Suatu malam, khalifah Umar bin Khattab RA berjalan mengelilingi sebuah kampung yang termasuk daerah kekuasannya untuk mengetahui secara langsung kondisi daerah tersebut pada malam hari.
Dalam perjalanan tersebut tiba-tiba sang Khalifah mendengar seorang wanita melantunkan sebuah sya’ir :
لقد طال هذ الليل و اسود جانبه
و أرقني ألا خليل ألاعبه
فو الله لو لا الله تخشى عواقبه
لحرك من هذا السرير جوانبه
“Malam lama berlalu dan langitpun semain pekat,
Namun aku masih dalam kesendirian dan tak ada kekasih yang kucumbu,
Demi Allah , kalau bukan karena Allah yang ditakuti hukumannya,
Niscaya ranjang ini telah bergoyang”
Sya’ir tersebut menggambarkan kerinduan seseorang kepada kekasihnya yang telah lama tidak bertemu dengannya, kerinduan tersebut memuncak hingga muncul keinginan bermaksiat tanpa sepengetahuan kekasih. Namun, karena merasa dipantau oleh Allah SWT dan takut akan hukuman yang akan diberikan, keinginan untuk bermaksiat itu pun mampu diredam.
Khalifah Umar bin Khattab RA setelah mendengar sya’ir yang dilantunkan wanita tersebut berupaya menyelidiki, siapakah wanita tersebut? Dan apa gerangan yang membuat wanita tersebut melantunkan sya’ir kerinduan itu?
Setelah mencari informasi, khalifah Umar bin Khattab pun mengetahui bahwa wanita tersebut adalah wanita shalihah yang begitu rindu kepada suaminya yang sudah lama ikut dalam pasukan jihad, namun belum juga kembali kerumah. Ia rindu pada belaian dan cumbu rayu seorang kekasih, hingga terbesit dalam hatinya untuk bercumbu rayu dengan laki-laki lain yang bukan suaminya. Namun, karena iman yang tertancap didalam hatinya, keyakinan bahwa Allah melihat setiap gerak-geriknya, dan takut pada hukuman yang akan Allah berikan ia pun berupaya merendam keinginan bermaksiat itu.
Setelah mengetahui kondisi wanita tersebut, sang khalifah pun bertanya kepada anaknya, Hafshah : “wahai Hafshah berapa lamakah seorang wanita sanggup ditinggal oleh seorang kekasih?” Hafshah pun menjawab : “bahwa wanita sanggup ditinggal oleh kekasih tidak lebih dari empat bulan”
Akhirnya khalifah Umar bin Khattab RA berijtihad dan membuat keputusan bahwa tidak boleh pasukan jihad pergi meninggalkan istrinya lebih dari empat bulan.
‘Ibroh :
Saudaraku, dari kisah ini kita bisa mengambil pelajaran penting, bahwa sikap merasa diawasi oleh Allah SWT dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan maksiat yang dilarang oleh-Nya.
Sebagaimana wanita tadi, jika ia ingin bermaksiat bisa saja, sebab peluang untuk melakukan itu terbuka luas dan sang suami mungkin tidak akan mengetahuinya jika ia melakukannya. Namun ia meyakini bahwa kalaupun sang suami tidak mengetahui jika ia bermaksiat, namun Tuhannya, Allah SWT pasti mengetahuinya. Sebab Allah SWT Maha mengetahui segala yang dilakukan setiap hamba-Nya, baik yang dilakukan secara terang-terangan maupun yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi.
Allah SWT berfirman :
“Sesungguhnya Rabbmu benar-benar mengawasi” (QS.Al-Fajr : 14)
“Dan Dia (Allah SWT) bersama kamu dimana saja kamu berada” (Q.S Al-Hadid : 4)
Saudaraku, Jika saja setiap orang merasa dipantau oleh Allah SWT dan takut akan hukuman yang akan Allah berikan, maka dipastikan tidak akan ada lagi yang namanya kejahatan. Perjudian, pemerkosaan, pembunuhan, korupsi dan bentuk penyimpangan lainnya tidak akan pernah ada dimuka bumi.
Dan jika setiap orang merasa dipantau oleh Allah SWT, maka kesejahteraan dan kebahagiaan akan menyeliputi kehidupan, sebab agama ini tidaklah mewajibkan suatu hal kecuali membawa kepada kebahagiaan dan kesejahteraan.
Semoga Allah menjadikan kita termasuk kedalam golongan orang-orang yang merasa dipantau oleh-Nya dan takut akan hukuman-Nya, hingga kita benar-benar mampu menjauhi segala bentuk penyimpangan.
ed : danw