Oleh : M. Lili Nur Aulia
 
Ibnul Qayyim di dalam kitabnya, Zadul Ma’ad, mengatakan, “Adapun petunjuk Nabi SAW dalam dzikir ketika adzan dan setelahnya, maka disyariatkan kepada umatnya untuk melakukan lima macam.
Pertama: Agar orang yang mendengar dan mengucapkan seperti apa yang diucapkan oleh muadzin.
Kecuali pada lafadz “hayya‘alas shalah hayya ‘alal falah”, diganti dengan ucapan “laahaula walaa quwata illa billah”.
Kedua: Agar mengucapkan, “Saya bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali hanya Allah dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah. Saya ridha Allah sebagai tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul.”
Dikabarkan bahwa orang yang mengucapkan tersebut diampuni dosanya.
Ketiga: Bershalawat kepada Nabi SAW dan dilengkapkan dengan shalawat kepada Nabi Ibrahim, tidak ada shalawat yang lebih sempurnanya dari itu.
Keempat: Agar setelah bershalawat dia mengucapkan doa,
“Ya Allah, Tuhan pemilik seruan yang sempurna ini, dan shalat yang akan didirikan! Berikanlah junjungan kami, Nabi Muhammad wasilah, keutamaan dan kemuliaan. Dan angkatlah ia ke tempat (kedudukan) yang terpuji, yang telah Engkau janjikan kepadanya.”
Buah dari doa ini adalah bahwa orang yang mengucapkannya layak mendapatkan syafaat Nabi saw.
Kelima: Setelah itu, berdoa untuk diri sendiri dan meminta keutamaan dari Allah.
Karena waktu tersebut termasuk waktu-waktu dikabulkannya doa. Sebagaimana diriwayatkan, ada seorang laki-laki yang datang kepada Rasulullah saw, laki-laki itu bertanya kepadanya, “Wahai Rasulullah, sesungguhnya para muadzin mendapatkan keutamaan lebih dibandingkan kami.”
Rasulullah menjawab, “Aku tunjukkan kepada suatu perantaraan pengganti pahala yang terlewatkan. Ucapkan sebagaimana mereka mengucapkan, apabila kamu Sudah selesai mintalah (kepada Allah) pasti diberinya.” (HR. Abu Dawud dan yang lainnya)