Manusia senantiasa dituntut untuk selalu melakukan perubahan dan perbaikan dalam kehidupannya. Dalam setiap pergantian hari harus ada upaya untuk memperbaiki diri dan kembali menuju kepada Allah SWT. Proses perbaikan diri ini membutuhkan sarana untuk membantu kita dalam menjalani perubahan ini.
Ada dua hal penting yang saya yakini bahwa ia adalah wasilah yang penting dalam proses tarbiyyah diri. Namun, kedua hal ini seringkali kita abaikan dan tidak kita perhatikan, yaitu Dzikir dan Istighfar. Dalam kesempatan kali ini, kita akan sama-sama merenungkan hakikat dzikir kepada Allah SWT.
Urgensi Berdzikir Kepada Allah
Dzikir adalah sebuah amalan yang paling dibutuhkan oleh hati seorang mukmin. Ia dapat membantunya untuk merasakan lezatnya iman dan mengantarkannya dari iman yang hanya tertanam dalam akal menuju iman yang tertancap kuat dalam hati, sehingga ia akan memancarkan buahnya dalam sikap dan perilaku.
Yang dinamakan dengan dzikir bukanlah sebatas kalimat yang diucapkan oleh lisan, akan tetapi harus disertai dengan kesadaran diri akan kebersamaan kita dengan Allah SWT. Boleh jadi lisan kita berdzikir, akan tetapi hati tetap lalai dari-Nya. Dan bisa juga lisan ini tidak mengucapkan dzikir, namun hati ini tetap berdzikir dan menggerakkannya untuk mencari ridha Allah dan cinta-Nya.
Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa keutamaan dzikir tidak hanya terdapat pada tasbih, tahlil, tahmid, takbir dan sejenisnya saja, akan tetapi semua amal yang dilandasi pada ketaatan kepada Allah termasuk dalam kategori dzikir”
Hal tersebut sebagaimana ditegaskan juga oleh Sa’id bin Jubair ra dan ulama lainnya, yaitu menghendaki seorang muslim agar senantiasa mengingat Allah SWT. Selama ia menghadirkan hatinya dalam setiap kondisi, baik dalam berucap dan bersikap, disertai dengan niat untuk taat dan beribadah kepada-Nya, maka ia termasuk dalam kategori orang yang sedang berdzikir.
Ini pula yang dimaksud oleh Allah SWT dalam firman-Nya, “Dan orang-orang yang banyak berdzikir kepada Allah, baik laki-laki atau wanita.” (QS. al-Ahzaab: 35).
Dan juga firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman berdzikirlah kepada Allah dengan dzikir yang banyak. Dan bertasbihlah pada pagi dan petang hari.” (QS. al-Ahzaab: 41-41).
Hal ini ditegaskan oleh Ibnu Abbas saat mengomentari ayat tadi, “Maksudnya ialah mereka berdzikir kepada Allah setiap selesai dari shalatnya, di pagi hari dan petang hari, di tempat tidurnya, saat ia bangun dari tidurnya, dan setiap kali pergi keluar dari rumahnya.”
Jika secara lafadz yang dimaksud dengan dzikir adalah ucapan lisan yang berupa do’a, tasbih, tahmid, dan semacamnya, maka ia juga memiliki bentuk yang lainnya yaitu berupa sikap dan perilaku dengan cara menjaga adab dalam setiap kondisi.
Misalnya saja masuk ke dalam masjid dengan mendahulukan kaki kanan dan keluar dengan kaki kiri, atau masuk ke kamar mandi dengan kaki kiri kemudian keluar dengan kaki kanan, makan menggunakan tangan kanan, dan adab-adab yang lain. Banyak yang mengira bahwa itu hanyalah sebatas kebiasaan saja, padahal hal itu merupakan salah satu cara untuk menyadarkan hati.
Buah dari Berdzikir Kepada Allah
Buah dari selalu ingat kepada Allah terwujud dengan turunnya rahmat Allah. Ia akan memberikan kekuatan tekad dan keistiqomahan.
Hal ini disebabkan karena dua hal;
Pertama, Dzikir merupakan benteng yang melindungi manusia dari godaan dan tipu daya setan.
Kedua, Orang yang berdzikir kepada Allah dapat menjadikan hati selalu hadir bersama Allah SWT. Ia akan menjadikannya semakin cinta dan takut kepada-Nya.
Hal ini ditegaskan dalam sebuah hadits qudsi, dimana Allah SWT berfirman, “Aku adalah teman dekat orang yang selalu mengingatku (berdzikir), dan aku selalu bersamanya saat ia mengingatku.”
Berdzikir akan memudahkan turunnya ampunan dari Allah. Ia adalah nutrisi yang dapat memperkuat rasa cinta dan takut kepada Allah. Yang demikian ini akan menjadikan manusia semakin berkomitmen untuk berada di jalan syariatnya dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Ia juga menjadi sebab datangnya ketenangan dalam hati. Inilah yang selalu dicari-cari oleh seluruh manusia, bahkan ini adalah perkara yang paling diimpikan oleh manusia, yaitu ketenangan hidup.
Penerjemah: Fahmi Bahreisy, Lc
Sumber: www.naseemalsham.com