by Danu Wijaya danuw | Jan 20, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Terkadang karena kesibukan aktivitas, shalat tidak menjadi yang utama, selalu diakhirkan, padahal shalat itu kewajiban yang paling utama dari segala aktivitas kita. Shalat bisa menambah energi disela-sela aktivitas.
Shalatlah yang membuat rezeki menjadi berkah. Shalatlah yang bisa meningkatkan konsentrasi dan membuat kondisi tubuh tetap terjaga dibandingkan dengan minum kopi atau makanan minuman lainnya.
Untuk itu shalatlah diawal waktu dan usahakan berjamaah, untuk laki-laki masjid adalah tempat sholat wajibmu. Berikut 13 keutamaan shalat berjamaah di masjid :
1. Mendapat 27 Derajat
Dari Ibnu Umar bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,”Sholat berjamaah lebih utama dari sholat sendirian sebanyak dua puluh tujuh derajat.” (H.R. Muttafaq alaihi)
2. Pahala Langkah Kaki
“Seorang yang berjalan ke mesjid, maka tiap langkah kakinya akan diberikan satu pahala, dihapuskan satu dosa, dan dinaikan satu derajat oleh Allah SWT” (HR.Ibnu Majah & Muslim)
Maka dari itu pada saat hendak pergi dan pulang dari masjid disunnahkan untuk mengambil jalan yang berbeda, tidak menggunakan jalan yang sama.
3. Pahala Menunggu Waktu Shalat
“Orang yang menunggu shalat dimesjid akan diberi pahala seperti shalat” (HR.Bukhari)
Banyak diantara kita yang berangkat ke masjid yang on-time atau pas adzan baru berangkat dengan alasan ada aktivitas yang nanggung atau biar efisien waktu nya. Tapi yang luar biasanya ternyata,
Ketika kita datang lebih awal ke mesjid untuk menunggu datangnya waktu shalat, kita sebenarnya mendapatkan pahala yang besar, dan sebaiknya gunakan waktu menunggu itu untuk berdzikir dan sekalian beristirahat dari pada nongkrong diwarung pada sesaat sebelum datangnya waktu shalat.
Hadist tersebut mengatakan jika kita menunggu waktu datangnya shalat dimasjid, maka waktu menunggu nya tersebut akan diberi pahala seperti pahala shalat. Coba lakukanlah, dan rasakan manfaatnya, dan yang terpenting itu adalah sunnah.
4. Di doakan oleh Malaikat
Malaikat pun berdoa “Ya Allah ampunilah dia, Ya Allah ampunilah dia” tanpa henti sampai waktu shalat tiba. Malaikat akan berdoa seperti itu kepada orang-orang yang menunggu datangnya waktu shalat berjamaah di masjid.
5. Mendapat Perlindungan pada Hari Kiamat
“Ada tujuh golongan yang dinaungi kelak. Dan satunya adalah orang yang hatinya terpaut dengan masjid. Seorang pemuda yang hatinya terikat dengan masjid, orang-orang itulah yang akan mendapatkan perlindungan dari Allah saat kiamat kelak” (HR. Bukhari)
6. Doa Malaikat untuk shaf pertama
Tentunya jika kita datang lebih awal ke masjid untuk shalat berjamaah, kita akan mendapatkan keuntungan yang lebih salah satunya mendapatkan shaf pertama, sebagaimana disebutkan :
“Sesungguhnya para Malaikat memberikan sholawat kepada orang-orang yang berada di shaf pertama” (HR. Ibnu Hibban)
Menanggapi sabda Beliau (Rasulullah SAW) , para sahabat bertanya , “Apakah juga kepada orang-orang yang berada di shaf kedua wahai Rasulullah ?”
Kemudian Rasulullah berkata , “Juga kepada orang-orang di shaf kedua .”
(HR. Ahmad dan Ath Thabrani, dihasankan oleh Syaikh Al Albani)
7. Subuh dengan 119 Pahala
Ciri orang munafik salah satunya adalah tidak bisa melaksanakan shalat subuh berjamaah.
Keutamaan Shalat Berjamaah pada waktu subuh itu akan mendapatkan pahala sebanyak 119 kali dibandingkan Shalat Munfarid. sebagaimana hadist menyebutkan,
“Seseorang yang melaksanakan shalat subuh berjamaah, maka orang itu akan mendapatkan pahala 119 kali dibanding shalat sendiri” (HR. Muslim)
8. Isya dengan 59 Pahala
Tidak melaksanakan shalat isya merupakan salah satu dari sekian banyak ciri orang munafik, karena pada waktu ini orang munafik akan menyepelekan shalat isya dikarenakn waktu isya yang sangat panjang dan waktu ini pula orang mulai beristirahat.
Padahal seberapa panjang waktu shalat tersebut, umur manusia tidak ada yang tau, maut bisa datang kapan saja. sebagaimana hadist mengungkapkan seberapa besar pahala shalat berjamaah isya.
“Seseorang yang melaksanakan shalat isya berjamaah, maka dia akan mendapatkan pahala 59 kali lipat” (HR. Muslim)
9. Dzuhur, Ashar, Maghrib dengan 27 Pahala
“Kalau shalat dzuhur jamaah , ashar jamaah, dan magrib jamaah masing-masing dilipatk gandakan 27 kali kalau kita laksanakan secara jamaah” (HR. Muslim)
10. Pahala shalat berjamaah ketika sakit
Sakit merupakan anugerah, nikmat dan sekaligus ujian, dari Allah kepada Hambanya, agar selalu bersyukur terhadap nikmatnya sehat, agar ketika diberi kesehatan itu dimanfaatkan sebaik mungkin untuk kebaikan dan menjalankan perintah Allah.
Diantaranya shalat berjamaah di mesjid , akan tetapi bagi orang yang sakit akan diberikan pahala yang sama seperti orang shalat berjamaah di mesjid apabila orang tersebut melaksanakan shalat saat sakit secara munfarid.
Dengan syarat , orang tersebut selama sehat selalu melaksanakan shalat berjamaah di masjid. sebagaimana hadist riwayat mengungkapkan :
“Ketika sakit dan tidak bisa ke mesjid (padahal setiap terbiasa ke masjid). Pada saat kita tidak ke masjid dan shalat di rumah, kita akan dapat pahala yang sama seperti waktu shalat di masjid” (HR. Abu Daud)
11. Terhindar dari sifat munafik
Orang munafik itu menyepelekan shalat berjamaah di masjid, kenapa? karena Allah memperbolehkan shalat munfarid, dan dengan persepsi orang munafik pula shalat bisa dilakukan dirumah, apalagi laki-laki, tempat shalat nya seorang laki-laki itu di mesjid, bukan dirumah.
Adapula tanda orang munafik lainnya ialah dilihat pada shalat subuh dan isya nya, sebagai mana hadist berikut,
“Tidak ada shalat yang lebih berat bagi orang-orang munafiq dari pada shalat subuh dan isya. Seandainya mereka tahu nilai yang terkandung didalam kedua shalat itu, pastilah mereka mendatangi (Masjid tempat) kedua shalat itu meskipun dengan merangkak.” (HR. Bukhari)
12. Jadi sebab diampuninya dosa oleh Allah SWT
Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW :
“Jika imam mengucapkan “Ghoiril maghdhubi’alaihim waladhdholliin”, maka ucapkan “amin”. Karena sesungguhnya siapa yang mengucapkan “amin” bersamaan dengan ucapan malaikat, maka ia akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
13. Dilipatgandakan 25 kali, setiap langkah dihitung 1 derajat sekaligus diampuni dosa, dan didoakan malaikat agar diampuni serta dirahmati
Imam Bukhori meriwayatkan dari Abu Hurairah berkata: “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Shalat seorang laki-laki dengan berjama’ah dibanding shalatnya di rumah atau di pasarnya lebih utama (dilipat gandakan) pahalanya dengan dua puluh lima kali lipat. Yang demikian itu karena bila dia berwudlu dengan menyempurnakan wudlunya lalu keluar dari rumahnya menuju masjid, dia tidak keluar kecuali untuk melaksanakan shalat berjama’ah, maka tidak ada satu langkahpun dari langkahnya kecuali akan ditinggikan satu derajat, dan akan dihapuskan satu kesalahannya. Apabila dia melaksanakan shalat, maka Malaikat akan turun untuk mendo’akannya selama dia masih berada di tempat shalatnya, ‘Ya Allah ampunilah dia. Ya Allah rahmatilah dia’. Dan seseorang dari kalian senantiasa dihitung dalam keadaan shalat selama dia menanti pelaksanaan shalat.” (H.R. Bukhari)
Itulah keutamaan dan pahala shalat berjamaah di masjid. Masih banyak sekali manfaat shalat berjamaah. Betapa indahnya islam, memerintahkan sesuatu akan tetapi manfaatnya begitu banyak dan tidak terlihat secara langsung. Semoga kita semua semangat melangkahkan kaki kita menuju masjid.
by Danu Wijaya danuw | Jan 19, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Dari Sa’id bin Sulaim ra, Rasulullah SAW bersabda, “Tiada penolong yang lebih utama derajatnya di sisi Allah pada hari Kiamat daripada Al-Qur’an. Bukan nabi, bukan malaikat dan bukan pula yang lainnya.” (Abdul Malik bin Habib-Syarah Ihya).
Bazzar meriwayatkan dalam kitab La’aali Masnunah bahwa jika seseorang meninggal dunia, ketika orang-orang sibuk dengan kain kafan dan persiapan pengebumian di rumahnya, tiba-tiba seorang lelaki yang sangat tampan berdiri di kepala mayat. Ketika kain kafan mulai dipakaikan, dia berada di antara dada dan kain kafan.
Setelah dikuburkan dan orang-orang mulai meninggalkannya, datanglah dua malaikat. Yaitu Malaikat Munkar dan Nakir yang berusaha memisahkan lelaki tampan itu dari mayat agar memudahkan tanya jawab.
Tetapi si tampan itu menolak dan berkata,” Ia adalah sahabat karibku. Dalam keadaan bagaimanapun aku tidak akan meninggalkannya. Jika kalian ditugaskan untuk bertanya kepadanya, lakukanlah pekerjaan kalian. Aku tidak akan berpisah dari orang ini sehingga ia dimasukkan ke dalam syurga.”
Lalu ia berpaling kepada sahabatnya dan berkata,”Aku adalah Alquran yang terkadang kamu baca dengan suara keras dan terkadang dengan suara perlahan. Jangan khawatir setelah menghadapi pertanyaan Munkar dan Nakir ini, engkau tidak akan mengalami kesulitan.”
Setelah para malaikat itu selesai memberi pertanyaan, ia menghamparkan tempat tidur dan permadani sutera yang penuh dengan kasturi dari Mala’il A’la. (Himpunan Fadhilah Amal : 609)
Allahuakbar, selalu saja ada getaran selepas membaca hadis ini. Getaran penuh pengharapan sekaligus kekhawatiran. Dan mengharapkan Alquran yang kita baca dapat menjadi pembela.
Banyak riwayat yang menerangkan bahwa Alquran adalah pemberi syafa’at yang pasti dikabulkan Allah SWT. Upaya agar mendapatkan syafaat Alquran tentu saja dengan mendekatkan diri kepada Alquran.
Dengan berniat membaca dan menghafal Alquran hati kita seakan-akan terpanggil untuk selalu memegang Alquran. Ada tanggung jawab yang membuat kita merasa kurang jika tidak memegang Al-Qur’an. Walaupun mungkin sekedar membacanya.
Semoga Allah dengan kemuliaanNya menjadikan Alquran sebagai syafa’at bagi kita, bukan sebagai penuntut kita.
Semoga Alquran menjadi “teman” bagi kita ketika tidak ada sesuatupun di dunia ini yang dapat menemani kita. Amin. Mari menghafal Alquran
Sumber : Soraya Khoirunnisa/Republika
by Danu Wijaya danuw | Jan 15, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Betapa banyak nikmat yang Allah karuniakan kepada kita. Diantara banyaknya nikmatNya antara lain nikmat Islam, nikmat kesehatan, nikmat kesempatan waktu luang, nikmat harta, nikmat tempat tinggal, nikmat memandang, nikmat mendengar, nikmat dapat berbicara dan masih banyak yang lainnya sampai tidak terhitung jumlahnya.
Firman Allah dalam Al-Qur’an : “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (QS. Ibrahim [14]: 7)
Sabda Rasulullah SAW, “Bersyukur atas nikmat Allah Swt akan melestarikan nikmat tersebut.” (HR. ad-Dailami)
Nikmat yang dianugerahkan Allah kepada manusia, merupakan pemberian yang terus menerus, dengan berbagai macam bentuk lahir dan batin.
Hanya saja manusia kurang pandai mensyukuri nikmat Allah. Lawan dari syukur adalah kufur nikmat Allah. Sebab seolah-olah belum diberikan sesuatupun oleh Allah karena melihat orang lain lebih kaya, lebih kuat, lebih rupawan, dan sebagainya.
Sikap sering bersyukur kepada Allah akan mempertebal keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah. Serta menghindari kita dari rasa sedih dan keterpurukan.
Ini adalah salah satu dari hikmah keutamaan serta tujuan manfaat kita bersyukur kepada Allah.
Imam Al-Ghazali merumuskan 3 faktor yang harus/wajib terdapat dalam konteks Syukur yang sungguh-sungguh tersebut, yakni
- Syukur dengan hatinya dalam bentuk kesaksian dan kecintaannya kepada Allah SWT
- Syukur dengan lisannya dalam bentuk pengakuan serta puji-pujian kepada Allah SWT. Seperti mengucapkan Hamdallah, Alhamdulillah (Segala Puji bagi Allah)
- Syukur dengan seluruh anggota tubuhnya dalam bentuk amal shaleh perbuatannya.
Manfaat Bersyukur
Orang-orang yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah Subhanahu wa ta’ala kepada mereka semuanya dan juga seluruh alam semesta ini.
Kita perlu belajar kepada orang-orang mukmin sejati yang senantiasa mengerti dan memahami akan keutamaan bersyukur kepada Allah, sekalipun berada dalam keadaan yang sangat sulit sekalipun. Baik itu dalam menghadapi kesulitan hidup, kesulitan berumah tangga dan sejenisnya.
Orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut.
Anggapan kebanyakan orang, bersyukur kepada Allah hanya perlu dilakukan pada saat mendapatkan anugerah kenikmatan yang besar atau terbebas dari masalah besar yang sedang dihadapinya maka hal tersebut adalah kekeliruan kesalahan yang besar.
Padahal jika kita merenung sejenak, maka kita akan bisa menyadari bahwa kita semua ini dikelilingi oleh nikmat yang tidak terbatas banyaknya.
Dalam hitungan waktu, setiap detik, setiap menit, dan seterusnya tercurah kenikmatan dari Allah tak terhenti yang berupa hidup, kesehatan, kecerdasan, panca indra, udara yang dihirup.
by Danu Wijaya danuw | Jan 14, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Cicit Rasulullah saw, bernama Jafar Ash Shadiq ibn Muhammad Al Baqir ibn Ali Zainal Abidin ibn Husain. Beliau ini punya murid yang amat mencintainya. Namanya adalah An Nu’man ibn Tsabit yang mahsyur disebut sebagai Imam Abu Hanifah.
Kecintaannya terhadap ahlu bait (keluarga Rasulullah) amat mendalam. Hingga pada taraf menempuh bahaya dan mengorbankan dirinya untuk melindungi para Ahlu Bait. Yaitu An Nafsuz Zakiyah, Muhammad ibn Hasan dan saudaranya Ibrahim.
Mereka dikejar-kejar pemerintahan Daulah Abbasiyah, Abu Ja’far Al Mansur karena tuduhan makar. Maka cinta Imam Abu Hanifah pada keluarga Rasulullah saw sungguh tak diragukan.
Tapi bagaimana sikap beliau terhadap syiah?
Suatu hari seorang alim Syi’i mendatangi beliau dan berbicara panjang tentang keutamaan Sayyidina Ali dan kebatilan tiga Sahabat (Abu Bakar, Umar, Ustman) yang dituduh merampas hak Ali.
Maka bertanyalah Abu Hanifah, “Menurutmu siapakah yang terbaik diantara ummat Nabi Musa, apakah sahabat-sahabat Musa?” Jawabnya “Ya”.
” Dan apakah insan terbaik dikalangan ummat Nabi Isa alaihissalam adalah sahabat-sahabat Isa?” lanjut Abu Hanifah. “Betul” ujarnya.
“Inilah yang tak kumengerti tentang Syiah”, seru Abu Hanifah. ” Karena menurut mereka orang-orang terburuk dikalangan ummat Muhammad justru adalah sahabat-sahabat terdekat, mertua dan menantunya!”
Maka terperenjatlah tokoh Syiah itu dan seketika menyatakan taubatnya. Maka beliaupun mengutip gurunya, cicit Rasul, Imam Jafar Ash Shadiq, “Teladan kami dalam mencintai Rasulullah dan keluarganya adalah sahabat Nabi Muhammad saw sendiri!”
Demikianlah Imam Abu Hanifah mencontohkan pada kita cinta yang mendalam pada Ahlu Bait Rasulullah sekaligus pelurusan pada penyimpangan. Ada tenggang rasa terhadap penyimpangan yang harus diluruskan.
Dan kita belajar pada Imam Abu Hanifah dalam meluruskan dengan kesediaan diawal mendengar hingga tuntas, kedalaman ilmunya, dan kekuatan dalam berhujjah.
Sumber : Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media
by Danu Wijaya danuw | Jan 13, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Sifat sombong adalah memandang dirinya berada di atas kebenaran dan merasa lebih di atas orang lain. Orang yang sombong merasa dirinya sempurna. Kesombongan ada dua macam, yaitu sombong terhadap al haq (kebenaran) dan sombong terhadap makhluk.
Di antara bentuk kesombongan terhadap manusia adalah sombong dengan pangkat dan kedudukannya, sombong dengan harta, sombong dengan kekuatan dan kesehatan, sombong dengan ilmu dan kecerdasan, sombong dengan bentuk tubuh, dan kelebihan-kelebihan lainnya. Dia merasa lebih dibandingkan orang lain dengan kelebihan-kelebihan tersebut.
Islam Melarang Sifat Sombong
Berbicara orang sombong rasanya tidak sah tanpa menyebut nama Raja Namrudz di masa Nabi Ibrahim atau Firaun di masa Nabi Musa. Keduanya adalah contoh manusia angkuh di zamannya masing-masing.
Padahal saat itu, dengan penuh santun, Nabi Musa hanya bermaksud menanyai Firaun, sekira ia mau membersihkan diri. Apa daya, Firaun memilih berpaling dari kebenaran. Penyakit hatinya muncul. Ia menantang Musa sekaligus mengaku sebagai Tuhan yang layak disembah.
Sifat sombong dilarang didalam Islam sebagaimana firman Allah Ta’ala, “Dan janganlah kamu memalingkan mukamu dari manusia (karena sombong) dan janganlah kamu berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (QS. Luqman:18)
Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata, “Kesombongan yang paling buruk adalah orang yang menyombongkan diri di hadapan manusia dengan ilmunya.”
Sabda Nabi saw, “Sombong adalah menolak kebenaran dan suka meremehkan orang lain”. ( Syarh Riyadus Shaalihin, II/301).
Biasanya orang sombong dengan menolak sebagian al haq (kebenaran) yang tidak sesuai dengan hawa nafsu dan akalnya termasuk kekafiran seseorang.
Mengganti Sifat Sombong dengan Tawadhu’
Kebalikan dari sikap sombong adalah sikap tawadhu’ (rendah hati). Sikap inilah yang merupakan sikap terpuji, yang merupakan salah satu sifat ‘ibaadur Rahman yang Allah terangkan dalam firman-Nya,
“Hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih adalah orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63)
Sifat tawadhu’ inilah yang akan mengangkat derajat seorang hamba, sebagaimana hadist nabi, “… Dan tidak ada orang yang tawadhu’ (merendahkan diri) karena Allah, melainkan Allah akan mengangkat derajatnya.” (HR. Muslim no. 2588)
Termasuk buah dari ilmu yang paling agung adalah sifat tawadhu’. Tawadhu’ adalah ketundukan secara total terhadap kebenaran, dan tunduk terhadap perintah Allah dan rasul-Nya dengan melaksanakan perintah dan menjauhi larangan.
Kemudian sifat tawadhu’ terhadap manusia dengan bersikap merendahkan hati, memperhatikan mereka baik yang tua maupun muda, dan memuliakan mereka. Kebalikannya adalah sikap sombong.
by Danu Wijaya danuw | Jan 10, 2017 | Adab dan Akhlak, Artikel
Dzikir sesudah shalat adalah di antara dzikir yang mesti kita amalkan. Seusai shalat tidak langsung bubar, namun hendaknya kita merutinkan beristighfar dan bacaan dzikir lainnya.
Dzikir akan menguatkan seorang muslim dalam ibadah, hati akan terasa tenang dan mudah mendapatkan pertolongan Allah. Kita membuka dzikir usai shalat dengan istighfar sebab amal yang kita persembahkan pun bahkan tak sempurna. Berikut bacaan dzikir usai shalat :
3x أَسْتَغْفِرُ اللهَ
اَللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلاَمُ، وَمِنْكَ السَّلاَمُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ
Astaghfirullah 3x
Allahumma antas salaam wa minkas salaam tabaarokta yaa dzal jalaali wal ikrom.
Artinya:
“Aku minta ampun kepada Allah,” (3x).
“Ya Allah, Engkau pemberi keselamatan, dan dariMu keselamatan, Maha Suci Engkau, wahai Tuhan Yang Pemilik Keagungan dan Kemuliaan.”
Faedah: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika selesai dari shalatnya beliau beristighfar sebanyak tiga kali dan membaca dzikir di atas. Al Auza’i menyatakan bahwa bacaan istighfar adalah astaghfirullah (H.R. Muslim no. 591)
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ، اَللَّهُمَّ لاَ مَانِعَ لِمَا أَعْطَيْتَ، وَلاَ مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ، وَلاَ يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Allahumma laa maani’a limaa a’thoyta wa laa mu’thiya limaa mana’ta wa laa yanfa’u dzal jaddi minkal jaddu.
Artinya:
“Tiada Rabb yang berhak disembah selain Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya puji dan bagi-Nya kerajaan. Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang memberi apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan itu bagi pemiliknya (selain iman dan amal shalihnya yang menyelamatkan dari siksaan). Hanya dari-Mu kekayaan dan kemuliaan.” (H.R. Muslim no. 844 dan Muslim no. 593)
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ. لاَ حَوْلَ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ، وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ، لَهُ النِّعْمَةُ وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَنُ، لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ مُخْلِصِيْنَ لَهُ الدِّيْنَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُوْنَ
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Laa hawla wa laa quwwata illa billah. Laa ilaha illallah wa laa na’budu illa iyyaah. Lahun ni’mah wa lahul fadhlu wa lahuts tsanaaul hasan.
Laa ilaha illallah mukhlishiina lahud diin wa law karihal kaafiruun.
Artinya:
“Tiada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah, Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan dan pujaan. Dia Mahakuasa atas segala sesuatu. Tidak ada daya dan kekuatan kecuali (dengan pertolongan) Allah. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah. Kami tidak menyembah kecuali kepada-Nya. Bagi-Nya nikmat, anugerah dan pujaan yang baik. Tiada Rabb (yang hak disembah) kecuali Allah, dengan memurnikan ibadah kepadaNya, sekalipun orang-orang kafir sama benci.”
Faedah: Dikatakan oleh ‘Abdullah bin Zubair, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengeraskan (menjaharkan) bacaan dzikir ini di akhir shalat. (H.R. Muslim 594)
33x سُبْحَانَ اللهِ
33x اَلْحَمْدُ لِلَّهِ
33x اَللهُ أَكْبَرُ
لاَ إِلَـهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ، لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرُ
Subhanallah (33x)
Alhamdulillah (33x)
Allahu akbar (33x)
Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah. Lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ‘ala kulli syai-in qodiir.
Artinya:
“Maha Suci Allah (33 x)
Segala puji bagi Allah (33 x)
Allah Maha Besar (33 x).
Tidak ada Rabb (yang berhak disembah) kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kerajaan. Bagi-Nya pujaan. Dia-lah Yang Mahakuasa atas segala sesuatu.”
Faedah: Siapa yang membaca dzikir di atas, maka dosa-dosanya diampuni walau sebanyak buih di lautan. (H.R. Muslim no. 597)
Kata Imam Nawawi rahimahullah, tekstual hadits menunjukkan bahwa bacaan Subhanallah, Alhamdulillah, Allahu akbar, masing-masing dibaca 33 kali secara terpisah. (Syarh Shahih Muslim, 5:84)
Kemudian membaca ayat Kursi setiap selesai shalat (fardhu).
Faedah: Siapa membaca ayat Kursi setiap selesai shalat, tidak ada yang menghalanginya masuk surga selain kematian.
Membaca surat Al-Ikhlas, Al-Falaq dan An-Naas setiap selesai shalat fardhu.
Faedah: Tiga surat ini disebut mu’awwidzot. (HR. Abu Daud no. 1523 dan An-Nasai no. 1337. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
اَللَّهُمَّ إِنِّيْ أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلاً مُتَقَبَّلاً
Allahumma inni as-aluka ‘ilman naafi’a, wa rizqon thoyyiba, wa ‘amalan mutaqobbala.
Artinya:
“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat (bagi diriku dan orang lain), rizki yang halal dan amal yang diterima (di sisi-Mu dan mendapatkan ganjaran yang baik).”
Dibaca setelah salam dari shalat Shubuh. (HR. Ibnu Majah no. 925 dan Ahmad 6: 305, 322. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Semoga bisa diamalkan.
Oleh : Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
Sumber : https://rumaysho.com/1997-dzikir-setelah-shalat.html