Amerika Serikat dan sekutunya, Perancis dan Inggris, melancarkan serangan ke Suriah sebagai respons terhadap dugaan serangan senjata kimia yang dilakukan rezim Suriah, diktator Assad terhadap warganya sendiri di kota Douma pada 7 April lalu.
Dua hari setelah Amerika Serikat dan sekutu meluncurkan serangan rudal melawan pemerintah Suriah, hanya sedikit yang berubah dari kebanyakan penduduknya.
Mereka yang telah menghadapi bertahun-tahun perang saudara di negaranya masih beraktivitas seperti biasanya.
Di sisi lain, ribuan penduduk dari Douma, lokasi yang dilaporkan terjadinya serangan kimia sehingga memicu operasi militer AS, berjuang mencari penampungan dan bergabung dengan jutaan warga lainnya yang mengungsi dari rumah mereka.
Lalu sekarang, setelah Presiden AS Donald Trump menyerukan “misi terselesaikan”, bagaimana nasib Suriah?
Suriah akan tetap terperosok dalam status quo akibat konflik yang membuat rakyat Suriah terjebak pertempuran antara kekuatan global dan regional.
PBB terus berupaya untuk mengadakan pembicaraan perdamaian Suriah, di mana kubu Dewan Keamanan PBB terbelah pendapat. Tujuh tahun sudah berlalu dan perang di Suriah diharapkan dapat segera dihentikan.
Trump memerintahkan serangan pada Sabtu lalu, bersama dengan Inggris dan Perancis, berusaha menekan Assad atas dugaan penggunaan senjata kimia di Douma pada pekan sebelumnya.
Konflik selama 7 tahun juga telah mengakibatkan Suriah terbagi oleh kekuatan-kekuatan dunia
- Turki menguasai kota-kota di utara Suriah untuk mengusir ISIS
- AS bekerja sama dengan Kurdi di timur
- Rusia serta Iran membantu Presiden Assad menyingkirkan pemberontak yang ingin mengganti rezim Assad tersisa di tempat lain.
Pada titik ini, nampak tak ada rencana perdamaian yang akan membawa Suriah pada kondisi cukup stabil sehingga memungkinkan jutaan pengungsi kembali ke rumah mereka.
Direktur Pusat Timur Tengah Carnegie di Beirut, Maha Yahya mengatakan menurutnya, satu-satunya solusi adalah dengan penyelesaian antara Rusia dan AS.
Keterangan foto utama : Puing-puing bangunan, bagian dari kompleks Pusat Penelitian dan Penelitian Ilmiah di distrik Barzeh, utara Damaskus
Sumber : CNN/NewYorkTimes/Sindo