Oleh: Ust. Fauzi Bahreisy
Setiap kali memasuki Idul Adha, kita diingatkan kepada perjuangan dan pengorbanan Ibrahim ‘Alaihissalam, sebuah pengorbanan luar biasa yang diabadikan dalam Al Qur’an untuk menjadi pelajaran bagi umat manusia sepanjang sejarah.
Tidak ada penjelasan yang paling menarik dan paling utama daripada penjelasan Al Qur’an tentangnya. Karena itu, mari kita lihat apa yang Allah sebutkan tentang peristiwa tersebut untuk menjadi pelajaran dan bekal.
Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Tuhanku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang yang shalih.” (QS ash-Shaffat: 99-100).
Maka, Ibrahim pun diberi kabar gembira. Demikianlah bahwa kehadiran seorang anak harus disambut dengan gembira, bukan dengan duka cita.
“Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: ‘Wahai ananda, aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!’ Ia menjawab, ‘Wahai ayahanda, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.” (QS ash-Shaffat: 102).
Anak itu sudah beranjak dewasa, sudah bisa diajak berjalan, pergi, dan bekerja bersamanya. Kita lihat kata bersamanya. Ia menunjukkan pendekatan orang tua yang demikian perhatian dan lembut kepada anaknya, tidak kasar. Disebutkan bahwa usia Ismail ketika itu sekitar 13 tahun.
Dalam kondisi demikian, ketika anak yang sudah dinantikan dari dulu lahir, ketika anak itu sedikit demi sedikit beranjak dewasa dan mulai bisa membantu sang ayah, tiba-tiba datang perintah Allah untuk menyembelihnya. Apa Ibrahim ragu?
Pasalnya, perintah itu datang dalam bentuk mimpi, bukan wahyu secara langsung sehingga bisa ditafsirkan macam-macam. Namun itu saja sudah cukup bagi Ibrahim. Ia tahu bahwa ini merupakan ujian dari Allah. Dan begitulah Allah menguji manusia. Allah sering menguji dengan sesuatu yang sangat kita cintai, bisa harta, jabatan, kedudukan, popularitas, harga diri, kehormatan, dan keturunan.
Ibrahim menunjukkan kedudukannya, ketakwaannya, dan keistiqamahannya. Ia tidak mengeluh, tidak mempertanyakan perintah itu kepada Tuhan. Namun sebaliknya, ia segera merespon dengan baik. Ia menerimanya dengan sangat patuh. Hanya saja, sebelum itu sang anak harus diberitahu. Ibrahim memberitahukan perintah itu kepada sang anak, Ismail ‘Alaihissalam. Mari kita perhatikan bagaimana dialog tersebut terjadi: Ya bunayya (ananda) dengan panggilan indah dan sayang, ia berbicara kepada anaknya. Demikian hendaknya orang tua berbicara kepada anaknya.
Ibrahim mengatakan, “Wahai ananda, aku bermimpi diperintah menyembelihmu. Bagaimana pendapatmu?” Ia tidak melaksanakan perintah dengan langsung tanpa melihat kesiapan anaknya.
Ternyata sang anak juga menunjukkan kesiapan yang luar biasa. Ia menjawab dengan ungkapan yang juga indah. “Ya abati” (ayahanda) karena hal itu sudah diajarkan oleh sang ayah. Ia juga menunjukkan ketaatannya kepada perintah Tuhan tanpa ragu-ragu. Ini adalah bentuk adab kepada Allah dan juga adab kepada orang tuanya.
Namun, semua itu tidak dilakukan dengan sikap sombong. Ia sadar akan kelemahan dirinya. Ia tidak memastikan dirinya sabar. Namun ia sandarkan semuanya kepada Allah. Inilah adab manusia yang luar biasa. Manusia hanya berusaha secara maksimal namun, yang menentukan adalah Allah.
“Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya atas pelipis(nya), (nyatalah kesabaran keduanya)” (QS ash-Shaffat: 103).
Ketika keduanya (ayah dan anak) sudah patuh dan pasrah. Hal itu ditunjukkan tidak hanya dengan kata-kata, tetapi dengan perbuatan. Sang ayah sudah merebahkan anaknya dengan meletakkan di atas tanah. Bayangkan, ia sendiri yang akan menyembelih anaknya dan dengan alat yang seadanya ketika itu. Namun, disitulah Ibrahim dan Ismail menunjukkan kepatuhan total kepada Allah. Inilah Islam. Islam adalah patuh, taat, dan menyerah mutlak kepada Allah dengan penuh ridha.
Begitulah Allah menguji hamba-Nya. Dia tidak zalim dan kejam. Dia bukan Zat yang senang menumpahkan darah. Tapi Allah hanya ingin menguji. Buah dari ujian adalah balasan yang manis dan indah dari Allah. Demikian pula yang Allah berikan kepada mereka yang berhasil membuktikan pengorbanannya sepanjang masa.