by Danu Wijaya danuw | Sep 7, 2017 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Aisyah ra mengerti betul kepribadian suaminya, Rasulullah SAW. Hidup dalam suasana keluarga memberinya kenangan indah yang kaya dari sikap keseharian utusan Allah itu. Nabi diketahui tak pernah mengeluh meski keadaan kurang mendukung. Hatinya sangat lapang.
Pernah Nabi tak medapati makanan apapun untuk sarapan di meja dapurnya. Seketika Nabi berniat puasa untuk hari itu. Begitulah. Rasulullah tak ingin menjadi beban orang lain, termasuk keluarganya sendiri.
Nabi bahkan selalu memanggil Aisyah dengan sapaan mesra ”ya humaira” (wahai pemilik pipi kemerah-merahan).
Pengalaman lain yang tetap membekas di hati Aisyah adalah “peristiwa di pagi buta”.
Suatu hari Aisyah dicengkram rasa khawatir. Hingga menjelang shubuh ia tidak menjumpai suaminya tersebut tidur di sebelahnya.
Dengan gelisah Aisyah pun mencoba berjalan keluar. Ketika pintu dibuka, Aisyah terbelalak kaget. Rasulullah sedang tidur di depan pintu.
“Mengapa Nabi tidur di sini?” tanyanya.
“Aku pulang larut malam. Karena khawatir mengganggu tidurmu, aku tak tega mengetuk pintu. Itulah sebabnya aku tidur di depan pintu,” jawab Nabi.
Dengan demikian, tidak aneh, setiap Aisyah ditanya soal kepribadian Nabi, ia selalu menjawab tegas, “Kana khuluquhu al-qur’an. Akhlaknya tak ubahnya al-Qur’an” Subhanallah!
Sumber : SirahNabawiyah/Ruang Muslimah
by Danu Wijaya danuw | Aug 8, 2017 | Artikel, Sirah Shahabiyah
TAHUKAH Anda, apa maskawin terbesar sepanjang sejarah? Apakah maskawin tersebut bernilai jutaan bahkan milyaran rupiah? Ataukah berupa rumah beserta segala isinya yang mewah?
Bukan itu,wahai saudariku. Maskawin terbesar sepanjang sejarah adalah maskawin yang diterima oleh Ummu Sulaim. Siapakah Ummu Sulaim itu?
Ummu Sulaim adalah salah satu wanita yang telah mendapatkan tiket masuk surga. Sebagaimana yang diberitakan oleh Nabi Muhammad Shallallaahu’alaihi wa Sallam.
Beliau Shallallaahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Aku bermimpi masuk surga. Di sana aku bertemu dengan Al-Ramaisha’ (julukan Ummu Sulaim), istri Abu Thalhah.
Aku pun mendengar suara bakiyak, lalu aku bertanya, “Siapa?” Seseorang menjawab, “Bilal.”
Aku melihat rumah gedung yang di halamannya ada seorang wanita (bidadari). Aku bertanya, “Rumah ini milik siapa?” Seseorang menjawab, “Milik Umar.” Aku ingin sekali masuk ke dalamnya untuk melihat-lihat. Lalu aku ingat kecemburuan Umar. Umar pun berkata, “Demi Allah, wahai Rasulullah, akulah yang pantas cemburu kepadamu.”
Suatu hari, Abu Thalhah datang untuk meminang Ummu Sulaim. Pada saat itu, Abu Thalhah belum menjadi seorang yang beriman. Oleh karena itu, Ummu Sulaim berkata, “Kalau saya sendiri menerimamu dengan sepenuh hati. Orang sepertimu sayang untuk ditolak. Akan tetapi, engkau masih kafir, sedangkan aku wanita muslimah. Jika kamu mau masuk Islam, maka keislamanmu itu adalah maskawin untukku, aku tidak meminta yang lainnya darimu.” Abu Thalhah pun mengucapkan dua kalimat Syahadat, lalu menikahi Ummu Sulaim.
Tsabit berkata, “Aku tidak pernah mendengar maskawin yang lebih mulia dari pada maskawin Ummu Sulaim, yaitu Islam.”
Salah satu obsesi terbesarnya adalah maskawinnya berupa Islam. Dia tidak berpikir maskawinnya berupa uang, harta benda atau sesuatu yang mahal. Tujuan utamanya adalah berdakwah meskipun akhirnya harus berbuah pernikahannya dengan laki-laki yang menjadi objek dakwah.
Remaja putri sekarang berpandangan bahwa termasuk sebuah penghinaan dan pelecehan kodrat wanita bila maskawin untuk wanita sangat sedikit. Mereka lebih mengidamkan seorang laki-laki yang berpenampilan necis dan berkantong tebal, meskipun dia tidak rajin shalat, atau jauh dari kebaikan perangai dan budi pekerti.
Berbeda dengan mereka, Ummu Sulaim mendambakan seorang suami yang beriman. Dia tidak ragu menolak laki-laki kafir, walaupun ia seperti seorang yang sayang untuk ditolak. Syarat menikahinya bukan penampilan fisik dan seorang profesional, tetapi pencariannya hanya satu maskawinnya berupa Islam. Sedangkan materi bukan menjadi perhitungannya sama sekali.
Sumber : Buku “Kado Pernikahan”, karya Abdullah bin Muhammad Al-Dawud/Ismp
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Jul 26, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Kali ini kita akan menjumpai seorang sahabat wanita Rasulullah saw. Wanita yang mulia, penyabar, pejuang dan wanita yang beriman kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ia seorang yang kuat menanggung beban perjuangan Islam sepanjang siang dan malam. Ia adalah bibi Rasulullah saw, Shafiyyah binti Abdul Muthalib Al-Hasyimiyyah ra.
Sosok Wanita Terpandang
Shafiyyah binti Abdul Muthalib ra. adalah wanita yang penuh kemuliaan. Allah karuniakan kepadanya keluarga yang mulia, lingkungan yang baik dan dilingkupi orang- orang yang terkemuka pada masanya.
Bagaimana tidak, Shafiyyah binti Abdul Muthalib adalah putri dari kakek Rasulullah saw yaitu, Abdul Muthalib. Sementara ibunya adalah Halah binti Wahab, saudara kandung Aminah binti Wahb, ibunda Rasulullah saw.
Suami pertama Shafiyyah adalah Al-Harits bin Harb, saudara kandung Abu Sufyan bin Harb, tokoh terkemuka Bani Umayyah. Al-Harits meninggal dunia lebih dulu kemudian Shafiyyah menikah lagi dengan Al-‘Awwam bin Khuwailid, saudara kandung Khadijah binti Khuwailid, wanita paling terpandang di masa jahiliyah dan Ummul Mukminin pertama di masa Islam.
Putra Shafiyyah adalah Zubair bin Al-‘Awwam yang dikenal julukan hawari (pengawal setia) Rasulullah saw. Dengan latar belakang keluarga yang penuh kemuliaan ini, adakah yang lebih diidam-idamkan oleh setiap orang dari yang dimiliki oleh Shafiyyah (tentunya selain kemuliaan iman)??
Pengaruh Keluarga Terhadap Pembentukan Karakter Shafiyah
Shafiyyah dibesarkan di lingkungan keluarga Abdhul Muthalib, seorang pemimpin Quraisy dan tokoh yang paling terkemuka, sehingga sangat disegani oleh setiap orang. Selain itu, dia juga seseorang yang bertugas memberikan makanan kepada seluruh orang yang menunaikan haji (As-Siqaayah).
Kemuliaan dari keluarga dan orang-orang sekitarnya membuat Shafiyyah menjadi wanita yang kuat, tangguh, pemberani layaknya ksatria ia pandai menunggang kuda dan memanah dan menggunakan pedang. Tidak hanya itu ia juga seorang wanita yang cerdas dan pandai dalam sastra.
Ketika ayahandanya meninggal dunia, ia merasa sangat sedih dan terpukul karena Abdhul Muthalib adalah ayah yang sangat ia cintai.
Orang-orang yang Besar Terlahir dari Ibu yang Agung
Jika kita melihat banyak peristiwa dari orang-orang besar adalah tidak luputnya pengaruh dari ibunda mereka. Ibunda yang sangat berperan dalam membentuk karakter dan pola fikir anak. Seorang ibu muslimah yang taat pada Allah akan mampu memberi pengaruh positif, menyentuh emosi dan menanamkan prinsip-prinsip akhlak mulia didalam hati mereka hingga mendarah daging.
Zubair Al-‘Awwam adalah salah satu buktinya. Ia adalah seorang ksatria Rasulullah saw. yang memiliki keberanian dan kemampuan jauh diatas rata-rata, sehingga Al-Faruq Umar bin Khattab menyetarakannya dengan 1000 pasukan. Ini terjadi pada saat pasukan muslim akan menaklukan Mesir. Umar mengirim bantuan kepada pasukan muslim yang sedang mengalami masalah.
Dalam suratnya kepada pemimpin pasukan muslim saat itu, Amr bin Al-‘Ash, Umar berkata “Amma ba’du, sesungguhnya aku membantu pasukanmu dengan 4000 pasukan baru. Maksudnya aku mengirim 4 orang yang setiap orang dari mereka setara dengan 1000 pasukan. Mereka adalah Zubair bin Al-‘Awwam, Miqdad bin ‘Amr , ‘Ubadah bin Ash-Shamit dan Maslamah bin Khalid “.
Ketajaman firasat Umar terbukti benar. Catatan sejarah menuturkan bahwa Zubair tidak hanya setara dengan 1000 pasukan, melainkan bisa disetarakan dengan seluruh anggota pasukan karena perannya sangat besar. Dalam perang tersebut, Zubair naik keatas benteng musuh yang sangat kuat seorang diri, lalu terjun ke tengah-tengah pasukan musuh sambil memekikan gema takbir “Allahu Akbar” untuk membuka pintu gerbang. Zubair pun berhasil, hingga pasukan muslim dapat menembus benteng tersebut dengan leluasa dan menghancurkan musuh sebelum sadar dari keterkejutannya.
Pahlawan besar ini adalah hasil didikan ibunya, Shafiyyah binti Abdhul Muthalib ra, bibi Rasulullah saw.
*bersambung
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Jun 17, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Sehingga ia (Ummu Ma’bad) sabar dan ridha atas kepergian Rasulullah saw. Ia hanya berharap kepada Allah agar diberikan pahala bagi orang-orang yang sabar.
Domba Ummu Ma’bad pada Masa Paceklik “Aam Ramaadah”
Kaum muslimin pernah mengalami masa paceklik sangat hebat yang dikenal dengan peristiwa “aam ramaadah“.
Ibnul Jauzi berkata “pada tahun itu, kaum muslimin ditimpa kekeringan, paceklik dan kelaparan yang sangat hebat, sehingga binatang liarpun turun ke kampung -kampung. Angin bertiup kencang dan menerbangkan debu (ramaad) sehingga peristiwa ini dikenal dengan sebutan ‘aam ramaadah.
Bahkan mereka yang menyembelih domba hampir tidak ada daging yang bisa ia dapatkan. Melihat kondisi ini, Umar bersumpah tidak mau makan minyak samin, susu atau daging hingga kehidupan kaum muslimin normal kembali.
Sampai suatu saat seorang pembantu Umar membeli minyak samin dan susu seharga 40 dirham. Dan memberikannya kepada Umar. Namun Umar berkata “Shadaqahkanlah minyak samin dan susu itu, sesungguhnya aku tidak suka berlebih-lebihan (israaf). Bagaimana aku bisa peduli dengan keadaan rakyat, jika tidak merasakan apa yang sedang mereka rasakan.” (Al-Muntahzam, vol.4 hlm 250 )
Kekeringan yang melanda kaum muslimim masih berlangsung, tetapi lain halnya dengan Domba Ummu Ma’bad ra. Yang susunya pernah diusap oleh Rasulullah saw. Domba itu pernah menerima berkah Rasulullah saw, sehingga tetap mengeluarkan susu dengan deras dari pagi hingga sore.
Ummu Ma’bad ra menceritakan “Kami tetap memerah susu domba itu di pagi dan sore hari, padahal saat itu hampir tidak ada lagi domba yang masih mengeluarkan susu. Semua itu karena berkah Rasulullah saw”.
Sahabat-sahabat Rasulullah saw sangat menghormati dan menjunjung tinggi kedudukan Ummu Ma’bad ra. Terlebih lagi para Khulafaa’ Rasyiduun, semoga Allah meridhai mereka semua. Mereka mengetahui betul kedudukan dan budi baiknya seorang Ummu Ma’bad ra. Terhadap Rasulullah saw saat menempuh perjalanan hijrah yang penuh berkah itu.
Saatnya Berpisah
Setelah melewati masa hidup yang cukup panjang, akhirnya sahabat wanita yang mulia itu terbaring lemah untuk bersiap kembali menghadap Allah swt, setelah ia berusaha sekuat tenaga untuk membela agama Allah swt.
Ummu Ma’bad ra telah tiada, tetapi kita masih teringat kisah penuh berkah yang telah memenuhi dunia dengan semerbak keikhlasan dan pengorbanannya. Semoga Allah meridhainya dan menjadikannya ridha, serta menjadikan surga firdaus sebagai tempat persinggahan terakhirnya.
Baca juga:
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (bagian 1)
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (bagian 2)
Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (bagian 3)
Referensi:
35 Sirah Shahabiyah Jilid 2, Mahmud Al-Mishri
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | Jun 2, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Rasulullah saw meminta kepada Ummu Ma’bad untuk mengambilkan wadah besar yang biasa digunakan untuk minum sekeluarga. Lalu beliau memerah susu hingga wadah terisi penuh. Beliau menyuruh Ummu Ma’bad untuk meminumnya, juga para sahabat, baru setelah itu Rasul yang meminumnya.
Kemudian beliau memerah lagi susu domba tersebut dalam wadah hingga penuh. Setelah itu, beliau berpamitan kepada Ummu Ma’bad untuk melanjutkan perjalanannya. Tidak lama kemudian, suami Ummu Ma’bad tiba di kemah sambil menggiring domba-domba yang kurus kering dan berjalan tertatih-tertatih karena lemah. Ketika matanya melihat susu dalam wadah, Abu Ma’bad terbelalak. Ia bertanya dengan terheran-heran, “Darimana engkau mendapatkan susu ini, bukankah domba-domba kita tidak ada di sini? Di kemah juga tidak ada domba yang susunya bisa diperah.”
Ummu Ma’bad menjawab “Memang benar, Demi Allah hanya saja, tadi ada orang yang penuh berkah yang lewat sini. Ia berkata begini dan begini, sedangkan penampilannya begini dan begini. Abu Ma’bad berkata “Demi Allah, aku yakin dialah orang yang sedang dicari oleh orang-orang quraisy. Wahai Ummu Ma’bad coba terangkan ciri-cirinya kepadaku”.
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (2)]
Ummu Ma’bad menjelaskan, “Dia sangat tampan, wajahnya memancarkan sinar, perawakannya sempurna, perutnya tidak besar dan kepalanya tidak kecil. Parasnya sangat gagah, bola matanya hitam dan bulu matanya memanjang. Suaranya nyaring, lehernya panjang, matanya sangat jernih, alisnya jelas dan rambut kepalanya sangat hitam. Perkataannya enak didengar, nadanya serius, tidak terlalu pendiam dan tidak terlalu banyak bicara yang tidak berguna. Kata-katanya seperti butir-butir berlian yang tersusun rapi. Ia ibarat cabang pohon yang diapit oleh dua cabang lainnya, sehingga ia tampak yang paling indah dan paling baik. Dia bersama beberapa sahabatnya yang selalu menemaninya, mendengarkan apabila ia berbicara. Segera melaksanakan apabila ia menyuruh sesuatu. Dia benar-benar disegani sebagai pempimpin. Dia tidak suka cemberut dan tidak suka mengeluh”.
Abu Ma’bad berkata “Demi Allah, ialah orang yang dicari oleh orang-orang Quraisy. Sebenarnya sejak awal aku sudah tertarik ingin menjadi pengikutnya dan jika ada kesempatan aku akan melakukannya.”
Setelah itu, ramai di Makkah tentang desas-desus tentang apa yang terjadi di kemah Ummu Ma’bad itu. Semua orang mendengarnya, tetapi tidak tahu siapa yang telah melihatnya.
Setelah kejadian itu, Iman telah menyentuh lubuk hati Ummu Ma’bad sejak pertama kali mendengar dan melihat Rasulullah. Buktinya ketika ada orang-orang quraisy yang mencari dan menanyakan keberadaan Rasulullah saw ummu Ma’bad memberikan jawaban yang tidak benar. Ia mengatakan kepada orang quraisy “Kalian menanyakan sesuatu yang tidak pernah aku dengar sejak setahun yang lalu.”
Memeluk Islam
Pada akhirnya Ummu Ma’bad dan suaminya memutuskan untuk menemui Rasulullah saw berbaiat dan berjanji untuk menjadi muslim yang baik.
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (1)]
Pada suatu hari Ummu Ma’bad menghadiahkan seekor domba untuk Nabi saw. Tetapi sungguh mengejutkan, beliau malah menolaknya. Hal ini membuat Ummu Ma’bad tidak enak hati.
Para sahabat berkata “Rasulullah menolak domba pemberianmu karena beliau melihat domba itu sangat baik. Akhirnya Ummu Ma’bad menghadiahi Nabi saw seekor domba yang kurus dan tidak bisa menghasilkan susu. Dan ternyata Rasulullah saw mau menerimanya. Ummu Ma’bad benar-benar ingin menyenangkan hati Rasulullah saw.
Ummu Ma’bad ra melewati masa-masa hidupnya di bawah naungan iman dengan giat melaksanakan sholat, puasa dan ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Hal ini membuat hatinya menjadi senang dan tenteram.
Hati Ummu Ma’bad ra selalu terpaut dengan Islam dan kaum muslimin hingga ia menerima kabar duka yaitu, wafatnya Rasulullah saw. Kesedihan Ummu Ma’bad ra tidak terperi hingga hatinya nyaris hancur. Ia selalu teringat dengan pertemuan pertamanya dengan Rasulullah saw. Yakni pada saat beliau dan para sahabat singgah di kemahnya dalam rangka perjalanan hijrah ke Madinah. Namun Ummu Ma’bad tidak larut terus dalam kesedihan, ia tahu bahwa sikap ridha adalah kunci segala kebaikan. *bersambung
by Lia Nurbaiti Lia Nurbaiti | May 22, 2016 | Artikel, Sirah Shahabiyah
Oleh: Lia Nurbaiti
Dan Abu bakar ra menanyakan “Apakah engkau menginginkanku untuk menemanimu, Wahai Rasulullah? Rasulullah saw menjawab “Ya”. Kemudian Abu bakar ra berkata “Kalau begitu ambilah salah satu dari dua untaku ini” Rasulullah saw membalas “Ya, tapi aku akan membayarnya” (H.R. Bukhari )
Rasulullah saw menyuruh Ali agar malam itu tidur di tempat tidur beliau. Orang-orang quraisy yang telah ditunjuk untuk melaksanakan tugas membunuh Nabi saw berkumpul di sekitar kediaman Nabi saw. Dan mengintip dari lubang pintu. Mereka terus mengawasi hingga larut malam.
Setelah saatnya tiba, Rasulullah saw keluar dari rumah dan lewat di dekat mereka. Beliau mengambil segenggam pasir dan menaburkannya di atas kepala mereka tanpa mereka sadari. Beliau melakukan itu sambil mengucapkan,
“Dan Kami buat di hadapan mereka dinding dan dibelakang mereka dinding pula, dan Kami tutup (mata) mereka sehingga mereka tidak dapat melihat” (Yasin : 9)
Lalu Rasulullah saw langsung menuju rumah Abu Bakar ra untuk segera melakukan perjalanan hijrahnya. Sementara orang-orang Quraisy yang berjaga di kediaman Rasulullah saw tiba-tiba dikejutkan dengan perkataan seorang laki-laki yang sedang lewat. Ia bertanya “Apa yang sedang kalian tunggu disitu? Mereka menjawab “Muhammad” Orang itu berkata lagi “Kalian telah gagal. Demi Allah, Muhammad telah keluar dan lewat didekat kalian sambil menaburkan pasir di atas kepala kalian”. Mereka terkejut. Demi Allah, kami tidak melihatnya sama sekali. Lalu mereka pun membersihkan debu dari atas kepalanya.”
[Baca juga: Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah: Pemilik Domba yang Penuh Berkah (1)]
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa “Malam hari orang-orang quraisy mengawasi Ali yang mereka kira adalah Nabi saw. Saat pagi tiba mereka langsung menyergapnya. Dan ternyata yang didapatinya adalah seorang Ali, bukanlah Rasulullah saw. Mereka bertanya kepada Ali “Dimana Muhammad?” Ali menjawab “Tidak tahu”. Karena mereka merasa dikelabui, mereka segera melacak keberadaan Rasulullah saw sampai ke gunung (Tsaur), namun usaha mereka sia- sia.
Bahkan mereka mengerahkan para pelacak yang mahir mencari jejak, sehingga ada yang berhasil mencapai dekat pintu gua dan berdiri diatasnya.
Dalam kitab As- Shahiihain diriwayatkan bahwa Abu bakar ra berkata ” Wahai Rasulullah, seandainya seorang dari mereka menengok ke arah telapak kakinya. Maka dia pasti melihat kita. Dengan tenang Rasulullah saw menjawab ” Wahai Abu bakar, apa yang engkau duga dengan nasib diantara dua orang, sedangkan yang ketiga adalah Allah. Jangan gelisah, sesungguhnya Allah bersama kita. ( H.R. Bukhari Muslim)
Rasulullah dan Abu Bakar ra dapat mendengar pembicaraan orang-orang Quraisy yang ada di atas pintu guanya. Tetapi Allah swt menutup pandangan mereka sehingga tidak melihat keberadaan beliau.
Berkah Menyelimuti Kemah Ummu Ma’bad
Dalam perjalanan hijrah, Rasulullah saw lewat di dekat kemah Ummu Ma’bad Al- Khuza’iyyah, seorang wanita tegar dan cukup terkenal di kawasan pedalaman. Ia suka berdiri di halaman kemah dan selalu bersedia memberi makan dan minum kepada siapa saja yang lewat di depannya.
(Baca juga: Sumayyah binti Khabath : Wanita Muslimah Pertama yang Mati Syahid)
Ketika Nabi saw dan Abu Bakar ra sampai di situ, mereka bertanya, “Apakah engkau memiliki makanan atau minuman?“. Ummu Ma’bad menjawab, “Demi Allah, seandainya kami masih punya sesuatu, maka kami tidak akan segan-segan untuk menjamu kalian. Domba tidak lagi mengeluarkan susu, karena tahun ini sangatlah kering.”
Rasulullah melihat seekor domba yang sangat kurus di samping kemah, lalu bertanya “Wahai Ummu Ma’bad, mengapa domba ini ada disini?” Ummu Ma’bad menjawab “Domba ini tidak bisa ikut kawanannya karena tidak sanggup berjalan jauh” Rasulullah bertanya lagi “Apakah masih ada susunya?” Ummu Ma’bad menjawab “Dia tidak mungkin lagi mengeluarkan susu.”
Rasulullah berkata “Apakah engkau mengizinkan aku memerah susunya?” Ummu Ma’bad menjawab “Tentu, jika menurutmu domba itu masih bisa diperah, maka lakukanlah.”
Rasulullah mendekati domba tersebut dan mengusap susunya sambil membaca basmallah dan berdoa. Tiba -tiba, domba tersebut merenggangkan kedua kakinya dan susunya mengalir dengan deras. *bersambung