by Danu Wijaya danuw | Nov 29, 2018 | Artikel, Berita, Nasional
Satu tahun lebih sejak misi kemanusiaan Muhammadiyah Aid menginjakkan kaki di Cox Bazar, Bangladesh pada September 2017 untuk melakukan layanan kesehatan.
Ratusan ribu pengungsi Rohingya sampai saat ini masih ada di sana di camp pengungsian.
Tahap pertama yang dilakukan saat itu adalah penanganan pengungsi rohingnya di Bangladesh agar ketahanan kesehatannya membaik dengan memberikan asupan nutrisi dari bantuan makanan bagi para pengungsi.
Saat itu juga dilakukan inisiasi program buat warga muslim Rohingnya yang masih ada di Myanmar, baik yang ada di barak pengungsian maupun di desa-desa yang dihuni warga muslim rohingnya.
Menurut laporan Muhammadiyah Aid yang diwakili oleh Bachtiar Dwi Kurniawan dari Rakhine State Myanmar dari 26 – 29 Oktober 2018, Muhammadiyah mendirikan dua sekolah di lokasi itu.
Berdasarkan penilaian melalui observasi dan bertemu langsung dengan warga Rohingnya di Myanmar Agustus lalu, maka dipilihlah program pemberdayaan yang ada di Rakhine State.
Program yang dinisiasi tersebut untuk muslim Rohingnya, lanjut Bachtiar antara lain, pendidikan dengan mendirikan sekolah dasar, pelatihan guru, fasilitas sekolah, dan penyaluran school kits.
Di samping itu Muhammadiyah juga akan membangun balai latihan kerja yang ditempatkan di lokasi pengungsian warga muslim Rohingnya di sana.
Program pendidikan yang diinisiasi setidaknya, menurutnya direncanakan dua sekolah berdiri khususnya di Mrauk – U Township, Rakhine State, Myanmar.
Sebagai wujud konkretnya, peletakan batu pertama dilakukan berlokasi di Mrauk – U Township (28/10/2018).
Muhammadiyah Aid bersama Indonesian Humanitarian Alliance mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kaum muslimin Indonesia dan semua pihak yang bersama-sama menyukseskan misi kemanusiaan ini.
Dalam kesempatan itu, kata Bachatiar Muhammadiyah Aid akan membangun sarana air bersih, sanitasi, MCK, saluran air yang ada di kampung-kampung warga muslim Rohingnya yang masih dalam keadaan kumuh.
Sebagai tindak lanjut misi kemanusiaan tahun lalu, Muhammadiyah aid juga akan membangun pasar inklusi, yang menjadi sarana rekonsiliasi konflik dan menghidupkan geliat ekonomi masyarakat akibat konflik sosial itu.
Sumber : SangPencerah.id
by Danu Wijaya danuw | Sep 5, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Pemerintah Indonesia bersama Lembaga NGO Kemanusiaan asal Indonesia sampai saat ini sudah membangun 6 sekolah. Terdiri ada 4 Sekolah dibangun di era Presiden SBY dan ada 2 sekolah dibangun di era Presiden Jokowi.
1. Pembangunan 4 Sekolah di era SBY
Wakil Menteri Luar Negeri Abdurrahman Mohammad Fachir meresmikan empat sekolah bantuan pemerintah Republik Indonesia di Rakhine, Myanmar, Senin, 8 Desember 2014.
Sekolah yang dibangun dengan dana US$ 1 juta tersebut terletak di tiga desa di Rakhine, negara bagian yang dilanda konflik komunal mulai 2012 hingga Juni 2014.
“Saya sangat bahagia sekaligus terharu melihat senyuman polos dan wajah-wajah cerita serta semangat yang tinggi. Mereka begitu antusias menampilkan pengetahuan yang mereka pelajari dalam waktu kurang dari tiga bulan,” ujar Fachir kepada Tempo, Rabu, 10 Desember 2014.

Menurut siaran pers Kementerian Luar Negeri, keempat sekolah yang dibangun masing-masing terletak di :
- Desa Thaykan, Kecamatan Minbya Township;
- Desa Sanbalay, Kecamatan Minbya;
- Desa Mawrawaddy, Kecamatan Maungdaw;
- dan Desa Buthidaung, Kecamatan Thapyaygone.
Peresmian yang dipusatkan di Desa Thaykan, Kecamatan Minbya, tersebut terletak sekitar tiga jam perjalanan menggunakan speedboat dari Sittwe, ibu kota Rakhine.
Acara ditandai dengan pemotongan pita, pembukaan selubung nama sekolah, dan pelepasan puluhan balon ke udara dengan diiringi tarian anak-anak sekolah setempat.
Menurut Fachir, anak-anak sekolah itu juga penuh perhatian ketika dia menjelaskan serta menunjukkan peta Indonesia dan Myanmar.
“Semua mengacungkan tangan saat saya tanya siapa yang mau ke Indonesia,” ujar mantan Duta Besar RI untuk Arab Saudi dan Mesir tersebut. Ada sekitar 400 anak yang belajar di sekolah tersebut.
Dalam peresmian itu, Fachir didampingi :
- Duta Besar RI untuk Myanmar, Ito Sumardi,
- dan disaksikan ratusan masyarakat setempat.
Turut hadir :
- Menteri Perbatasan Myanmar, Thet Naing Win
- Chief Minister Rakhine, U Maung Maung Ohn
- Dan perwakilan badan-badan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bertempat di Myanmar.
Fachir menuturkan bantuan pembangunan empat sekolah tersebut untuk menunjukkan Indonesia secara aktif mendorong rekonsiliasi konflik di wilayah Rakhine melalui pendekatan kemanusiaan.
Pemberian bantuan dana kemanusiaan untuk pembangunan sekolah merupakan tindak lanjut dari kunjungan Menlu Marty Natalegawa ke Rakhine pada Januari 2013 dan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada akhir April 2013.
Secara khusus, pemerintah Myanmar yang diwakili Chief Minister Rakhine menyampaikan terima kasih kepada rakyat dan pemerintah Indonesia yang telah terlibat dalam proses penyelesaian konflik komunal di Rakhine, melalui pendekatan kemanusiaan dan keterlibatan konstruktif.
2. Pembangunan 2 Sekolah di era Jokowi
Indonesia mendirikan dua sekolah di Negara Bagian Rhakine, Myanmar yang selesai dibangun bulan Januari tahun 2017.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi diundang dalam peresmian mengatakan, pendirian dua sekolah dasar bantuan Indonesia.
Retno dalam peresmian mengatakan pembangunan ini merupakan bagian dari komitmen Indonesia dalam mendukung pembangunan inklusif di Myanmar.
“Pembangunan dua sekolah ini adalah bagian dari komitmen Indonesia untuk mendukung pembangunan yang inklusif di Myanmar, utamanya di sektor pendidikan,” kata Retno melalui keterangan tertulis Kemlu, Minggu (22/1/2017).
Dua sekolah yang mendapat bantuan dari Indonesia terletak di :
- Desa La Ma Chae
- dan Desa Thet Kay Pyia Ywar Ma.
Sekolah itu dibangun dari hasil sumbangan kemanusiaan masyarakat Indonesia yang dikoordinir oleh Pos Keadilan Peduli Ummah (PKPU), salah satu anggota Aliansi Lembaga Kemanusiaan Indonesia (ALKI) yang aktif memberikan bantuan kemanusiaan di Myanmar.
Retno berharap, kedua sekolah itu dapat memberikan manfaat bagi semua komunitas di Sittwe.
“Melalui sekolah ini, saya berharap bahwa anak-anak di Rakhine State tidak saja mendapat pendidikan formal, tetapi juga belajar mengenai keberagaman dan toleransi serta menumbuhkan budaya damai dan pluralisme,” ucap Retno.
Acara peresmian dihadiri oleh :
- Menteri Sosial dan Kesejahteraan, Chief Minister Rakhine
- Pejabat Kementerian Pendidikan Myanmar
- Serta perwakilan beberapa organisasi kemanusiaan Indonesia.
Dalam sambutannya, Chief Minister Rakhine State, U Nyi Pu, menyampaikan terima kasih kepada rakyat dan Pemerintah Indonesia atas pembangunan sekolah tersebut serta berbagai bantuan kemanusiaan lainnya.
Manager Rehabilitasi pasca Bencana PKPU, Muhammad Kaimuddin yang berada di lokasi mengatakan
“Kondisi sekolah yang tidak layak bukan hanya terjadi di desa ini, hampir di semua sekolah pemerintah di seluruh Negara bagian ini, selain bangunan tidak layak, juga kelebihan murid dan masih kurangnya sarana ruang belajar, sehingga program pembangunan sekolah yang dilakukan PKPU sangat diperlukan.”
Selain pembangunan dan penyediaan fasilitas sekolah, Indonesia juga akan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas guru-guru yang akan dilakukan di Sekolah Indonesia International School Yangon.
Dengan peresmian dua sekolah baru ini, maka sejak 2014 sudah enam sekolah yang dibangun oleh Indonesia di Rakhine State.
Sumber : Tempo/Kompas/Dakwatuna
by Danu Wijaya danuw | Aug 6, 2017 | Artikel, Berita, Nasional
Ormas Islam Muhammadiyah membuktikan toleransi bukan pada hanya koar-koar dan klaim paling kebhinekaan atau nkri, tapi bukti.
Salah satu buktinya adalah kiprah Muhammadiyah di Papua, NTT, dan lain-lain. Muhammadiyah mendidik warga Kristen Papua di sekolah-sekolah Muhammadiyah, mereka juga disediakan guru agama Kristen.
SMK Muhammadiyah Serui, Kecamatan Yapen Selatan, Kabupaten Kepulauan Yapen, Provinsi Papua, memiliki murid yang mayoritas beragama Kristen.
Menurut Sekjen Muhammadiyah Abdul Mu’ti, hal tersebut bukan hal baru bagi Muhammadiyah.
Mu’ti mengatakan SMK Muhammadiyah Serui sejak pertama berdiri pada 2005 memang lebih banyak diisi oleh murid beragama Kristen.
Tak hanya di Serui, di beberapa wilayah juga ada beberapa sekolah dan universitas Muhammadiyah yang sebagian besar muridnya beragama Kristen.
“Itu bukan sesuatu yang baru. Dari dulu murid yang beragama Kristen memang banyak. Di beberapa daerah, seperti Papua, NTT, Kalbar, sebagian besar (muridnya) beragama Nasrani,” ujar Mu’ti ketika dihubungi, Senin (31/7/2017).
Untuk mengakomodasi para murid yang beragama Kristen, lanjut Mu’ti, pihak sekolah menyediakan guru agama Kristen untuk membimbing para murid. Guru tersebut berasal dari guru tetap Muhammadiyah.
“Dan selama belajar, mereka mendapat pelajaran agama Kristen dari guru. Gurunya itu guru tetap di Muhammadiyah,” ucapnya.
Mu’ti juga menyebut tidak pernah ada masalah antara murid beragama Islam dan murid beragama Kristen di sekolah Muhammadiyah.
“Nggak pernah ada masalah sama sekali. Malah guru agamanya datang ke daerah untuk mengajak belajar di Muhammadiyah,” ujarnya.
Sumber : Sang Pencerah