Masih segar di ingatan, bagaimana akhirnya tim basket putri Qatar mundur dari kejuaraan Asian Games di Korea Selatan 2014 silam.
Beberapa pemain mereka mengenakan jilbab dan FIBA (Federation International Basketball Association) tidak memberi izin kepada mereka untuk masuk lapangan. Akhirnya tim putri Qatar memilih untuk mundur dari turnamen timbang mengorbankan keyakinan untuk menjalankan aturan resmi FIBA.
Semua ini berawal semenjak FIBA mengeluarkan aturan pada pasal 4.4.2. Aturan tersebut mengatur bahwa seorang pemain basket tidak diperkenankan mengenakan aksesoris kepala berlebihan. FIBA, selaku badan tertinggi bola basket dunia, hanya membolehkan aksesori berbentuk ikat kepala (headband) dengan lebar maksimum lima sentimeter.
Sepintas, aturan ini terlihat sebagai bentuk diskriminasi. Namun, FIBA berargumen bahwa mereka menjalankan aturan tersebut atas dasar keamanan. FIBA menganggap aksesori berlebihan di kepala akan membahayakan, baik bagi pemain itu sendiri, maupun pemain-pemain yang lain.
Namun, semenjak peristiwa mundurnya tim basket putri Qatar dari Asian Games 2014, peristiwa lain soal kontroversi aturan FIBA ini bermunculan. Tidak terkecuali di Indonesia. Petisi bahkan dikeluarkan oleh mantan pebasket Nasional putri Indonesia, Raisa Aribatul Hamidah, dalam upayanya mendorong perubahan aturan FIBA soal larangan hijab.
Raisa bernasib sama dengan para pemain putri Qatar yang tak bisa tampil di kejuaraan basket internasional. SEA Games 2015 jadi titik di mana ia harus menerima kenyataan tak bisa membela Indonesia karena keyakinan yang ia pegang berseberangan dengan aturan FIBA.
Menuai banyak kritikan, Dewan Pusat FIBA akhirnya melakukan pertemuan untuk membahas soal kemungkinan mengubah pasal 4.4.2 tersebut. Usai mengadakan pertemuan awal pada 27-28 Januari 2017, FIBA kembali melakukan pertemuan pada, Kamis (4/5).
Melalui kongres Mid-Term, 139 federasi negara-negara anggota FIBA secara mutlak sepakat mengubah aturan larangan tersebut. FIBA akan merestui penutup kepala, yang tentunya meliputi jilbab, turban, dan lain-lain.

Screenshot_2017-05-09-07-44-05_com.android.chrome_1494290907530

Penutup kepala lain yang dibolehkan FIBA dalam instagramnya


Dalam kongres tersebut, tak ada satu pun wakil federasi yang menolak revisi aturan ini. Tentunya, hal ini membuktikan bahwa sangkaan soal aturan tersebut cenderung diskriminatif sepertinya tidak terbukti
Kalaupun ada tenggang waktu antara berubahnya aturan dengan bergulirnya tuntutan, FIBA hanyalah lembaga yang harus patuh pada prosedur bahwa ada tahapan-tahapan yang harus dijalani dan dihormati sebelum menggantinya.
Dalam revisi aturan ini, FIBA tetap mengutamakan aspek permainan. Jilbab atau penutup kepala yang dikenakan harus aman bagi pemain yang memakainya dan pemain-pemain lain. Warnanya pun harus hitam atau putih, atau seragam dengan warna kostum basket yang dikenakan tim.
Kini, siapapun dan apapun keyakinan mereka, tak ada lagi yang bisa menghalangi untuk bermain dan berprestasi di olahraga bola basket. Semua punya kesempatan yang sama tanpa melihat perbedaan.
Karena ada perubahan penting, maka pengurus FIBA akan mencari ratifikasi dari kongres yang akan berlangsung tengah semester ini. Sehingga peraturan baru tersebut akan berlaku pada 1 Oktober 2017.
Selama dua tahun belakangan, ada lonjakan jumlah atlet muslim wanita untuk olahraga basket. Untuk membuat FIBA memperbolehkan mereka mengenakan hijab saat bertanding, para atlet membuat petisi di Change.org.
Petisi itu mendapatkan respons cukup baik, yakni 132.444 sejauh ini. Ditambah lagi tagar yang cukup fenomenal yakni #FIBAllowHijab.
 
Sumber : Buzzfed/Liputan6/Kumparan