah mengikuti aturan-aturan hidup dan tidak melupakan nasihat Abu Hanifah tersebut.
Sumber: Setiawan, Hendra. 2014. Agar Selalu Ditolong Allah: Bandung. Jabal
by Danu Wijaya danuw | Apr 26, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Kucing merupakan salah satu hewan yang dicintai oleh Rasulullah saw. Tetapi, tak banyak orang menyukai hewan ini. Salah satu alasannya karena rasa takut atau memang punya pengalaman buruk mengenai hewan ini. Hanya saja, hewan ini banyak ditemui di mana-mana. Sehingga, cukup sulit bagi kita berpaling dari hewan ini.
Seperti halnya ketika sedang makan, seringkali ada kucing yang datang secara tiba-tiba. Meski banyak orang bersama Anda ketika makan, tetapi kucing itu menghampiri Anda, maka ada tanda-tanda hikmah tertentu lho!
Ya, sedikitnya ada tiga tanda dari kedatangan kucing ketika Anda makan. Apa sajakah itu?
Pertama, kedatangan kucing merupakan pertanda kalau Allah Swt mengingatkan kita bahwa semua rezeki yang kita dapatkan bukanlah seutuhnya hak kita. Ada hak-hak orang lain yang seharusnya kita keluarkan.
Seperti zakat fitrah serta zakat harta yang harus di keluarkan sebagai rukun islam yang perlu dipenuhi. Tanpa menunaikan hal semacam ini, pasti kita sebagai umat Islam belum menjalankan semua aturan yang perlu ditegakkan.
Dalam konteks kucing yang datang waktu makan, mengingatkan kita jikalau karunia Allah yang kita terima juga harus dibagi dengan makhluk lain seperti kucing.
Artinya dalam makanan yang kita santap, ternyata ada rezeki untuk kucing yang semestinya kita berikan.
Kedua, memberi makanan pada makhluk Allah termasuk kucing merupakan satu kebaikan.
Sesuai dengan firmannya, Allah akan melipatgandakan satu kebaikan dengan 10 kali lipat kebaikan lainnya. Terlebih bila kita memberikan dengan ikhlas dan tak terpaksa.
Bila berbuat baik pada manusia, seseorang kerap menginginkan ada balasan serupa dari orang lain. Namun tak demikian bila manusia berbuat baik pada kucing.
Ketiga, Allah sedang memberitahu jika kita tak memberi makanan pada kucing itu, sesungguhnya kita tengah menampik rezeki baru yang bakal Allah berikan pada kita.
Rezeki itu luas bukan hanya sekadar uang, namun meliputi semua kehidupan baik itu kebahagiaan, persahabatan, kasih sayang dan sebagainya.
Hewan ini pasti tak dapat membalas apa yang sudah kita berikan terhadapnya. Saat membagi makanan dengan hewan ini, manusia belajar bagaimana rasanya berikan dengan penuh keikhlasan. Aksi berikut yang seharusnya dilakukan manusia saat memberi sesuatu kepada orang lain.
by Danu Wijaya danuw | Nov 21, 2016 | Artikel, Dakwah
Rezeki dan jodoh kita sudah tertulis di Lauhul Mahfudz. Mau diambil lewat jalan halal ataukah haram, dapatnya segitu juga. Yang beda, rasa berkahnya.
Jodoh nabi Nuh dan Luth ternyata bukan istri mereka tersebab keingkarannya. Jodoh istri firaun bernama Aisyah bukanlah suaminya yang sombong. Maryam ibunda Isa as pun kelak bertemu jodohnya diakhirat. Jodoh Abu Lahab itu agaknya Ummu Jamil, sebab mereka kekal di neraka. Jodoh Nabi Sulaiman agaknya ratu Balqis, bersama mereka mengabdi pada-Nya.
Maka layakkan diri dihadapan-Nya untuk dianugrahi rezeki dan jodoh dalam serah terima berkah dan makna. Jika rezeki dan jodoh diambil, maka ikhlaskan. Sebab jodoh dan rezeki ditangan Allah. Ikhtiar dan berdoa untuk mendekatkan diri kepada-Nya.
Di surah AnNur ayat 26, diri ialah cermin bagi jodoh hati. Yang baik bagi jodoh yang baik. Yang buruk bagi jodoh yang buruk. Cara menjemput jodoh terbaik adalah membaikkan diri.
Jodoh tetap misteri. Syukuri ketidaktahuan itu dengan mengupayakan yang terbaik menuju pernikahan suci. Selanjutnya adalah tugas melestarikan perjodohan itu hingga ke surga. Meniti rumah tangga, sabar-syukur dalam barakah dan ridha-Nya.
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media