by Danu Wijaya danuw | Aug 8, 2017 | Artikel, Kisah Sahabat
MASYARAKAT modern saat ini lebih gemar berbelanja di minimarket milik segelintir pemodal besar, ketimbang warung tetangga. Padahal bisa jadi warungnya ini yang menjadi sumber nafkah bagi keluarga dan pendidikan anak-anaknya.
Contoh lain, beberapa orang bersikeras menawar harga sayuran di pedagang kecil yang harganya mungkin hanya ribuan perak. Padahal di kesempatan lain, ia bisa menghabiskan uang hingga ratusan ribu hanya untuk makan di restoran tanpa tawar-menawar atau merasa dirugikan.
Baiknya kita mencontoh perbuatan Imam Abu Hanifah yang berlaku ‘anti-mainstream’ (berbeda dari umumnya) kepada seorang penjual seperti dikisahkan dalam kitab Mausu’atul Akhlaq waz Zuhdi war Raqaiq karya Yasir ‘Abdur Rahman.
Pada suatu hari Nu’man bin Tsabit bin Zuta bin Mahan at-Taymi atau lebih dikenal dengan sebutan Abu Hanifah didatangi seorang perempuan yang membawa pakaian sutra di tangannya.
Perempuan ini berniat menjual pakaian mewah tersebut kepada Abu Hanifah.
“Berapa harganya,” tanya Imam Abu Hanifah.
“Seratus dirham.”
“Tidak. Nilai barang ini lebih dari seratus dirham.”
Sontak pernyataan Abu Hanifah ini membuat si perempuan heran. Lazimnya pembeli selalu menawar barang dagangan dengan harga yang lebih murah, bukan ingin membeli dengan harga yang mahal.
Akhirnya perempuan itu pun melipatgandakan harga pakaian sutranya menjadi empat ratus dirham.
“Bagaimana jika barang itu lebih mahal lagi?” tantang Abu Hanifah.
“Anda bercanda?” Tanya perempuan tersebut tercengang.
“Jika Anda tidak percaya, silakan datangkanlah seseorang untuk menaksir harganya!”
Lalu Perempuan itu akhirnya menghadirkan seorang laki-laki untuk menaksir harga pakaian sutranya.
“Pakaian sutra ini seharga lima ratus dirham,” ungkap si laki-laki.
Imam Abu Hanifah lantas membayarnya kontan dengan harga lima ratus dirham. Abu Hanifah paham, perempuan tersebut menjual pakaian sutranya lantaran dalam kondisi sangat membutuhkan uang
by Danu Wijaya danuw | Mar 6, 2017 | Artikel, Dakwah
Abu Hurairah ra adalah sahabat Rasulullah saw yang mendampingi beliau selama empat tahun. Dalam waktu yang sangat singkat tersebut, Abu Hurairah ra banyak menyerap Ilmu dan menghafal hadis-hadis dari Rasulullah saw.
Abu Hurairah ra sendiri pernah berkata, “Orang-orang banyak yang heran, bagaimana aku dapat meriwayatkan hadis begitu banyak. Sebenarnya ketika saudara-saudaraku dari kaum Muhajirin banyak yang berdagang dan saudara-saudara dari kaum Anshar sibuk berladang, aku selalu di samping Rasulullah saw.
Aku termasuk golongan Ashhabus Suffah* dan aku tidak begitu menghiraukan pencarian nafkah karena aku selalu merasa puas dengan sedikit makanan yang diberikan Rasulullah Saw kepadaku.
Aku pernah memberitahukan kepada Rasulullah tentang hafalanku yang lemah, lalu beliau bersabda, ‘Hamparkan kain selimutmu!’
Aku pun melakukan perintahnya, beliau membuat tanda-tanda di kain selimut itu, kemudian bersabda, ‘Sekarang balutkanlah kain selimut ini di sekeliling dadamu.’ Aku pun membalut dadaku dengan kain itu. Sejak saat itu aku tidak pernah lupa lagi dengan segala sesuatu yang ingin aku hafalkan,” (HR. Abu Daud).
Abu Hurairah ra pernah bercerita kepada Abdullah bin Umar ra, “Aku selalu bersama Rasulullah saw di saat orang lain tidak berada di situ. Pekerjaanku hanyalah menghafal apa yang telah disabdakan Rasulullah saw dan aku tidak makan selain yang diberikan Rasulullah saw kepadaku.”
Teladan Ibadah Harian Abu Hurairah
Setelah Islam berjaya dan berhasil menaklukkan beberapa wilayah, kehidupan Abu Hurairah ra. menjadi lebih baik, tetapi ia tidak meninggalkan semangatnya dalam mendalami ilmu. la, istrinya, dan pelayannya tetap istiqamah beribadah di malam hari.
Mereka membagi malamnya menjadi tiga waktu dan secara bergiliran mereka melakukan ibadah sehingga setiap malamnya selalu penuh dengan amal ibadah di keluarga tersebut.
Di antara kebiasaan Abu Hurairah ra adalah mengumpulkan biji-biji kurma dalam sebuah kantong. Kemudian setiap kali berzikir, ia mengeluarkan biji kurma tersebut satu per satu dari dalam kantong. Jika biji dalam kantong habis, ia akan mengisi kembali kantong tersebut dengan biji-biji kurma, lalu memulai zikirnya dari awal lagi.
Abu Hurairah ra juga memiliki seutas benang yang disimpul sebanyak 1.000 simpul. Beliau tidak tidur hingga selesai bertasbih sebanyak simpul benang tersebut. Dan ia selalu beristigfar sebanyak 12.000 kali. la juga tidak pernah ketinggalan melaksanakan shalat sunnah.
*Ashhabus Suffah adalah golongan orang yang tinggal di dekat rumah Rasulullah saw. Mereka tidak memiliki mata pencaharian yang tetap sehingga Abu Hurairah ra. pernah tidak makan selama berhari-hari hingga jatuh pingsan di depan mimbar Rasulullah saw. Mereka sering menjadi tamu Rasulullah saw. dan beliau selalu memberikan sedekah kepada mereka.
Sumber: ceritainspirasimuslim