by Danu Wijaya danuw | Jan 28, 2019 | Artikel, Berita, Internasional
MANILA – Muslim minoritas di Mindanao, Filipina selatan, memberikan suara pada Senin (21/1/2019) dalam referendum otonomi yang telah lama ditunggu-tunggu.
Referendum ini menjadi puncak dari proses perdamaian untuk mengakhiri puluhan tahun konflik di wilayah tersebut.
Sekitar 2,8 juta orang di wilayah Mindanao yang bergejolak diberikan pilihan, apakah mendukung kubu muslim untuk mengelola wilayah itu sendiri dengan nama “Bangsamoro” atau tetap dengan status sekarang yang dikendalikan pemerintah pusat.
Bangsamoro merupakan nama yang diberikan oleh kolonial Spanyol untuk wilayah yang mayoritas penduduknya Muslim tersebut.
Dalam pemungutan suara, setiap warga diberi pilihan untuk memilih “Ya”, yang berarti mendukung Bangsamoro mengelola sendiri wilayahnya.
Pilihan “Ya” itu akan memberikan kekuasaan eksekutif, legislatif dan fiskal untuk wilayah di mana lebih dari 120.000 orang tewas dalam konflik empat dekade.
Konflik berkepanjangan itu menjadikan Mindanao sebagai salah satu wilayah yang termiskin di Asia dan berisiko terhadap infiltrasi oleh kelompok-kelompok yang dicap radikal.

Wilayah mayoritas muslim bangsamoro sesuai sejarah kesultanan
Wilayah Otonomi Muslim Mindanao (ARMM) yang ada saat ini meliputi kawasan provinsi Basilan, Lanao del Sur, Maguindanao, Sulu, dan Tawi-tawi serta Kota Marawi dan Lamitan.
Pemerintah pusat yang dipimpin Presiden Rordrigo Duterte akan terus mengawasi pertahanan, keamanan, kebijakan luar negeri dan moneter, serta menunjuk otoritas transisi yang dijalankan oleh Front Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok separatis diharapkan akan mendominasi pengaturan baru wilayah itu setelah pemilu 2022.
“Kami sangat bersyukur dan bersemangat atas penerimaan serta dukungan dari warga untuk Undang-undang Kesetaraan Bangsamoro ini,” kata Murad Ibrahim, komandan Barisan Pembebasan Islam Moro (MILF), kelompok pemberontak muslim terbesar di Filipina kepada Kyod News.
Komisi Pemilihan Filipina secara resmi kemarin mengumumkan hasil referendum itu yang menyatakan sebanyak 85 persen pemilih menjawab ‘Ya’ untuk pembentukan wilayah otonomi.

Daerah Filipina yang sementara ini memilih otonomi khusus untuk umat Islam Filipina
Sejarah wilayah itu, setelah umat Islam tersingkir karena penjajahan kolonial Spanyol. Hanya beberapa daerah selatan Filipina yang masih banyak muslim Filipina, terutama di distrik pedesaan. Sedangkan pusat kota sudah terpengaruh Kolonial Spanyol yang mengajak menjadi kristiani.
Berdasarkan undang-undang yang diratifikasi, wilayah pemilihan itu akan diperluas hingga ke Cotabato City, serta Provinsi Lanao del Norte, dan Cotabato.
Dengan kemenangan referendum ini maka membuka jalan untuk transisi selama tiga tahun menuju pemilihan anggota legislatif sendiri.
Serta peluang untuk pembangunan infrastruktur, sekolah, layanan kesehatan, dan kesejahteraan sosial bagi sekitar 5 juta penduduk.
Sumber : CNN, Reuters, Merdeka, Sindonews
by Danu Wijaya danuw | Jan 8, 2019 | Artikel, Berita, Internasional, Sejarah
Saat ini, Filipina dikenal sebagai negara di Asia Tenggara yang identik dengan Spanyol. Hal itu bukan tanpa sebab. Dilansir dari jpnn.com, negeri tetangga Indonesia tersebut merupakan bekas koloni bangsa Spanyol di masa lalu.
Tak banyak yang tahu, Filipina sejatinya sempat dipimpin oleh putera Indonesia asal Minangkabau, Raja Sulaiman yang juga seorang muslim.
Sebelum kedatangan bangsa Spanyol, Filipina berada di bawah kekuasaan Raja Sulaeman dari Minangkabau.
Di sana, ia telah menyebarkan agama Islam hingga ke pelosok negeri. Namun, adanya peperangan besar dengan pihak kolonial Spanyol merubah wajah Filipina secara besar-besaran yang bertahan hingga saat ini.
Sehingga ada ungkapan, untung Indonesia dijajah Belanda bukan Spanyol yang mengkristenkan paksa penduduk seperti di Andalusia dan Filipina.
Wilayah yang awalnya diperintah oleh tiga raja muslim

Masyarakat muslim Moro Filipina
Pada pertengahan abad ke-16, wilayah Manila diperintah oleh tiga pemimpin besar yakni Raja Sulaeman, Raja Matanda dan Raja Lakandula.
Ketiganya memimpin sebuah wilayah yang berbeda-beda, namun masih berada di dalam satu kawasan.
Berdasarkan laman dari takaitu.com menuliskan, Raja Sulaeman dan Raja Matanda menguasai area selatan Sungai Pasig yang saat ini bernama Manila.
Sedangkan Raja Lakandula menguasai di bagian utara. Bahkan para pembesar ini memiliki hubungan perdagangan dengan Kesultanan Sulu, Brunei dan Ternate di Cavite.
Pemerintahan Islam di Filipina dan Asal nama Kota Manila

Lapu-Lapu Pahlawan negara Filipina yang seorang suku Muslim
Sejatinya, pemerintahan Islam di Filipina telah ada dan berkembang dengan sangat pesat. Jauh sebelum kedatangan bangsa Spanyol.
Dalam karya disertasi ‘Merantau: Pola Migrasi Suku Minangkabu’ tahun 1974 yang dikutip dari takaitu.com, Mochtar Naim menemukan jejak-jejak mengenai orang-orang Minang yang merantau ke Kepulauan Sulu, Filipina.
Salah satunya adalah jejak Raja Sulaeman dari Minangkabau yang merupakan pendiri kota Manila di Filipina.
Hal ini juga diperkuat dari laman republika.co.id yang menuliskan, penamaan Kota Manila berasal dari kata fi’ amanillah, yang berarti “di bawah lindungan Allah SWT”.
Bertempur dengan pihak Spanyol yang datang ke tanah Filipina

Pertempuran tentara Spanyol dengan rakyat Filipina
Sayang, ketentraman para penduduk muslim Filipina mendadak berubah saat armada besar asal Spanyol datang ke wilayah tersebut.
Sumber dari jpnn.com menyebutkan, pasukan laut negeri matador pimpinan Ferdinand Magellan itu sempat bentrok dengan angkatan bersenjata pimpinan Sultan Sulaiman.
Kala itu, pembesar asal Minangkabau itu menguasai Pulau Seludung yang kini telah berganti nama menjadi Luzon.
Dalam perang yang terjadi pada 27 April 1521 , seorang pemuka Islam pemimpin suku yang bernama Lapu Lapu di wilayah setempat berhasil membunuh Ferdinand Magellan, pemimpin armada Spanyol
Sisa pasukan pun lari dan kembali ke Spanyol. Namun akhirnya datang kembali dengan jumlah pasukan besar, kekuatan Spanyol yang akhirnya sukses mengubah wajah Filipina.
Jejak sejarah yang buktikan keberadaan kerajaan Islam yang memerintah Filipina

Bangunan Intramorus Walle City yang didirikan Raja Sulaeman
Setelah berjaya dalam beberapa dekade, komunitas Islam di Filipina mulai menyusut secara perlahan.
Dilansir dari republika.co.id, ada sekitar 5,1 juta Muslim berdasarkan sensus 2010, atau 11 persen dari total keseluruhan populasi negara tersebut.
Meski demikian, negara tersebut tak lepas dari sejarah kebesaran umat Islam yang menjadi pemimpin mereka sebelum kedatangan bangsa Spanyol.
Salah satu yang bisa disaksikan adalah bangunan Intramorus Walle City yang dibangun oleh Raja Sulaiman, pemimpin masyarakat Melayu sekaligus pendiri Filipina.
Namanya diabadikan menjadi salah satu bagian sejarah kota Manila

Patung Raja Sulaeman di Manila
Sebagai bentuk penghormatan atas jasa-jasanya di masa lalu, figur Raja Sulaeman diabadikan menjadi sebuah patung yang terletak di Rizal Park, Manila.
Laman takaitu.com menyebutkan, hal ini dilakukan untuk mengenang jasa-jasa sang pemimpin sebagai pendiri kota Manila, sekaligus tokoh muslim yang gigih melawan bangsa Spanyol yang datang ke Filipina di masa lalu.
Jejak peradaban Islam yang memang dikenal telah mengakar di wilayah Asia Tenggara, telah menyebar dengan cepat di berbagai negara.
Termasuk di Filipina sendiri. Meski kini negara tersebut telah bersalin rupa secara drastis, toh peninggalan kebesaran Islam di masa lalu masih bisa dilihat hingga saat ini dan menjadi sebuah bagian sejarah yang abadi.
Sumber : Jpnn, Takaitu/Disertasi S-3 Mochtar Naim, Republika, Boombastis
by Danu Wijaya danuw | Jan 1, 2019 | Artikel, Berita, Nasional
Jakarta – Dzikir Nasional Republik 2018 menjadi sarana alternatif mengisi malam Tahun Baru 2019 dengan hal ibadah. Ratusan jamaah sudah memadati lingkungan Masjid At-Tin, Jakarta Timur sejak sore hingga malam hari
Selain acara utama yakni berdzikir, tausyiah, dan ikhtiar kebangsaan, ada pula gelaran talk show, bazar buku Islami, dan juga aneka jajanan. Disusul shalat qiyamul lail berjamaah dan shalat subuh, diikuti kajian bada subuh.
Kesan Jamaah dari luar kota
“Bersama keluarga ini mas, ingin lebih dekat dengan agama menyambut tahun baru, jadi ajaknya ke sini,” kata Solihin, seorang warga Depok saat berbincang di lokasi, Senin (31/12/2018).
Pengunjung lain Muhammad Fikar mengaku acara keagamaan lebih memberi manfaat kebatinan, di tengah rundungan bencana alam yang tengah dialami saudara sebangsa dalam setahun terakhir.
“Saya lebih ingin introspeksi ketimbang euphoria kembang api, berdzikir salah satu medianya,” kata Fikar.
Sedianya, acara akan dimulai pukul 20.00 WIB, atau setelah salat Isya. Pengisi acara, mulai dari Menteri Agama Lukman Hakim Syaifuddin, Menteri Pendidikan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Ulama Tengku Zulkarnaen, dan Ustad Arifin Ilham.
Acara ini dihelat oleh Republika secara berkala setiap tahunnya Parade tausiyah dan dzikir nasional menjadi puncak acara yang mengusung tema “Menebar Kebaikan dan Menguatkan Kepedulian” ini.
Doa Ustad Arifin Saat Mengisi Acara

Dalam kesempatan itu, Arifin mendoakan agar di 2019 mendatang, Indonesia mendapat pemimpin yang baik.
“Yaa Allah berkahilah negeri kami Indonesia dengan pemimpin soleh, amanah, mencintai ulama habaib, dan umat Islam,” kata Arifin dalam doanya yang diamini jamaah.
Selain itu ustad Arifin Ilham mendoakan agar istiqamah dalam ibadah,
“Ya Allah ampuni dosa kami, berkahi sisa umur kami dalam kenikmatan istiqamah hingga akhir khayat kami. Tiada hari tanpa alquran, istiqamah solat berjamaah di masjid, dan selalu berzikir,” munajat Arifin.
Dalam kesempatan itu hadir juga Mendikbud, Muhadjir Efendy. Dia mendoakan, agar umat sebangsa dan setanah air dapat menyongsong tahun 2019 dengan keberkahan yang lebih baik lagi.
“Tahun 2018 ini sudah baik, dan kita harus maknai lagi tahun 2019 lebih baik lagi,” kata Mendikbud Muhadjir.
Sumber : Liputan6