Oleh : Sayyid Sabiq
Jika berpuasa, di bulan Ramadhan maupun di luar Ramadhan, benar-benar memberatkan. Maka orang tua renta, orang sakit yang kecil kemungkinan sembuh, dan para pekerja berat yang penghasilannya pas-pasan, diperbolehkan tidak berpuasa
Dan sebagai gantinya, mereka harus memberi makan satu orang miskin setiap hari, satu mud, setengah sha’ atau satu sha’, sesuai perbedaan pendapat dalam masalah ini, karena dari Sunnah sendiri tidak ada keterangan yang menetapkan takarannya yang pas.
Ibnu Abbas berkata, “Orang tua renta diperbolehkan tidak puasa, tetapi ia harus memberi makan satu orang miskin setiap hari, dan tak perlu mengqadha.” (H.R. Daruquthni dan Hakim)
Keduanya menyatakan bahwa riwayat ini shahih.
Atha’ meriwayatkan bahwa ia mendengar Ibnu Abbas ra. membaca ayat, “Dan bagi orang yang berat menjalankannya, wajib membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.” (QS. Al-Baqarah: 184)
Ibnu Abbas berkata, “Ayat itu tidak- mansukh (terhapus). Ayat ini diperuntukkan bagi orang tua renta yang tidak mampu berpuasa. Karena itu, ia harus memberi makan satu orang miskin setiap harinya.” (H.R. Bukhari)
Orang sakit yang kecil kemungkinan untuk dapat sembuh dan tidak kuat berpuasa, maka hukumnya sama dengan orang tua renta, tidak ada bedanya. Begitu juga dengan para pekerja berat yang penghasilannya pas-pasan.
Syekh Muhammad Abdu berkata, “Maksud ayat ‘…..orang yang berat menjalankannya...” adalah orang-orang tua renta, orang-orang yang sakit menahun yang kecil kemungkinannya sembuh, dan orang-orang yang sama keadaannya dengan mereka, misalnya saja para pekerja berat, seperti para pekerja di tambang batu bara atau para narapidana yang menjalani kerja paksa seumur hidupnya yang benar-benar kesulitan jika harus berpuasa, sementara itu mereka memiliki harta untuk membayar fidyah.
Begitu juga dengan wanita hamil dan yang sedang menyusui. Jika mereka berpuasa akan membahayakan keselamatan diri mereka dan anak-anak mereka, maka mereka boleh tidak puasa tetapi wajib membayar fidyah dan tidak wajib mengqadha. Ini adalah pendapat Ibnu Umar dan Ibnu Abbas.
(Simak: Video Ceramah Hukum-Hukum Puasa)
Ikrimah ra. meriwayatkan bahwa mengenai firman Allah, “…dan bagi orang yang berat menjalankannya…”
Ibnu Abbas menjelaskan bahwa ayat ini merupakan “keringanan bagi orang tua renta yang tidak kuat berpuasa. Keduanya boleh tidak puasa dan menggantinya dengan memberi makan satu orang miskin setiap harinya.
Begitu juga dengan wanita hamil atau wanita yang sedang menyusui, jika berpuasa akan membahayakan anak mereka, maka mereka boleh tidak puasa dan sebagai gantinya adalah membayar fidyah”. (H.R. Abu Daud)
Bazzar juga meriwayatkan hadits yang sama, dengan tambahan di bagian akhirnya,
“Saat itu, Ibnu Abbas berkata kepada wanita yang sedang hamil, ‘Kamu sama dengan orang yang tidak mampu berpuasa. Kamu harus membayar fidyah dan tidak perlu mengqadha.” (Daruquthni menshahihkan sanad riwayat ini.)
Nafi’ menceritakan bahwa Ibnu Umar pernah ditanya mengenai perempuan hamil yang khawatir akan keselamatan anaknya jika ia berpuasa, maka ia menjawab, “Ia tidak perlu puasa, tetapi ia harus memberi makan satu orang miskin setiap harinya, satu mud gandum.” (H.R. Malik dan Baihaqi).
(Baca juga: Rukun Puasa)
Dalam sebuah hadits disebutkan, “Sesungguhnya, Allah memberi keringanan bagi musafir untuk tidak puasa dan mengqashar shalat, sedangkan wanita hamil atau menyusui diberi keringanan untuk tidak puasa.”
Para ulama Hanafi, Abu Ubaid, dan Abu Tsaur berpendapat bahwa wanita hamil atau menyusui harus mengqadha dan tidak perlu membayar fidyah.
Ahmad dan Syafi’i berpendapat bahwa jika puasanya akan membahayakan anaknya maka ia lebih baik tidak puasa, tetapi harus mengqadha dan membayar fidyah. Namun jika puasanya akan membahayakan dirinya saja atau dirinya dan anaknya maka ia harus mengqadha dan tidak perlu membayar fidyah.
Sumber:
Fiqh Sunnah Jilid I, Sayyid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat