0878 8077 4762 [email protected]

Ummu Sulaim Dan Maskawin Dari Ibnu Thalhah

TAHUKAH Anda, apa maskawin terbesar sepanjang sejarah? Apakah maskawin tersebut bernilai jutaan bahkan milyaran rupiah? Ataukah berupa rumah beserta segala isinya yang mewah?
Bukan itu,wahai saudariku. Maskawin terbesar sepanjang sejarah adalah maskawin yang diterima oleh Ummu Sulaim. Siapakah Ummu Sulaim itu?
Ummu Sulaim adalah salah satu wanita yang telah mendapatkan tiket masuk surga. Sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa Sallam.
Beliau Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Aku bermimpi masuk surga. Di sana aku bertemu dengan Al-Ramaisha’ (julukan Ummu Sulaim), istri Abu Thalhah.
Aku pun mendengar suara bakiyak, lalu aku bertanya, “Siapa?” Seseorang menjawab, “Bilal.”
Aku melihat rumah gedung yang di halamannya ada seorang wanita (bidadari). Aku bertanya, “Rumah ini milik siapa?” Seseorang menjawab, “Milik Umar.” Aku ingin sekali masuk ke dalamnya untuk melihat-lihat. Lalu aku ingat kecemburuan Umar. Umar pun berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, akulah yang pantas cemburu kepadamu.”
Suatu hari, Abu Thalhah datang untuk meminang Ummu Sulaim. Pada saat itu, Abu Thalhah belum menjadi seorang yang beriman. Oleh karena itu, Ummu Sulaim berkata, “Kalau saya sendiri menerimamu dengan sepenuh hati. Orang sepertimu sayang untuk ditolak. Akan tetapi, engkau masih kafir, sedangkan aku wanita muslimah. Jika kamu mau masuk Islam, maka keislamanmu itu adalah maskawin untukku, aku tidak meminta yang lainnya darimu.” Abu Thalhah pun mengucapkan dua kalimat Syahadat, lalu menikahi Ummu Sulaim.
Tsabit berkata, “Aku tidak pernah mendengar maskawin yang lebih mulia dari pada maskawin Ummu Sulaim, yaitu Islam.”
Salah satu obsesi terbesarnya adalah maskawinnya berupa Islam. Dia tidak berpikir maskawinnya berupa uang, harta benda atau sesuatu yang mahal. Tujuan utamanya adalah berdakwah meskipun akhirnya harus berbuah pernikahannya dengan laki-laki yang menjadi objek dakwah.
Remaja putri sekarang berpandangan bahwa termasuk sebuah penghinaan dan pelecehan kodrat wanita bila maskawin untuk wanita sangat sedikit. Mereka lebih mengidamkan seorang laki-laki yang berpenampilan necis dan berkantong tebal, meskipun dia tidak rajin shalat, atau jauh dari kebaikan perangai dan budi pekerti.
Berbeda dengan mereka, Ummu Sulaim mendambakan seorang suami yang beriman. Dia tidak ragu menolak laki-laki kafir, walaupun ia seperti seorang yang sayang untuk ditolak. Syarat menikahinya bukan penampilan fisik dan seorang profesional, tetapi pencariannya hanya satu maskawinnya berupa Islam. Sedangkan materi bukan menjadi perhitungannya sama sekali.
 
Sumber : Buku “Kado Pernikahan”, karya Abdullah bin Muhammad Al-Dawud/Ismp

Kisah Pelayanan Ummu Sulaim

Ummu Sulaim, wanita ini dipinang Abu Thalhah. “Engkau lelaki yang sulit ditolak, hanya saja aku ini muslimah. Andai kau tinggalkan berhala dan menjadi muslim, maka cukuplah Islammu jadi maharku. Tak kuminta selain itu.”
Suatu ketika Ummu Sulaim menyerahkan putranya, Anas bin Malik untuk berkhidmat pada Nabi demi beroleh ilmu, tertular akhlak dan terlimpahi berkah. Namun putra kesayangannya sakit keras, padahal Abu Thalhah si suami hendak pergi. Wanita itu melepas Abu Thalhah, menenangkan untuk bertawakal pasrahkan pada Allah. Saat sang suami telah pergi, anak itu meninggal.
Ummu Sulaim meminta para pelayan tak bicara, mereka disuruh bersihkan dan hiasi rumah. Dia sendiri yang akan menyampaikan kepada suaminya. Dimandikanlah sang anak lalu dibaringkan dan diselimuti dikamar seakan tidur lelap. Wanita ini lalu memasak istimewa dan berdandan cantik.
Ketika suaminya pulang, disambutlah mesra. Lelaki tua itu bertanya, “Bagaimana anak kita?” Ummu Sulaim senyum dan jawab, “Sudah lebih tenang.”
Sang suami percaya setelah menengok kamar putranya. Lalu di makan dengan lahap dilayani istrinya, bahkan lalu pengantinan. Setelah puas, berbaring mereka diranjang.
Ummu Sulaim bertanya pada sang suami, “Apa pendapatmu jika seseorang menitipkan suatu barang pada kawannya. Bolehkah yang dititipi menolak mengembalikan saat si penitip memintanya?”
Si suami tersenyum, “Tentu tidak boleh begini.”
Ummu Sulaim, “Ketahuilah Allah yang menitipkan anak pada kita, dan Dia kini mengambilnya kembali. Sabarlah duhai Abu Thalhah.”
“Apa?!” seru sang suami tersentak. Dia lalu tergugu, “Sesudah sambutan mesra, makanan lezat dan kepuasan ini kamu baru bicara?!”
Keesokan paginya seusai memakamkan jenazah, Abu Thalhah mengadukan halnya pada Rasulullah. Beliau tersenyum dan menepuk bahunya.
“Pengantinkah semalam?” tanya beliau. Abi Thalhah mengangguk malu. “Semoga Allah berkahi malam kalian berdua dalam karunia.”
Dari malam itu Ummu Sulaim hamil. Lalu lahirlah Abdullah bin Abi Thalhah. Darinya tujuh cucu yang hafizh Qur’an dan fakih sejak belia. Itulah keberkahan wanita shalihah lagi mukminah yang ahli ibadah, yang pandai menjaga amanah atas rumah tangga suami dan aturan Allah.
 
Sumber :
Menyimak Kicau Merajut Makna, Salim A. Fillah, ProU Media