0878 8077 4762 [email protected]

Pemimpin yang Menangis Mentadabburi Qur'an

Panglima penakluk Persia, yang melimpahi Madinah dengan harta. Sa’ad bin Abi Waqqash namanya, sang singa yang menyembunyikan kukunya, menitikkan air matanya ketika memasuki Balairung Kisra.
Melihat megah pilar, anggun mahlighai, gemerlap singgasana, dan mahkota berjejal permata; Sa’ad melantun firman-Nya Surat Ad-Dukhaan ayat 25-29.
Betapa banyak taman-taman dan mata air yang mereka tinggalkan. Juga kebun-kebun bertanaman dan tempat indah nan mulia.” (ayat 25-26)
Dan kesenangan yang mereka berlezat menikmatinya. Demikianlah, Kami wariskan semua itu pada kaum yang lain.” (ayat 27-28)
Maka langit dan bumi tak menangisi mereka dan tiadalah mereka diberi tangguh.” (ayat 29)
Di lain hal, Abu Bakar juga menangis, dikala mendengar Surah An Nashr, yang dibacakan saat Fathu Makkah.
Jika datang pertolongan Allah dan kemenangan dan kamu lihat manusia berbondong-bondong memasuki agama Allah.”
Dikala sahabat lain gembira, tetapi tidak bagi Abu Bakar. Ia malah berduka mendalam. Sebab menjadi tanda bahwa tugas Rasul akan selesai, pertanda wafatnya beliau, terputusnya wahyu dan dimulainya kemunduran.
Selalu ada pesan tersembunyi yang mengoyak batin ditiap hal yang terlihat. Mari selalu bertasbih dan beristighfar.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media

Akrab dengan Al Qur'an Melalui Tadabbur

Oleh: Ahmad Sahal Hasan, Lc
 
Selain membaca Al-Quran secara rutin dengan frekuensi khatam yang memadai, seorang muslim dan muslimah juga wajib mengusahakan keakraban dengan Al-Quran melalui tadabbur.
Makna Tadabbur
التَّدَبُّرُ فِي اللُّغَةِ : عِبَارَةٌ عَنِ النَّظَرِ فِي عَوَاقِبِ الْأُمُوْرِ
Arti tadabbur menurut bahasa: ungkapan tentang memandang kepada pengaruh atau akibat dari sesuatu. (At-Ta’rifat, Al-Jurjani, hlm 54).
وَفِي الاِصْطِلاَحِ : تَأَمُّلُ الْقُرْآنِ بِقَصْدِ الاِتِّعَاظِ وَالاِعْتِبَارِ
Menurut istilah ulama: merenungkan Al-Quran dengan maksud mendapat nasihat dan pelajaran.(Tahrir Ma’na At-Tadabbur ‘Inda Al-Mufassirin, Makalah Dr. Fahd Mubarak Abdullah)
Dari maknanya, baik secara bahasa maupun istilah dapat disimpulkan bahwa:
1.  Tadabbur ayat Al-Quran dapat dilakukan setelah kita memahami arti ayat secara umum dengan benar, meskipun hanya potongan ayatnya, atau beberapa kata di dalamnya.
Karena seseorang tidak dikatakan memandang apa yang ada dibalik sesuatu jika ia tidak mengetahui yang tampak jelas dari sesuatu itu. Atau ia tidak dianggap sedang merenungkan tujuan, pengaruh atau akibat suatu kata atau kalimat atau ucapan jika ia tidak memahami arti harfiahnya dengan benar.
2.  Tujuan dari tadabbur Al-Quran adalah memperoleh nasihat dan pelajaran dari ayat-ayatnya agar bertambah iman.
(Baca juga: Tadabbur Surat Al-Insan ayat 4-6)
Maksud dari kata “itti’azh” dalam definisi adalah terpengaruh dengan mauizhah/nasihat, atau menerima mauizhah dengan hati, bukan sekadar informasi yang diterima akal, seperti yang diungkapkan oleh salah seorang sahabat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, Al-Irbadh bin Sariyah radhiyallahu ‘anhu, tatkala menerima mauizhah dari beliau:
وَعَظَنَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلّم مَوْعِظَةً وَجِلَتْ مِنْهَا الْقُلُوبُ، وَذَرَفَتْ مِنْهَا الْعُيُوْنُ …
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memberikan kami mauizhah (nasihat) yang membuat hati-hati ini bergetar dan mata menangis..”
(Potongan hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud & Tirmidzi, lihat hadits ke-28 dari Hadits Arba’in Imam Nawawi)
Tadabbur Adalah Salah Satu Tujuan Al Qur’an Diturunkan
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai akal pikiran“. (QS. Shad: 29).
Asy-Syaukani berkata:
وَفِي الْآيَةِ دَلِيلٌ عَلَى أَنَّ اللَّهَ سُبْحَانَهُ إِنَّمَا أَنْزَلَ الْقُرْآنَ لِلتَّدَبُّرِ وَالتَّفَكُّرِ فِي مَعَانِيهِ، لَا لِمُجَرَّدِ التِّلَاوَةِ بِدُونِ تَدَبُّرٍ
Dalam ayat ini terdapat dalil bahwa Allah subhanahu wa ta’ala hanyalah menurunkan Al-Quran untuk dilakukan tadabbur dan berpikir pada makna ayat-ayatnya, bukan sekadar membaca tanpa tadabbur. (Fath Al-Qadir, Asy-Syaukani, hlm 4/494).
(Baca juga: Ringkasan Taklim : Menghayati Keagungan Al-Qur’an)
Penulis kitab Tafsir At-Tahrir wa At-Tanwir berkata:
وَكُلُّ آيَاتِ الْقُرْآنِ مُبَارَكٌ فِيهَا لِأَنَّهَا: إِمَّا مُرْشِدَةٌ إِلَى خَيْرٍ، وَإِمَّا صَارِفَةٌ عَنْ شَرٍّ وَفَسَادٍ، وَذَلِكَ سَبَبُ الْخَيْرِ فِي الْعَاجِلِ وَالْآجِلِ وَلَا بَرَكَةَ أَعْظَمُ مِنْ ذَلِك. وَالتَّدَبُّرُ: التَّفَكُّرُ وَالتَّأَمُّلُ الَّذِي يَبْلُغُ بِهِ صَاحِبُهُ مَعْرِفَةَ الْمُرَادِ مِنَ الْمَعَانِي، وَإِنَّمَا يَكُونُ
ذَلِكَ فِي كَلَامٍ قَلِيلِ اللَّفْظِ كَثِيرِ الْمَعَانِي الَّتِي أُودِعَتْ فِيهِ بِحَيْثُ كُلَّمَا ازْدَادَ المُتَدَبِّرُ تَدَبُّرًا انْكَشَفَتْ لَهُ مَعَانٍ لَمْ تَكُنْ بَادِيَةً لَهُ بَادِئَ النَّظَرِ.
“Dan semua ayat-ayat Al-Quran adalah diberkahi, karena ia merupakan pemberi arahan kepada kebaikan atau penghalang dari kejahatan dan kerusakan, dan hal itu adalah sebab bagi kebaikan di dunia maupun akhirat, dan tak ada keberkahan yang lebih agung daripada hal itu.
Dan makna tadabbur adalah berpikir dan merenung yang menyampaikan pelakunya kepada tujuan dari makna (ayat-ayat)nya. Hal itu hanya terjadi pada ucapan yang jumlah lafazhnya sedikit tapi sarat nilai-nilai yang terkandung di dalamnya dimana setiap kali pelaku tadabbur menambah tadabburnya tersingkaplah kandungan nilai-nilai yang belum tampak di awal perenungan”. (At-Tahrir wa At-Tanwir, Muhammad At-Thahir ‘Asyur, 23/251-252). *bersambung
Sumber:
Telegram @sahal_hasan

Hamba Rabbani

Oleh: Dr. Atabik Luthfi
 
Allah SWT berfirman:
Akan tetapi jadilah kalian orang-orang rabbani yang senantiasa mengajarkan Al-Kitab dan mempelajarinya.” (QS. Ali Imran [3] : 79).
Al Qur’an sarat dengan konsepsi yang layak dijadikan pedoman dalam rangka menggapai kehidupan yang baik (hayatan thayyibah). Salah satu kebutuhan hidup manusia yang paling mendasar adalah pendidikan, baik untuk kehidupan individu maupun masyarakat atau sebuah bangsa.
Motto ‘life is education dan education is life’ merupakan gambaran sekaligus tantangan konkret bahwa seluruh hidup dan kehidupan adalah sebuah proses pendidikan yang panjang, sekaligus bahwa pendidikan adalah persoalan hidup dan kehidupan.
(Baca juga: Al Quran Berbicara Tentang Pendidikan)
Secara prinsip Al-Qur’an hadir memberi spirit seputar pendidikan dalam beragam karakternya, mulai dari isyarat wahyu pertama ‘Iqra’ (Surah al-‘Alaq ayat 1), untuk membaca dari dan dengan berbagai perspektifnya, isyarat ‘al-Qalam’ (Surah al-Qalam ayat 1) yang berarti pena yang merupakan lambang ilmu pengetahuan, dan penghargaan kepada aktifis pendidikan dalam bentuk pengangkatan beberapa derajat kelebihan dan keutamaan (Surah al-Mujadilah ayat 11).
Sumber:
Telegram @atabikluthfi

Al Qur’an Berbicara tentang Pendidikan

Oleh: Dr. Atabik Luthfi
 
Secara umum, ayat-ayat yang berhubungan dengan proses belajar dan mengajar dapat dirumuskan sebagai berikut.
Pertama, surah al-Baqarah ayat 78; menggambarkan kelompok Ummiyyin yang tidak bersentuhan dengan proses belajar mengajar yang dikecam oleh Al-Qur’an.
Kedua, surah Ali Imran ayat 79; merupakan harapan Allah akan hadirnya umat Rabbaniyyin yang melakukan proses belajar mengajar secara intensif dan sungguh-sungguh.
Ketiga, surah at-Taubah ayat 122; Allah swt mensejajarkan kelompok mujahidin di medan perang dengan mereka yang melakukan aktifitas “tafaqquh fiddin” dengan tanggung jawab mengajarkan dan memberikan peringatan kepada kaumnya.
Keempat, Surah al-Mujadilah ayat 11; Allah swt memberikan kelebihan dan keutamaan beberapa derajat hanya kepada mereka yang beriman dan menjalankan aktifitas belajar dan mengajar dengan tekun.
Dalam bahasa Imam asy-Syaukani, orang yang beriman diberi penghargaan karena keimanannya, demikian juga orang yang berilmu diberi penghargaan atas ilmunya. Namun, orang yang beriman dan berilmu diberi beberapa derajat keutamaan dan kelebihan karena menggabungkan antara dua keutamaan secara bersaman.
Demikian pembahasan Al-Qur’an tentang pendidikan yang lengkap, integral dan komprehensif. Masing-masing komponen pendidikan mengambil peran dan memberikan kontribusi atas lahirnya umat terbaik yang memberi kebaikan bagi hidup dan kehidupan manusia sehingga akan tercapai ’hayatan thayyibah’ seperti yang diharapkan seluruh hamba Allah swt. *disadur dari Tafsir Irsyadi
Sumber:
Telegram @atabikluthfi

Sejauhmana Hubungan Kita dengan Al Qur’an

Oleh: Fahmi Bahreisy, Lc
 
Wahai saudaraku, jadikanlah Al Qur’an sebagai sahabat bagi kita, jadikan hubungan antara kita dengan Al Qur’an bagaikan hubungan persahabatan. Karena bersahabat dengan Al Qur’an itulah yang akan mendatangkan syafa’at dari Rasulullah. Bukankah Rasulullah bersabda:
إقرؤو القرآن فإنه يأتي يوم القيامة شفيعا لأصحابه
Bacalah Al Qur’an karena ia nanti akan datang pada hari kiamat untuk memberikan syafa’at kepada sahabatnya
Hubungan persahabatan tidak hanya sekedar diukur dengan tilawah, hafalan, ataupun ayat demi ayat yang kita pelajari, tetapi yang dikatakan bersahabat dengan Al Qur’an, ialah adanya keterikatan hati antara kita dengan Al Qur’an.
Tatkala ada satu hari yang terlewatkan tanpa adanya interaksi dengan Al Qur’an, maka hati pun akan terasa gersang, ada kehampaan dan kegelisahan, karena hati yang bersahabat dengan Al Qur’an hanya merasa tenang ketika ia bertemu dengannya.
[Baca juga: Indahnya Bersahabat dengan Al Quran (bagian 1)]
 
Bersahabat dengan Al Qur’an yaitu, dengan memuliakannya, memperhatikannya, dan peduli padanya, hingga diri kita tidak merasa nyaman ketika ada Al Qur’an yang dipenuhi debu, merasa risih dan tidak menerima tatkala ada Al Qur’an yang diletakkan di posisi yang tidak layak dan pantas
ذلك و من يعظم شعائر الله فإنها من تقوى القلوب
Dan barang siapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka itulah tanda hati yang bertaqwa.”
Bersahabat dengan Al Qur’an, ialah dengan cara menjadikannya sebagai pedoman hidup kita, petunjuk dalam tiap langkah kehidupan kita, sebagai kompas untuk mengarahkan jalan menuju surga Allah, yang akhirnya kita terapkan dan tercermin dalam akhlak dan perilaku kita sehari-hari.
[Baca juga: Indahnya Bersahabat dengan Al Quran (bagian 2)]
 
Inilah yang dicontohkan oleh Rasulullah, ketika Aisyah radhiyallahu ‘anha ditanya, bagaimana akhlaknya Rasulullah? Beliau menjawab: “Akhlaknya Rasulullah adalah Al Qur’an”.
Begitulah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau adalah “Al Qur’an yang berjalan diatas bumi”
اللهم اجعل القرآن ربيع قلوبنا و نور صدورنا و ضياء قلوبنا و جلاء أحزاننا و ذهاب همومنا و غمومنا.
Wallahua’lam.

Urgensi Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Oleh: Dr. Atabik Luthfi
 
Firman Allah SWT:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia; menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, serta beriman kepada Allah“. (QS. Ali Imran: 110).
Ayat di atas jelas merupakan jaminan bersyarat Allah bagi umat ini bahwa mereka adalah umat yang terbaik sepanjang zaman selama senantiasa mampu mempertahankan eksistensi dakwah dalam kehidupan mereka tanpa terkecuali. Kebaikan umat dakwah ini diperkuat oleh Rasulullah saw dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Tirmidzi bahwa Rasulullah saw bersabda tentang ayat 110 dari surat Ali Imran: “Kamu melengkapi tujuh puluh umat, kamulah yang paling baik dan paling mulia di sisi Allah“.
Tentu, kesadaran memahami  ayat di atas secara seksama akan menumbuhkan semangat dan motivasi dakwah di kalangan umat terbaik ini.
Yang menarik dari susunan kalimat ayat di atas bahwa penyebutan amar ma’ruf dan nahi munkar (menyuruh kepada yang baik dan mencegah dari yang munkar) yang merupakan esensi dakwah didahulukan daripada penyebutan iman kepada Allah, padahal iman kepada Allah merupakan derajat tertinggi dan lebih dahulu keberadaannya.
(Baca juga: Memaafkan)
Bahkan amar ma’ruf dan nahi munkar sendiri merupakan konsekuensi iman kepada Allah. Ini menunjukkan betapa pentingnya aktivitas amar ma’ruf dan nahi munkar, sekaligus merupakan perintah agar umat ini siap mencurahkan segala potensi dan kemampuannya untuk mewujudkan kebaikan dan mencegah timbulnya kejahatan bagi umat manusia.
Mengingat urgennya amar ma’ruf nahi munkar, Allah SWT memerintahkan umat Islam untuk melakukannya di ayat yang lain dengan balasan mereka akan menjadi umat yang senantiasa meraih keberuntungan dan kemenangan (Al-Falah.
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung“. (QS. Ali Imran: 104).
Sebagai perintah Allah, sudah barang tentu jika dilaksanakan akan menyebabkan lahirnya berbagai macam kebaikan baik di dunia maupun di akhirat. Sebaliknya jika perintah ditinggalkan dan diabaikan akan menyebabkan timbulnya keburukan baik di dunia maupun di akhirat seperti yang menjadi kaidah sahabat Abdullah bin Mas’ud dalam memahami ayat-ayat Allah SWT. *disadur dari buku Tafsir Da’awi
Sumber:
Telegram @atabikluthfi