Pakar Hukum dari Universitas Indonesia (UI), Dr Heru Susetyo meragukan resmi tidaknya pernyataan PBB di twitter yang mendesak Indonesia untuk meninjau ulang hukum penistaan agama.
Kalau pernyataan resmi, katanya, PBB harusnya mengirim surat kepada pemerintah Republik Indonesia. Heru juga menegaskan, PBB hanya bisa mengimbau dan tidak bisa memaksa Indonesia menuruti kemauannya.
Hukum Indonesia Tidak Bisa Diintervensi
Pendiri Pusat Advokasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (PAHAM) ini menilai, masih banyak urusan Indonesia yang lebih krusial untuk dikomentari PBB seperti masalah hukuman mati, kemiskinan, dan korupsi.
“Itu lebih signifikan ketimbang mengurusi suatu Undang-Undang yang sudah eksis di Indonesia. Sudah puluhan tahun, dan sudah diuji materiilkan juga ke Mahkamah Konstitusi,” ucapnya.
Karena kita punya kedaulatan (hukum) sendiri. Dan itu wilayah yang tidak bisa diintervensi oleh UN (PBB), walaupun kita member dari UN tambahnya.
Setiap negara, punya otoritas sendiri untuk mengatur hal-hal seperti keamanan dalam negeri, ketertiban umum, moral, dan agama.
Setiap Negara Punya Dasar Hukum Masing-masing
Di negara Prancis, masih ada larangan pemakaian hijab di sekolah-sekolah umum. Di Swiss dilarang membangun menara masjid. Atau di Malaysia non Muslim dilarang menggunakan nama “Allah”.
“Itu terserah negara masing-masing. Selama mereka punya dasar hukum. Jadi PBB tidak punya kapasitas untuk memaksa, hanya bisa mengimbau saja.”
Masyarakat menilai, pandangan dunia internasional terkait putusan hakim terhadap terdakwa penista agama ini merupakan bentuk ikut turut campur tangan urusan hukum Negara lain.
Sumber : Hidayatullah/Andi