Oleh : Sayyid Sabiq
Rukun puasa ada dua. Dari keduanya akan terwujud hakikat puasa yang sebenarnya. Dua rukun itu adalah:
1. Menahan diri dari semua yang membatalkan puasa, sejak terbit fajar hingga matahari terbenam.
Allah berfirman, “Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetpkan Allah bagi kalian, makan dan minumlah hingga jelas bagi kalian (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam, yaitu fajar. Setelah itu, sempurnakanlah puasa sampai (datang) malam.” (Al-Baqarah: 187)
Maksud benang putih dan benang hitam adalah terangnya siang dan gelapnya malam, sebagaimana diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim bahwa Adi bin Hatim bercerita,
“Ketika turun ayat, “……..hingga jelas bagi kalian (perbedaan) antara benang putih dan benang hitam…..”
Aku ambil seutas benang hitam dan seutas bang putih, lalu aku taruh di bawah bantal dan aku amati di waktu malam, dan ternyata tidak dapat aku bedakan.
Maka pagi-pagi, aku datang menemui Rasulullah saw dan aku ceritakan kepada beliau hal itu. Nabi saw bersabda, ‘maksudnya adalah gelapnya malam dan terangnya siang.‘”
2. Berniat.
Allah berfirman, “Padahal mereka hanya diperintahkan menyembah Allah dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata.” (Al-Bayyinah: 5)
Rasulullah saw, juga bersabda, “Setiap perbuatan itu bergantung pada niatnya, dan setiap orang akan memperoleh apa yang diniatkannya.”
Berniat puasa hendaknya sebelum fajar, di tiap malam di hari-hari Ramadhan, sebagaimana disebutkan oleh Hafsah bahwa Rasulullah saw pernah bersabda,
“Barangsiapa yang tidak membulatkan niatnya untuk berpuasa sebelum fajar, maka tidak sah puasanya.” (H.R. Ahmad dan Ash-habus Sunan. Hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban).
Niat berpuasa boleh dilakukan kapan saja, yang penting di malam hari dan tidak harus diucapkan, karena niat itu di hati dan bukan di lisan.
Hakikat niat adalah menyengaja melakukan suatu perbuatan untuk menaati perintah Allah Ta’ala dan mengharapkan keridhaan-Nya. Oleh karena itu, siapa yang makan sahur di malam hari dengan maksud akan berpuasa sebagai upaya mendekatkan diri kepada Allah, berarti ia telah berniat.
Begitu juga dengan orang yang bertekad akan menghindari segala hal yang dapat membatalkan puasa di siang hari dengan ikhlas karena Allah, maka ia telah berniat, walaupun ia tidak makan sahur.
Banyak ulama yang berpendapat bahwa niat puasa sunah boleh dilakukan di siang hari, jika orang itu belum makan dan minum.
(Baca juga: Siapa Saja Yang Diwajibkan Puasa?)
Aisyah menceritakan, “Pada suatu hari, Rasulullah saw. masuk rumah dan berkata, “Kalian punya makanan?’ Kami menjawab, ‘Tidak ada.’ Beliau berkata, ‘Kalau begitu aku berpuasa.‘” (H.R. Muslim dan Abu Dawud).
Ulama Hanafi mensyaratkan agar niat tersebut sebelum zawal (matahari bergeser ke sisi barat dari posisi tengah). Ini juga merupakan pendapat yang masyhur dari dua pendapat Syafi’i. Yang zahir dari pendapat Ibnu Mas’ud dan pendapat Ahmad bahwa niat tersebut sah, baik sebelum zawal maupun sesudah zawal.
Sumber:
Fiqh Sunnah Jilid I, Sayyid Sabiq, Penerbit Al I’tishom Cahaya Umat