0878 8077 4762 [email protected]

Saudi Keluarkan Larangan Foto di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi

Jakarta – Fenomena banyaknya jemaah yang mengambil foto dan ber-selfie di depan Kakbah, Masjidil Haram, menjadi perhatian serius pemerintah Arab Saudi. Kini tindakan foto-foto di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dilarang.
Hal itu tertuang dalam surat diplomatik yang dikirimkan Kementerian Luar Negeri Arab Saudi pada 12 November 2017. Surat dikirimkan kepada negara-negara penyelenggara haji dan umrah.
Inti surat diplomatik adalah Arab Saudi meminta negara-negara sahabat memberikan penyuluhan yang lebih tegas kepada para calon jemaah haji dan umrah. Penyuluhan berkaitan dengan larangan mengambil gambar di lingkungan Masjidil Haram.
“Kementerian Haji dan Umrah mengimbau untuk kiranya dapat memberikan penyuluhan agar tidak melakukan perbuatan tersebut dan menegaskan kembali kepada mereka mengenai pentingnya merespons instruksi yang melarang pengambilan gambar, baik dengan kamera biasa, kamera televisi, maupun kamera lainnya,” kata Menteri Haji dan Umrah Saudi Mohammed Saleh bin Taher Benten dalam surat diplomatiknya, Jumat (24/11/2017).
Larangan yang berlaku untuk dua masjid suci, yakni Masjidil Haram dan Masjid Nabawi dimaksudkan agar jemaah yang sedang khusyuk beribadah dan tidak terganggu oleh aktivitas pengambilan foto selfie.
“Dalam rangka menegakkan peraturan yang berlaku dan dalam rangka menghormati kesucian dua masjid suci dan demi terjaganya suasana ibadah,” kata Mohammed Saleh.
Selama ini memang banyak jemaah yang berfoto selfie di Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Tempat favorit jemaah adalah background Masjidil Haram. Tak jarang yang meng-upload di media sosial.
Sedangkan untuk Masjid Nabawi, biasanya jemaah berfoto di pelataran dengan background pintu-pintu megah dan payung raksasanya.
Sebenarnya ber-selfie di dua masjid suci tersebut selama ini juga tak bebas. Sebab, ada petugas atau askar yang mengingatkan kalau ada yang ber-selfie di dua masjid suci tersebut, namun memang belum ada aturan tegas benar soal hal itu.
 
Sumber : Detik / Foto : Dream

Mengapa Surat Al Ikhlas Dikatakan Bagai Sepertiga Al Qur'an?

TAHUKAH Anda surat Al Ikhlas itu senilai sepertiga al Qur’an? Hal ini sebagaimana dalam keterangan dari hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu menceritakan:
“Di suatu malam, ada seorang sahabat yang mendengar temannya membaca surat al-Ikhlas dan diulang-ulang. Pagi harinya, sahabat ini melaporkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, dengan nada sedikit meremehkan amalnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, surat al-Ikhlas itu senilai sepertiga al-Quran.” (HR. Bukhari 5013 dan Ahmad 11612).
Dalam hadis lain, dari Abu Darda’ radhiyallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bertanya kepada para sahabat, “Sanggupkah kalian membaca sepertiga al-Quran dalam semalam?”
Mereka bertanya, “Bagaimana caranya kita membaca 1/3 al-Quran?Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan, “Qul huwallahu ahad senilai sepertiga al-Quran.” (HR. Muslim 1922).
Lantas, mengapa membaca surat Al Ikhlas ini sama dengan membaca sepertiga al qur’an?
Dalam al-Quran, ada 3 pembahasan pokok:

  1. Hukum, seperti ayat perintah, larangan, halal, haram, dan sebagainya.
  2. Janji dan ancaman, seperti ayat yang mengupas tentang surga, neraka, balasan, termasuk kisah orang soleh dan kebahagiaan yang mereka dapatkan dan kisah orang jahat, berikut kesengsaraan yang mereka dapatkan.
  3. Berita tentang Allah, yaitu semua penjelasan mengenai nama dan sifat Allah.

Karena surat al-Ikhlas murni membahas masalah tauhid, bercerita tentang siapakah Allah Ta’ala, maka kandungan makna surat ini menyapu sepertiga bagian dari al-Quran.
Kita simak keterangan al-Hafidz Ibnu Hajar, Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Senilai sepertiga al-Quran” dipahami sebagian ulama sesuai makna dzahirnya. Mereka menyatakan, bahwa surat al-Ikhlas senilai sepertiga dilihat dari kandungan makna al-Quran. Karena isi Quran adalah hukum, berita, dan tauhid. Sementara surat al-Ikhlas mencakup pembahasan tauhid, sehingga dinilai sepertiga berdasarkan tinjauan ini.” (Fathul Bari, 9/61)
Penjelasan kedua, bahwa isi quran secara umum bisa kita bagi menjadi 2:

  1. Kalimat Insya’ (non-berita): berisi perintah, larangan, halal-haram, janji dan ancaman, dan sebagainya.
  2. Kalimat khabar (berita): dan berita dalam al-Quran ada 2:
    a) Berita tentang makhluk: kisah orang masa silam, baik orang soleh maupun orang jahat.
    b) Berita tentang khaliq: penjelasan tentang siapakah Allah, berikut semua nama dan sifat-Nya.

Mengingat surat al-Ikhlas hanya berisi berita tentang Allah, maka surat ini menyapu sepertiga makna al-Quran.
Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan, “Surat al-Ikhlas senilai 1/3 al-Quran, karena isi al-Quran ada 2: khabar dan Insya’. Untuk Insya’ mencakup perintah, larangan, dan perkaran mubah. Sementara khabar, di sana ada khabar tentang kkhaliq dan khabar tentang ciptaan-Nya. Dan surat al-Ikhlas hanya murni membahas khabar tentang Allah.”(Fathul Bari, 9/61)
Pahalanya Senilai Membaca sepertiga al-Quran
Allah dengan rahmat dan kasih sayang-Nya memberikan pahala ibadah kepada hamba-Nya dengan nilai yang beraneka ragam. Ada ibadah yang diberi nilai besar dan ada yang dinilai kecil. Sesuai dengan hikmah Allah. sehingga, umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang usianya relatif pendek, bisa mendapatkan pahala besar tanpa harus melakukan amal yang sangat banyak.
Umat Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam diberi oleh Allah lailatul qadar, yang nilainya lebih baik dari pada 1000 bulan. Ada juga masjidil haram, siapa yang shalat di sana dinilai 100.000 kali shalat. Kemudian surat al-Ikhlas, siapa membacanya sekali, dinilai mendapatkan pahala membaca 1/3 al-Quran. Dan Allah Maha Kaya untuk memberikan balasan apapun kepada hamba-Nya sesuai yang Dia kehendaki.
Senilai dalam Pahala bukan Senilai dalam Amal
Kami ingatkan agar kita membedakan antara al-Jaza’ dengan al-ijza’.
Al-jaza’ (الجزاء) artinya senilai dalam pahala yang dijanjikan
Al-Ijza’ (الإجزاء) artinya senilai dalam amal yang digantikan.
Membaca surat al-Ikhlas mendapat nilai seperti membaca 1/3 al-Quran maknanya adalah senilai dalam pahala (al-Jaza’). Bukan senilai dalam amal (al-Ijza’).
Sehingga, misalnya ada orang yang bernadzar untuk membaca satu al-Quran, maka dia tidak boleh hanya membaca surat al-Ikhlas 3 kali, karena keyakinan senilai dengan satu al-Quran. Semacam ini tidak boleh. Karena dia belum dianggap membaca seluruh al-Quran, meskipun dia mendapat pahala membaca satu al-Quran.
Sebagaimana ketika ada orang yang shalat 2 rakaat shalat wajib di masjidil haram. Bukan berarti setelah itu dia boleh tidak shalat selama 50 puluh tahun karena sudah memiliki pahala 100.000 kali shalat wajib.
Benar dia mendapatkan pahala senilai 100.000 kali shalat, tapi dia belum disebut telah melaksanakan shalat wajib selama puluhan tahun itu.
Berbeda dengan amal yang memenuhi al-Ijza’, seperti jumatan, yang dia menggantikan shalat dzuhur. Sehingga orang yang shalat jumatan tidak perlu shalat dzuhur. Atau orang yang tayammum karena udzur, dia tidak perlu untuk wudhu, karena tayammum senilai dengan amalan wudhu bagi orang yang punya udzur.
Syaikhul Islam mengatakan,” Jika seseorang membaca surat al-Ikhlas, dia mendapat pahala senilai pahala sepertiga al-Quran. Namun bukan berarti pahala yang dia dapatkan sepadan dengan bentuk pahala untuk ayat-ayat Quran yang lainnya. Bahkan bisa jadi dia butuh bentuk pahala dari memahami perintah, larangan, dan kisah al-Quran. Sehingga surat al-Ikhlas tidak bisa menggantikan semua itu.” (Majmu’ al-Fatawa, 17/138).
Allahu a’lam.
 
Sumber : Konsultasi Syariah

Turki Kirim Bantuan untuk Korban Gempa di Perbatasan Irak dan Iran

Ankara, (MINA) – Perdana Menteri Turki Binali Yildirim mengatakan pada Senin (13/11), negaranya telah mengirim bantuan makanan dan medis untuk korban gempa di perbatasan Irak-Iran.
“Turki berdiri dengan korban gempa,” kata Yildirim dalam sebuah pernyataan Anadolu Agency .
“Orang-orang Turki berada dalam solidaritas dengan rakyat Iran dan Irak,” kata kementerian tersebut.
Bulan Sabit Merah Turki, Selasa (14/11/2017) mengirimkan bantuan untuk korban gempa bumi di Irak.
Safak Lostar dari Bulan Sabit Merah Tukri mengatakan, sembilan truk berisi kompor pemanas, selimut dan kasur dikirim ke korban gempa yang melanda wilayah perbatasan Irak-Iran.
Truk-truk tersebut berangkat dari provinsi timur Erzurum.
“Kami memberikan bantuan sesuai dengan evaluasi tim kami. Sembilan truk yang dilengkapi dengan persediaan bantuan, termasuk 6.000 selimut, 900 kompor pemanas dan 2.000 kasur, telah dikirim ke daerah yang dilanda gempa, ” ungkap Safak.
Cavusoglu menyampaikan belasungkawa dan Turki siap untuk memberikan “semua bantuan” kepada korban di perbatasan Irak dan Iran.
Dikatakan Cavusoglu kepada wartawan di Istanbul pada Senin, dua organisasi bantuan terkemuka di Turki yaitu AFAD (Badan Penanggulangan Bencana Turki) dan Bulan Sabit Merah Turki membantu korban gempa di Irak utara.
Dia juga mengatakan bahwa tim medis dari kementerian kesehatan telah tiba di provinsi Sulaymaniyah di Irak utara.
Gempa berkekuatan 7,3 SR itu melanda sekitar 32 kilometer di barat daya kota Halabja, Irak pukul 9.15 waktu setempat. Waktu Irak (1815GMT), kata Survei Geologi A.S.
IRNA melaporkan, pada hari Selasa (14/11/2017) korban tewas telah meningkat menjadi 432 dan korban luka 7.817 orang.
Dikutip dari Anadolu, Pejabat Iran mengumumkan bahwa 536 desa hancur, 12.000 rumah roboh dan setidaknya 70.000 orang mengungsi.
Sebagian besar korban yang terjadi di kota Kermanshah. Korban tewas diperkirakan akan meningkat.
Sedangkan di Irak, Kementerian Dalam Negeri Irak mengatakan 7 orang tewas dan 321 lainnya cedera di utara negara tersebut.
 
Sumber : MINA dan KBKNews

MUI : Kepercayaan tak Bisa Dicantumkan di Kolom Agama

JAKARTA — Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma’ruf Amin menilai kepercayaan tak bisa dicantumkan sebagai identitas agama dalam kolom KTP.
Karena itu, MUI tengah mencari solusi dari putusan MK terkait pencatuman penghayat kepercayaan di kolom pada KTP.
“Jadi kita sedang mencarikan, seperti apa solusinya. Ya lagi kita cari. Akan kita bahas seperti apa ini menyelesaikannya,” kata Ma’ruf Amin di gedung Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (15/11).
Ia menjelaskan, dalam kesepakatan politik bernegara, kepercayaan bukanlah menjadi identitas sebuah agama.
Sedangkan, penulisan identitas dalam kolom KTP yang dimaksud yakni merupakan identitas agama. Karena itu, kepercayaan tak bisa dicantumkan dalam kolom KTP.
Di satu sisi, dia mengatakan, memang berarti kesepakatan politik, kemudian itu diputuskan oleh MK.
“(Putusan) MK adalah final dan mengikat, padahal ini adalah kesepakatan politik yang sudah disepakati bahkan oleh MPR sampai UU 23 itu kan isinya kesepakatan politik yang dituangkan dalam UU,” jelas dia.
Kiai Ma’ruf pun mengatakan, akibat putusan MK ini, maka bisa saja menimbulkan gejolak di masyarakat.
 
Sumber : Republika

Ini Doa Ketika Dipuji Orang

Pujian Selalu datang ketika melakukan sesuatu yang berarti bagi orang lain, namun apakah diperbolehkan apabila terlalu senang dengan pujian itu? jadi sikap apa yang kita harus diperbuat ketika orang lain memuji diri kita? Berikut penjelasannya:
Dalam kajian seputar raqaiq (membangun kelembutan hati), kita selalu diajarkan bahwa tidak ada pujian yang berarti selain pujian Allah. dan tidak ada celaan yang berarti, selain celaan dari Allah. karena Dia-lah Dzat yang mengetahui kondisi hamba-Nya lahir bathin.
Allah Ta’ala berfirman,
فَلَا تُزَكُّوا أَنْفُسَكُمْ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنِ اتَّقَى
“Jangan kalian memuji-muji diri kalian sendiri, karena Dia-lah yang paling tahu siapa yang bertaqwa.” (QS. an-Najm: 32)
Karena itulah, seorang mukmin akan lebih memperhatikan kondisi bathinnya dibandingkan penilaian orang lain. Manusia hanya bisa menilai lahiriyah, sementara kondisi bathin mereka buta.
Kami tidak mengetahui adanya doa khusus dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika kita mendengar pujian orang lain. Hanya saja ada riwayat dari sahabat yang membaca doa berikut ketika dia berdoa.
Dari Adi bin Arthah –rahimahullah – (seorang ulama Tabi’in) beliau bercerita,
كان الرجل من أصحاب النبي – صلى الله عليه وسلم – إذا زُكِّي، قال
“Dulu ada seorang sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang apabila dia dipuji mengucapkan,
اللَّهُمَّ لا تُؤَاخِذْنِي بِمَا يَقُولُونَ، واغْفِر لِي مَا لَا يَعْلَمُونَ واجْعَلْنِي خَيْراً مِمَّا يَظُنُّونَ
“Ya Allah, jangan Engkau menghukumku disebabkan pujian yang dia ucapkan, ampunilah aku, atas kekurangan yang tidak mereka ketahui. Dan jadikan aku lebih baik dari pada penilaian yang mereka berikan untukku.”
Doa ini diriwayatkan Bukhari dalam Adabul Mufrad (no. 761) dan sanadnya dishahihkan al-Albani. Juga al-Baihaqi dalam Syua’abul Iman (4/228).
Doa ini menunjukkan bahwa sahabat adalah manusia yang jauh dari karakter bangga dengan pujian manusia. Bahkan mereka mengakui kekurangan yang mereka miliki, yang itu tidak diketahui orang yang memuji.
Dengan ini akan menghalangi kita dari potensi ujub, Dengan ini pula kita akan lebih mudah mengakui kekurangan kita. Wallahu a’lam