Oleh: KH. Rahmat Abdullah
 
Arti al ukhuwah yang dimaksud disini adalah
Agar seorang aktifis dakwah menggabungkan antara hati dan ruh dengan tali aqidah, sementara aqidah itu sendiri merupakan tali yang paling kuat dan paling mahal. Ukhuwah (persaudaraan) adalah saudara (teman) seiman, sementara perpecahan itu saudara kekafiran. Kekuatan yang pertama adalah kuatnya persatuan dan kesatuan.
Tak ada persatuan bila tak ada cinta kasih. Sedangkan derajat cinta yang paling rendah adalah hati yang selamat dari buruk sangka kepada muslim lainnya, dan paling tinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan saudaranya daripada kepentingan pribadi.

(Hasan al Banna)

Suara merdu persaudaraan sepatutnya didominasi oleh nuansa bening. Serendah-rendahnya bermuatan kelapangan hati dan setinggi-tingginya itsar; memprioritaskan saudara melebihi diri sendiri. Ada hamba Allah bukan nabi bukan syuhada, namun menjadikan iri para nabi dan syuhada.
Mereka orang-orang yang saling mencintai dengan Ruh Allah, bukan karena hubungan sedarah atau kepentingan memperoleh kekayaan. Demi Allah, wajah-wajah mereka cahaya. Mereka takkan merasakan ketakutan ketika banyak orang ketakutan dan tdak akan bersedih bila umat bersedih”. (H.R. Ahmad)
Bersaudara dalam Senang dan Susah
Belakangan, sosok jamaah dengan sejumlah prestasi gemilang justru menjadi pengunjung tetap penjara (zuwwarus sijn). Mereka telah menata siapa yang lebih banyak hafalan Al Qur’an, kuliah penjara atau program lainnya, tambahan bahasa asing. Sehingga mereka keluar penjara dengan hafalan Al Qur’an dan selesai dengan berbagai strata mata kuliah. Kamar sesak tak jadi soal. Yang tidur belakangan merelakan pangkuan menjadi bantal bagi saudaranya.
Banyak orang mengira mampu menghancurkan mereka dengan cara melontarkan fitnah kedalam shaf. Serangan fisik dan penghancuran sebagai sarana. Mungkin kepala dapat terpisah dari jasad namun, ukhuwah tetap kokoh dan abadi, tak terkeruhkan oleh keterbatasan sifat-sifat kemanusiaan.
Ukhuwah yang Jujur dan Benar
Banyak orang bersaudara karena kesatuan suku, usaha, partai, ormas dan jamaah. Tidak sepatutnya ukhuwah Islamiyah dibatasi oleh tembok-tembok rapuh. Karenanya membicarakan keburukan orang lain (ghibah), membawa berita permusuhan (namimah), serta memata-matai orang (tajassus) tidak serta merta menjadi halal, hanya karena mereka bukan saudara seorganisasi. Siapapun mereka dalam ikatan iman telah memiliki kesakralan ukhuwah yang pantang dinodai.
Abdullah bin Amr kecewa karena pengintaiannya beberapa malam dirumah seorang calon penghuni surga gagal total. Karena ia tak menemukan ibadah-ibadah unggulan pada saudaranya tersebut. Namun ia sangat terhibur ketika lelaki sederhana itu mengatakan “Yang selalu kujaga ialah tak pernah menutup mata untuk tidur sebelum melepaskan perasaan tak baik terhadap sesama muslim”.
Dalam kekalahan perang unta melawan Ali bin Abi Thalib ra, seseorang mencerca Aisyah ra. Namun Ammar bin Yasir ra sebagai panglima Ali, membela Aisyah. “Diam kau wahai si buruk laku. Akankah kau sakiti kecintaan Rasulullah SAW. Aku bersaksi bahwa ia adalah istri Rasulullah di surga. Ibunda Aisyah telah memilih jalannya dan kita tahu ia adalah istri Rasulullah SAW. Akan tetapi Allah telah menguji kita dengannya agar ia tahu apakan kepada-Nya kita taat atau kepadanya.”
Ketika Imam Ali bin Abi Thalib ditanya apakah lawan-lawan politiknya itu musyrik? Jawabnya: “Justru dari kemusyrikan mereka berlari.” Tanya lagi: “Jadi siapa mereka itu?” Jawabnya: “Mereka ikhwan (saudara) kita walau berontak kepada kita”
Zaid bin Tsabit pernah berbeda pendapat yang tajam dalam suatu masalah. Namun mereka akur. Ibnu Abbas ra menuntun kendaraan Zaid bin Tsabit. “Tidak usahlah wahai paman Rasulullah” pinta Zaid. “Demikianlah kami diperintahkan menghormati ulama dan pembesar kami”, jawab Ibnu Abbas. Kemudian Zaid mencium tangannya. “Begitulah kami diperintahkan terhadap Ahli bait Rasulullah” ujar Zaid.
Saudara dan Persaudaraan
Arrabi’ Al Aslami dari generasi gemilang sahabat Rasul dipersilahkan mengajukan permintaan. Apa jawab Arrabi? “Kuminta agar dapat tetap menemanimu di surga” sahutnya.
Hasan al Bashri dengan kesederhanaan hidup dan ketajaman pandangannya berujar: “Tak ada yang tersisa dari kehidupan kecuali tiga:
Pertama, saudara (akh)-mu yang dapat kau peroleh kebaikan dari bergaul dengannya. Bila engkau tersesat dari jalan lurus ia akan meluruskanmu.
Kedua, shalat dalam keterpaduan, engkau terlindung dari melupakannya dan meliput ganjarannya
Ketiga, cukuplah kebahagiaan hidup bila engkau tak punya beban tuntutan seseorang yang harus kau tanggung di hari kiamat”.
Syair dari Imam Syafii ra :
Sahabat yang tak berguna saat datangnya derita
Nyarislah seperti seteru lainnya
………………..
Selamat tinggal dunia
Bila tak ada lagi teman sejati
Yang jujur, tepat janji dan saling mengerti
Referensi :
Untukmu Kader Dakwah, Penerbit Dakwatuna, KH Rahmat Abdullah