Fiqih Sunnah : Definisi dan Keutamaan Puasa

Oleh : Sayyid Sabiq
 
Definisi Puasa
Secara bahasa, puasa berarti “menahan”. Allah SWT berfirman, “Aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang Maha Pengasih.” (QS. Maryam: 26). Berpuasa disini, bermakna “menahan diri dari berbicara”.
Secara istilah, berpuasa berarti “menahan diri dari segala yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga matahari terbenam, dengan disertai niat.”
Keutamaan Puasa

  1. Abu Hurairah ra. meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Allah SWT berfirman, ‘Semua amalan manusia adalah untuk dirinya, kecuali puasa. Sesungguhnya, puasa itu untuk-Ku, dan Aku yang akan memberinya ganjaran.’ Puasa itu adalah perisai, maka ketika datang saat berpuasa, janganlah berkata keji, berteriak-teriak, atau mencaci-maki. Jika dicaci-maki atau diajak berkelahi, hendaklah ia menjawab, ‘Aku sedang puasa. Aku sedang puasa.’ Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah pada hari kiamat daripada bau kesturi. Orang yang berpuasa memperoleh dua kegembiraan: saat berbuka, ia bergembira dengan berbukanya, dan saat bertemu Tuhannya, ia bergembira dengan puasanya.” (HR. Ahmad, Muslim, dan Nasa’i).
  2. Riwayat Bukhari dan Abu Dawud berbunyi, “Puasa itu merupakan perisai. Jika seseorang di antara kalian berpuasa, janganlah berkata keji dan mencaci-maki. Jika ada orang yang mengajaknya berkelahi atau mencaci-makinya, hendaklah ia berkata, ‘Aku ini sedang puasa. Aku ini sedang puasa.’ Demi Tuhan yang nyawa Muhammad berada di tangan-Nya, bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah daripada bau kesturi. Allah berfirman, ‘Ia tinggalkan makan, minum, dan nafsu syahwatnya untuk mencari ridha-Ku. Puasa itu adalah untuk-Ku. Akulah yang akan memberinya ganjaran dan setiap kebaikan akan mendapat ganjaran sepuluh kali lipat.
  3. Abdullah bin Amr ra. meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Puasa dan Al-Qur’an akan memberi syafaat kepada seseorang pada hari Kiamat. Puasa berkata, ‘Ya Tuhan, aku telah menghalanginya makan dan melampiaskan syahwatnya di siang hari. Karena itu, berilah dia syafaat.’ Al-Qur’an juga berkata, ‘Aku menghalanginya tidur di malam hari, maka berilah dia syafaat.’ Lalu syafaat keduanya di terima oleh Allah.” (HR. Ahmad dengan sanad yang shahih).
  4. Abu Umamah berkata, “Aku datang kepada Rasulullah SAW dan berkata, ‘Perintahkanlah aku melakukan suatu amal yang dapat memasukkanku ke surga.’ Maka Nabi SAW bersabda, “Hendaklah kamu berpuasa, karena puasa itu tiada bandingannya.’ Kemudian aku mendatangi Nabi kedua kalinya, dan beliau tetap bersabda, ‘Hendaknya kamu berpuasa.” (HR. Ahmad, Nasa’i, dan Hakim). Hadits ini dishahihkan oleh Hakim.
  5. Abu Sa’id al-Khudri meriwayatkan bahwa Nabi SAW bersabda, “Tidaklah seorang hamba berpuasa satu hari di medan perang, kecuali Allah akan menghindarkan dirinya dari neraka sejauh (perjalanan) tujuh puluh tahun.” (HR. Jama’ah kecuali Abu Dawud).
  6. Sahl bin Sa’d meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya, surga itu memiliki sebuah pintu yang dinamai Ar-Rayyan (pemuas dahaga). Pada hari kiamat kelak, dipanggillah, ‘Di manakah orang-orang yang berpuasa?’ Masuklah melalui pintu Ar-Rayyan.’ Jika orang terakhir dari mereka telah masuk, maka pintu itu pun ditutup.” (HR. Bukhari dan Muslim).

[Baca juga: Fiqih Wanita Berkaitan dengan Ramadhan (bagian 1)]
Sumber:
Fiqih Sunnah Jilid 1, Sayid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat
 

X