Oleh : Sayyid Sabiq
 
Ijma’ ulama memutuskan bahwa seorang muslim yang berakal, sudah balig, sehat, dan mukim (tidak musafir) diwajibkan berpuasa. Bagi wanita, harus suci dari haid dan nifas. Jadi, orang kafir, orang gila, anak-anak, orang sakit, musafir, perempuan yang sedang haid atau nifas, orang tua, dan wanita hamil atau menyusui tidak diwajibkan berpuasa.
Di antara mereka ini, ada yang tidak diwajibkan berpuasa sama sekali, seperti orang kafir dan orang gila. Ada yang walinya diminta untuk menyuruhnya berpuasa. Ada yang wajib tidak berpuasa dan harus mengqadha. Ada yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan diharuskan membayar fidyah. Berikut ini penjelasannya:
1. Orang Kafir dan Orang Gila
Puasa merupakan ibadah dalam agama Islam, karena itu orang nonmuslim tidak diwajibkan berpuasa. Sedangkan orang gila tidak termasuk mukallaf karena keberadaan akal adalah tolok ukur masuknya seseorang menjadi mukallaf dan orang gila sudah kehilangan akalnya.
Ali ra., meriwayatkan bahwa Nabi saw. bersabda, “Pena (catatan amal perbuatan) diangkat dari tiga golongan: orang gila hingga akalnya kembali normal, orang tidur hingga ia bangun, dan anak kecil hingga ia bermimpi (balig).” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi)
2. Puasa Anak-Anak
Meskipun anak-anak tidak diwajibkan berpuasa, tetapi sang wali hendaklah menyuruhnya berpuasa agar si anak terbiasa berpuasa sejak kecil, selama anak itu mampu melakukannya.
Rubayyi’ binti Muawwidz meriwayatkan bahwa di pagi hari Asyura’,
Rasulullah mengirim utusan ke desa-desa kaum Anshar untuk menyampaikan, “Barangsiapa yang telah berpuasa dari pagi hari, hendaknya ia meneruskan puasanya, dan barangsiapa yang sejak pagi tidak puasa maka hendaknya ia berpuasa di waktu yang tersisa.”
(Baca juga: Ancaman Bagi yang Tidak Berpuasa Ramadhan)
Setelah itu, kami pun berpuasa di hari Asyura, dan kami menyuruh anak-anak kami yang masih kecil untuk berpuasa. Kami membawa mereka ke masjid. Kami buatkan mereka boneka dari bulu domba. Jika ada yang menangis karena lapar, kami berikan boneka itu. Begitu terus hingga tiba waktu berbuka.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Sumber :
Fiqih Sunah Jilid I, Sayyid Sabiq, Penerbit Al-I’tishom Cahaya Umat