Setelah Saddam Hussein berakhir pada 2003, pemerintah Irak dibantu Amerika dan negara Arab sekitar segera melakukan pembenahan di Irak. Menurut laporan yang dirilis oleh cbsnews, dana sekitar $60 miliar sudah digelontorkan untuk membangun kembali Irak yang sudah porak-peranda akibat perang.
Sebanyak $2,4 miliar dikucurkan untuk perbaikan di bidang pengairan, kelistrikan, juga termasuk sektor lainnya antara lain makanan, kesehatan dan tanggungan bagi mereka yang kehilangan tempat tinggal pasca perang.
Dampaknya memang cukup terasa, di atas kertas ekonomi Irak pada 2004 masih tercatat $36,628 miliar, nilai yang tak jauh berbeda ketika kali pertama Saddam berkuasa.
Kemudian ekonomi Irak membaik, pada 2008 dengan GDP mencapai $131,614 miliar, hingga melaju pada puncaknya di 2014 yang mencapai $234,648 miliar, dengan GDP per kapita tertinggi pasca-Saddam sebesar $6.879,698 per kapita per tahun.
Kinerja ekonomi rata-rata setelah kejatuhan Saddam relatif stabil, tidak se-fluktuatif saat Saddam masih memimpin.
Perkembangan ekonomi yang mencapai 6% pada masa pasca perang tentunya tidak dapat dibilang jelek. Tingkat produksi minyak akhirnya kembali pada taraf seperti sebelum perang, demikian keterangan Badan Energi Internasional Irak.
Pendapatan juga merata di antara semua kelompok masyarakat. Sementara dulu, pengaturan pembagiannya lama dipertikaikan. Untuk jangka panjang, ini tentunya juga menjadi sumbangan besar bagi perdamaian.
Irak Sudah ‘Demokratis’
Dugaan bahwa Irak tidak akan pernah memiliki struktur demokratis juga ternyata salah. Dalam pemilihan parlemen dan pemilihan presiden warga Irak terus memberikan suara, walaupun ada ancaman teror.
Dengan cara itu, secara meyakinkan mereka menggunakan hak untuk menjadi warga negara sepenuhnya diperoleh kembali dan dibayar dengan mahal.
Sumber : Tirto/DW