Berbuat Baik Kepada Tetangga

Islam mengajarkan berbuat baik kepada tetangga dan memuliakan tetangga. Sebab tetangga ialah orang yang paling dekat disaat kita membutuhkan sesuatu. Seorang muslim juga merupakan makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri.
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ
Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaknya ia muliakan tetangganya” (HR. Bukhari 5589, Muslim 70)
Allah telah menganjurkan keharusan berbuat baik kepada tetangga dan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :
Jibril selalu menasehati diriku tentang urusan tetangga, sampai-sampai aku beranggapan bahwa tetangga itu dapat mewarisi harta tetangganya”. (HR. Bukhari 6014, Muslim 2625)
Tidak Boleh Mengganggu Tetangganya
Seperti mengeraskan suara radio atau TV, melempari halaman mereka dengan kotoran, atau menutupi jalan bagi mereka. Seorang mukmin tidak dihalalkan mengganggu tetangganya dengan berbagai macam gangguan.
Rasulullah saw bersabda, “Wahai Rasulullah, si Fulanah sering shalat malam dan puasa. Namun lisannya pernah menyakiti tetangganya. Rasulullah bersabda: ‘Tidak ada kebaikan padanya, ia di neraka’” (HR. Al Hakim dalam Al Mustadrak 7385, dinilai shahih oleh Al Albani dalam Shahih Adabil Mufrad 88)
Kemudian dalam hadist lain, ”Demi Allah, tidak beriman, tidak beriman, tidak beriman. Ada yang bertanya: ‘Siapa itu wahai Rasulullah?’. Beliau menjawab: ‘Orang yang tetangganya tidak aman dari bawa’iq-nya (kejahatannya)‘” (HR. Bukhari 6016, Muslim 46)
Seorang muslim juga tidak berhak melarang tetangga berbuat sesuatu selama itu baik. Rasulullah bersabda,
Janganlah salah seorang di antara kalian melarang tetangganya menancapkan kayu di dinding (tembok)nya” (HR.Bukhari (no.1609); Muslim (no.2463); dan lafazh hadits ini menurut riwayat beliau; Ahmad (no.7236); at-Tirmidzi (no.1353); Abu Dawud (no.3634); Ibnu Majah (no.2335); dan Malik (no.1462)).
Bentuk Perbuatan Baik Kepada Tetangga
Jika engkau memasak sayur, perbanyaklah kuahnya. Lalu lihatlah keluarga tetanggamu, berikanlah sebagiannya kepada mereka dengan cara yang baik” (HR. Muslim 4766)
Seorang muslim harusnya berbagi dalam hal makanan dan menghadiahkan sesuatu kepada tetangga, sebagaimana sabda Rasulullah,
Bukan mukmin, orang yang kenyang perutnya sedang tetangga sebelahnya kelaparan” (HR. Al Baihaqi dalam Sunan Al Kubra 18108, dishahihkan Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah 149)
Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Aku bertanya, ‘Wahai Rasulullah, aku memiliki dua tetangga, manakah yang aku beri hadiah?’ Nabi menjawab,
Yang pintunya paling dekat dengan rumahmu’” (HR. Bukhari (no.6020); Ahmad (no.24895); dan Abu Dawud (no.5155)).
Sabar Atas Perilaku Kurang Baik Tetangga
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wassallam bersabda : “Ada tiga kelompok manusia yang dicintai Allah, … Disebutkan diantaranya: “Seseorang yang mempunyai tetangga, ia selalu disakiti (diganggu) oleh tetangganya, namun ia sabar atas gangguannya itu hingga keduanya dipisah boleh kematian atau keberangkatannya” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani).
Dan juga Allah Ta’ala berfirman,
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Artinya: “Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang lain. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan” (QS. Ali ‘Imran:134).
Semoga kita bisa menjalin hubungan baik dengan tetangga
 
Sumber : Muslimah.or.id – Ustadz Ammi Nur Baits

Kisah Kita, KH Wahid Hasyim dan Sebilah Bambu Runcing

Oleh: Rizki Lesus, Peneliti pada Jejak Islam untuk Bangsa (JIB)
 
Dulu sekali, bambu itu berkisah yang kisahnya termakan oleh zaman, berkisah tentang masa kini, tempat kita berpijak.
“..Bambu ini..” kata KH Wahid Hasyim memecah keheningan. Putera pendiri NU KH Hasyim Asy’ari itu mulai berkisah sambil menghela nafas.
Kala itu ia berada di dalam mobil menuju kota Parakan di tengah Pulau Jawa, tempat di mana lautan manusia berduyun-duyun berdatangan memanggul sebilah bambu runcing ujungnya sepanjang dua meter dari Parakan sepenggal Juni ‘46.
”..Iya! Tidak saja berpengaruh dalam perjuangan politik, tetapi dalam kehidupan bangsa dan kebudayan di masa yang akan datang,” lanjut pria yang akrab dipanggil Gus Wahid sambil melirik pria muda berusia 27 tahun,
Diriku yang sedang serius menyimak setelah menanyakan apa arti sebilah bambu runcing Parakan bagi umat Islam dalam perjuangan politik.
Mobil bertuliskan ‘Hizbullah fi Sabilillah’ itu berhenti sejenak. Di hadapan, ribuan orang lalu lalang. Truk-truk itu penuh dengan manusia membopong bilahan bambu runcing ke dan dari Parakan.
“Allahu Akbar..!” takbir itu menggema pada terik yang menggantung di siang hari dan dalam malam sunyi pekat tanpa listrik, karena Sekutu mulai merangsek dan tiba di pelabuhan-pelabuhan penting dan menyerang kota-kota di Indonesia yang baru seumur Jagung. Para pemimpin Negara harus memindahkan Ibu Kota hingga ke Yogyakarta.
Bambu di Parakan memang memegang peranan penting, lantaran tinggal para Kyai terutama KH Subeki yang sudah berusia kepala 9 atau yang sering dipanggil Mbah Subeki yang didatangi para pemimpin dan masyarakat untuk mendoakan mereka berjuang.
“Di mana-mana orang membicarakan bambu runcing. Pak Dirman (Panglima Besar TKR) sendiri tertari akan momentum Parakan. Dan pengaruhnya bagi para prajurit dan para pejuang di medan pertempuran sangat positif,” kata Gus Wahid yang kala itu menjadi Pimpinan Bidang Pertahanan DPP Masyumi.
Sambil melaju pelan, membalas salam para pejuang, Gus Wahid melanjutkan, “Perjuangan bersenjata melawan Belanda akan segera berakhir hanya memerlukan beberapa tahun saja, dan kita akan menang, insya Allah.”
“Tetapi perjuangan yang lebih lama dari itu adalah perjuangan politik, ekonomi, kebudayaan, dan pembangunan akhlak. Perjuangan itu akan berlangsung lama, memerlukan kebijaksanaan dan kesabaran.” Nasihatnya.
Aku berpikir sejenak, apakah benar kita akan mengalahkan Belanda, dan di masa depan perjuangan politik, kebudayaan, akhlak akan lebih berat?
“Kurang berat apa perjuangan ini..” aku menghela nafas.
“Siang maupun malam mereka membajiri Parakan..” gumanku.
Aku sendiri melihat, bahwa kereta sudah tak mampu lagi menampung mereka membawa sebilah bambu.
“Mereka menjadi puas setelah pulang dari Parakan. Hatinya dalam semangat tinggi melawan musuh yang hendak merobek Republik Indonesia..” pikirnya.
bersambung

Mengapa Ridho Suami Itu Surga Untuk Para Istri?

SEORANG suami tak pelak adalah seorang pemimpin dalam sebuah rumah tangga. Hingga, tak heran, dalam Islam, kedudukan seorang suami menempati beberapa keutamaan.
Utamanya adalah ridho seorang suami juga merupakan ridho Allah SWT. Tentu dalam koridor syariat yang sudah digariskan oleh Islam.
Berikut ini adalah 6 alasan mengapa ridho suami adalah surga untuk para istri :
1. Seorang suami dibesarkan oleh ibu yang mencintainya seumur hidup.
Namun ketika dia dewasa, dia memilih mencintai istrinya yang bahkan belum tentu mencintainya seumur hidup, bahkan sering kali rasa cinta kepada  istrinya lebih besar daripada cintanya kepada ibunya sendiri.
2. Seorang suami dibesarkan sebagai lelaki yang ditanggung nafkahnya oleh ayah dan ibunya sehingga dia meningkat dewasa.
Namun sebelum dia mampu membalasnya, dia telah bertekad menanggung nafkah istrinya, perempuan asing yang baru sahaja dikenalinya dan hanya terikat dengan akad nikah tanpa ikatan rahim seperti ayah dan ibunya.
3. Seorang suami ridha menghabiskan waktunya untuk mencukupi keperluan anak-anak seorang istri dan istrinya.
Padahal dia tahu, di sisi Allah, seorang istri lebih harus dihormati 3 kali lebih besar oleh anak-anak dibandingkan dirinya. Namun tidak pernah sekalipun seorang suami merasa iri hati, disebabkan suami mencintai istrinya. Dan berharap sang istri memang mendapatkan yang lebih baik daripadanya di sisi Allah.
4. Seorang suami berusaha menutupi masalahnya di hadapan seorang istri dan berusaha menyelesaikannya sendiri.
Sedangkan seorang istri terbiasa mengadukan masalah pada suaminya dengan harapan dia mampu memberi penyelesaian. Padahal mungkin saja di saat istri mengadu, suami juga sedang mempunyai masalah yang lebih besar. Namun tetap saja masalah istrinya diutamakan berbanding masalah yang dihadapi sendiri.
5. Seorang suami berusaha memahami bahasa diam istri, bahasa tangisan istri.
Sedangkan seorang istri kadang hanya mampu memahami bahasa lisan suaminya saja. Itupun bila suami telah mengulanginya berkali-kali.
6. Bila seorang istri melakukan maksiat, maka dia akan ikut terseret ke neraka, karena dia ikut bertanggung jawab akan maksiat seorang istri.
Namun bila dia bermaksiat, seorang istri tidak akan pernah dituntut ke neraka. Sebab apa yang dilakukan olehnya adalah hal-hal yang harus dipertanggung jawabkannya sendiri.
 
Sumber: halimIslam

3 Amal Yang Paling Berat Menurut Imam Syafi’i

 
SETIAP manusia pastilah menginginkan kehidupan di surga kelak. Untuk menuju hal tersebut kita harus memperbanyak bekal amal untuk menuju surga.
Terdapat 3 amal yang paling berat menurut Imam Syafi’i. Semakin berat suatu amalan, maka semakin berat pula pahala yang akan kita dapatkan. Oleh karena itu, simaklah ketiga amalan berat ini :
1. Murah hati ketika miskin
Sekdekah atau infaq merupakan amalan baik yang dapat mengantarkan kita menuju surga. Ketika seseorang dalam kelapangan atau memperoleh rezeki yang lebih maka ia akan dengan mudah bershodaqoh atau memberikan kelebihannya itu pada orang yang membutuhkan.
Namun berbeda halnya jika kita sedang berada di kondisi yang sempit. Artinya kita sedang mengalami kekurangan, baik itu kekurangan secara fisik atau secara ekonomi.
Pada umumnya orang yang mengalami kekurangan, ia akan mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Oleh karena itu, Allah sangat menyukai orang-orang yang bermurah hati pada orang lain meskipun ia dalam keadaan susah. Sebagai seorang muslim, hal ini juga ditunjukkan oleh Rasulullah. Beliau selalu bermurah hati meskipun dalam keadaan sempit.
Ketika beliau mendapatkan harta yang berlebih maka beliau akan membagikan harta tersebut pada orang lain yang membutuhkan. Bahkan pada suatu hari, beliau pernah mempercepat shalatnya, karena ingin segera menyerahkan harta yang baru saja didapatkannya kepada fakir miskin.
Sebagai umat manusia, hendaknya kita meneladani Rasulullah dalam kondisi lapang maupun sempit, beliau selalu menyempatkan diri untuk berbagi dengan sesama.
2. Wara’ saat sendiri
Wara’ adalah menjauhkan diri dari perbuatan dosa. Pada umumnya setiap orang akan memperlihatkan sisi positifnya pada orang lain. Hal ini akan berpengaruh pada keikhlasan kita untuk berbuat baik ataupun meninggalkan hal-hal yang diharamkan. Meninggalkan apa yang dilarang-Nya merupakan suatu hal yang sangat sulit untuk dilakukan.
Oleh karenanya, banyak orang yang melakukan larangan-larangan Allah seperti berzina, berjudi, minum minuman keras dan masih banyak lagi.
Bahkan mereka tidak lagi malu atau takut melakukannya secara terang-terangan di depan orang lain. Jika kita sedang sendiri, maka kecenderungan untuk kita melakukan larangan tersebut semakin besar. Karena kita merasa bahwa tidak ada orang lain yang mengawasi.
Jadi kita bisa sesuka hati melakukan apapun yang kita mau, termasuk dengan larangan Allah. Hal ini dikarenakan banyak orang yang melakukan perbuatan baik bukan karena keikhlasannya, tetapi hanya ingin dipandang baik oleh orang lain.
Oleh karena itu, orang yang meninggalkan larangan ketika sendiri merupakan orang yang memiliki keimanan kuat pada Allah.
3. Mengungkapkan kebenaran di hadapan orang yang ditakuti
Dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa kita tidak perlu takut pada apa pun kecuali pada Allah. Namun, sebagai manusia biasa, pastinya kita pernah merasakan takut pada orang yang memiliki kekuasaan lebih tinggi atau kekuatan lebih tinggi.
Hal ini akan berpengaruh pada mental kita untuk mengungkapkan kebenaran. Ketika suatu kebenaran tertutupi, maka sebagai umat muslim yang baik kita harus mengungkapkan kebaikan tersebut.
Namun, karena ketakutan yang kita memiliki menyebabkan hilangnya keberanian untuk mengungkapkan kebenaran di hadapan mereka yang kita takuti. Oleh karena itu, amalan ini termasuk  tiga amalan yang berat karena memang sungguh sulit melakukannya.
Demikianlah tiga amal yang paling berat menurut Imam Syafii. Allah telah menyediakan balasan yang setimpal dengan apa yang kita lakukan. Jika amalan yang kita lakukan berat dan banyak, maka pahala akan terus mengalir pada kita

Keinginan Berhijab yang Kuat

Apa itu Hijab? Hijab adalah penghalang atau kerudung yang digunakan oleh wanita muslim yang biasa disebut juga dengan jilbab. Namun dalam keilmuan Islam, hijab lebih tepat merujuk kepada tatacara berpakaian yang pantas sesuai dengan tuntunan agama. Jadi kaum wanita yang tak memakainya, mereka telah mengingkari hukum syariat Islam.
Perintah Berhijab Dalam Alqur’an
Perintah berjilbab berdasarkan Al Quran; kerudung menutupi rambut hingga pinggang, dan tidak boleh menunjukan lekuk tubuh. Hanya tangan dan wajah yang boleh tidak tertutup. Niqab dan burqa tidak wajib.
Dalam Al Qur’an surat Al-Ahzab : 59 Allah swt berfirman
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Dalam Al Qur’an surat An-Nur ayat 31 Allah swt berfirman
“…dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya… “.
Dalam Al Qur’an surat  Al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 5 baris terakhir Allah swt berfirman
“….. Barang siapa yang mengingkari hukum-hukum syariat Islam sesudah beriman, maka hapuslah pahala amalnya bahkan di akhirat dia termasuk orang-orang yang merugi”.
Rasulullah saw bersabda,
Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab).”(HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah).
Sesungguhnya banyak kaum wanita yang hapus pahala shalatnya yang hidup di zaman ini dan di zaman yang akan datang, semata-mata karena mereka tidak memakai jilbab didalam hidup mereka.
Telah diisyaratkan Rasulullah saw dikala hidup beliau sebagaimana bunyi hadits dibawah ini yang artinya sbb:
“Ada satu masa yang paling aku takuti, dimana ummatku banyak yang mendirikan shalat, tetapi sebenarnya mereka bukan mendirikan shalat, dan neraka jahanamlah bagi mereka”.
Sebagian besar wanita akan menghadapi godaan besar sebelum berhijab seperti godaan untuk membatalkan berhijab, terpengaruh oleh teman lain, lebih suka memadukan tren baju dengan gaya hijab, atau yang lainnya.
Untuk berhijab, keinginan yang kuat dan percaya diri adalah kunci utama. Dengan memiliki kunci utama tersebut, muslimah tidak akan mudah terpengaruh dengan godaan orang lain dan pekerjaan.
Bagi wanita yang berani untuk tampil sopan dengan berhijab adalah pilihan yang tepat. Dengan berhijab, kita dapat menutupi aurat, InsyaAllah akan terhindar dari perbuatan-perbuatan jahat yang akan dilakukan oleh orang lain.
Semoga para muslimah mempunyai semangat tampil menawan dengan berhijab sesuai perintah agama Islam yang diterangkan dalam Al Qur’an.
 
Sumber :  Seputarpengertian.blogspot

Mengapa Perempuan Lebih Utama Shalat Di Rumah?

Islam sangat menjaga dan melindungi kehormatan dan kemuliaan wanita. Karena itulah Islam memerintahkan para wanita untuk menetap di dalam rumahnya.
وَقَرْنَ فِي بُيُوتِكُنّ
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu …” (Al-Ahzab: 33)
Islam juga menganjurkan kepadanya agar melaksanakan shalat di rumahnya dan menjelaskan bahwasanya hal itu lebih baik baginya daripada shalat di masjid, demi menjaga kehormatan, kesucian diri dan kemuliaannya.
Sikap berikut ini menggambarkan kepada kita sebuah akhlak yang mulia dari seorang shahabiyah (sahabat dari kalangan perempuan) dalam melaksanakan petunjuk Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam untuknya, yaitu menunaikan shalat di rumah, karena hal ini adalah yang lebih afdhal baginya.
Ath-Thabrani dan lainnya meriwayatkan dari Ummu Humaid, istri Abu Hamid as-Sa’idi radhiyallahu ‘anha :
Ummu Humaid berkata, “Saya berkata (kepada Rasulullah), ‘Wahai Rasulullah! Para suami kami melarang kami shalat bersamamu (di masjid).’
Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa Sallam berkata,

صَلَاتُكُنَّ فِي بُيُوتِكُنَّ خَيْرٌ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي حُجَرِكُنَّ، وَصَلَاتُكُنَّ فِي حُجَرِِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي دُوْرِكُنَّ وَ صَلَاتِكُنَّ فِي دُوْرِكُنَّ أَفْضَلُ مِنْ صَلَاتِكُنَّ فِي الجَمَاعَةِ

‘Shalat kalian di tempat tidur kalian lebih baik daripada shalat kalian di kamar kalian, shalat kalian di kamar kalian lebih baik daripada shalat kalian di rumah kalian, dan shalat kalian di rumah lebih baik daripada shalat kalian berjamaah (di masjid)’.”
Hadist riwayat Ahmad (6/371), Shahih Ibnu Hibban (5/595), dan disebutkan oleh Ibnu Katsir dalam tafsirnya (2/295).
Penggalan kisah dalam hadits tersebut menjelaskan kepada setiap muslimah betapa kesungguhan seorang shahabiyah yang mulia ini selalu mengamalkan Al Qur’an dan Sunnah Rasulullaah Shalallaahu’alaihi wa Sallam.
Sebab, saat Nabi Shalallaahu’alaihi wa Sallam menjelaskan kepadanya bahwa shalatnya di dalam rumah lebih baik baginya, ia tidak membantahnya, tidak mengajukan protes dan juga tidak mengeluh.
Ia telah mengetahui seyakin-yakinnya bahwa Rasulullah Shalallaahu’alaihi wa Sallam tidak memerintahkan sesuatu kepadanya kecuali apa yang terbaik baginya untuk dunia dan agamanya.
 
Sumber: muslimah.or.id

X