Oleh : Sharia Consulting Center
Shalat hari raya Idul Fitri hukumnya sunnah muaqqadah. Sebagian ulamanya menyatakan fardhu kifayah, dan sebagian yang lain menyatakan fardhu ain.
Pada saat hari raya Idul Fitri, Nabi Saw mengenakan pakaian terbaiknya dan makan kurma — dengan bilangan ganjil: tiga, lima atau tujuh — sebelum pergi melaksanakan shalat ‘Ied. Tetapi pada Idul Adha beliau tidak makan terlebih dahulu sampai beliau pulang, setelah itu baru memakan sebagian daging binatang sembelihannya.
Beliau mengakhirkan shalat Idul Fitri agar kaum muslimin memiliki kesempatan untuk membagikan zakat fitrahnya, dan mempercepat pelaksanaan shalat Idul Adha supaya kaum muslimin bisa segera menyembelih binatang kurbannya.
Ibnu Umar selalu bersungguh-sungguh dalam mengikuti sunnah Nabi Saw, tidak keluar untuk shalat ‘Ied kecuali setelah terbit matahari, dan dari rumah sampai ke tempat shalat beliau senantiasa bertakbir.
Nabi Saw melaksanakan shalat ‘Ied terlebih dahulu, baru berkhutbah. Beliau shalat dua rakaat. Pada rakaat pertama beliau bertakbir 7 kali berturut-turut dengan takbiratul ihram, dan berhenti sebentar di antara tiap takbir. Beliau tidak mengajarkan dzikir tertentu yang dibaca saat itu. Hanya saja ada riwayat dari Ibnu Mas’ud Ra, ia berkata: “Dia membaca hamdalah dan memuji Allah Ta ‘ala serta membaca shalawat”.
Dan diriwayatkan bahwa Ibnu Umar mengangkat kedua tangannya pada setiap bertakbir. Sedangkan Nabi Saw setelah bertakbir membaca surat Al-Fatihah dan “Qaf” pada raka’at pertama serta surat “Al-Qamar” di raka’at kedua.
Kadang-kadang beliau membaca surat “Al-A’la” pada raka’at pertama dan “Al-Ghasyiyah” pada raka’at kedua. Kemudian beliau bertakbir lalu ruku’ dilanjutkan takbir 5 kali pada raka’at kedua, lalu membaca Al-Fatihah dan surat.
Setelah selesai, beliau menghadap ke arah jamaah, sedang mereka tetap duduk di shaf masing-masing, lalu beliau menyampaikan khutbah yang berisi wejangan, anjuran dan larangan.
Nabi Saw senantiasa memulai setiap khutbahnya dengan hamdalah, dan bersabda: “Setiap perkara yang tidak dimulai dengan hamdalah, maka ia terputus (dari berkah)” (HR.Ahmad dan lainnya).
Dari Ibnu Abbas Ra, ia berkata :
“Bahwasanya Nabi Saw menunaikan shalat ‘Ied dua raka’at tanpa disertai shalat yang lain baik sebelumnya ataupun sesudahnya” (HR. Al Bukhari dan Muslim dan yang lain).
Hadits ini menunjukkan bahwa shalat ‘Ied itu hanya dua raka’at, demikian pula mengisyaratkan tidak disyari’atkan shalat sunnah yang lain, baik sebelum atau sesudahnya. Allah Mahatahu segala sesuatu, shalawat serta salam semoga selalu dilimpahkan kepada Nabi Muhammad, seluruh anggota keluarga dan segenap sahabatnya.
Sumber :
Panduan Lengkap Ibadah Ramadhan, Sharia Consulting Center