Katakan Insya Allah

Oleh: Ahmad Sodikun, S.Pd.I., M.Pd.I
 
Dalam Al-Qur’an Allah SWT berfirman :
Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu: “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi”, kecuali (dengan menyebut): “Insya Allah” dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa dan katakanlah: “Mudah-mudahan Tuhanku akan memberiku petunjuk kepada yang lebih dekat kebenarannya dari pada ini”. (QS. Al Kahfi : 23-24).
Dalam Tafsir Ibnu Katsir, beliau menyebutkan bahwa asbabun nuzul dari ayat ini adalah terkait dengan kisah sebagai berikut:
“Suatu hari Rasulullah SAW ditanya oleh salah seorang sahabat tentang kisah ashabul kahfi. Diantara pertanyaannya adalah: berapa tahun ashabul kahfi berlindung dan menghabiskan masa tidurnya dalam gua al-kahfi? Dan berapa jumlah anggota yang tergabung dalam ashabul kahfi ketika itu, lima orang dengan seekor anjingnya atau tujuh beserta anjingnya?
Rasulullah SAW saat itu tak sanggup memberi jawaban pasti. Lantas, beliau berkata kepada sahabat yang bertanya: “Jawabannya akan kuberikan besok.” Biasanya pada saat-saat seperti demikian, keesokannya turun wahyu sebagai jawaban.
Keesokan harinya, fajar telah menyingsing menyambut mentari terbit di ufuk timur. Sang surya terus menyemai panas diatas kepala sehingga dzuhur. Namun, wahyu dari Sang Khaliq tak kunjung turun memberikan jawab. Akhirnya, sore semakin tinggi. Senjapun memerah mengantar kegelapan malam.
Berhari-hari Rasulullah SAW menantikan wahyu itu. Lewat lima belas hari turunlah wahyu. Wahyu sebagai jawaban disertai teguran dalam ayat : “Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu : “Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi, kecuali (dengan menyebut) “Insya Allah.“ (QS. Al Kahfi : 23-24).
Nasihat berharga, dan petunjuk mulia merupakan teguran untuk Rasulullah SAW juga berlaku untuk kita semua sebagai umatnya, hendaknya kita menyandarkan kepada Allah ketika menjanjikan sesuatu yang baik dengan mengucapkan Insya Allah (jika Allah menghendaki). Ini merupakan sebuah etika yang harus diperhatikan karena kita tidak dapat memastikan apa yang menjadi kehendak-Nya.
Begitupun Rasulullah SAW yang memiliki kedudukan mulia tidak dapat memastikan segala sesuatu yang akan terjadi kecuali atas kehendak Allah SWT sebagaimana ayat di atas secara langsung ditujukan kepada beliau sebagai teguran dan nasihat serta kaidah untuk kita.
Pada ayat yang ke-24 disebutkan (dan ingatlah kepada Tuhanmu jika kamu lupa) merupakan anjuran jika lupa mengucapkan Insya Allah lalu ingat, maka tetap dianjurkan untuk mengucapkan itu, walaupun sudah lama waktu antara janji (yang lupa Insya Allah) dengan waktu ingatnya itu bahkan walau sudah hampir satu tahun, sebagaimana pendapat sahabat Ibn Abbas yang dinukil oleh Imam Qurthubi dalam tafsirnya.
Wallahua’lam bisshawab

Indahnya Bersahabat dengan Al Qur’an (bagian 1)

Al Qur’an merupakan mu’jizat terbesar Rasulullah saw. Satu-satunya mu’jizat teragung yang masih bisa kita saksikan dan kita rasakan daya tariknya yang luar biasa sampai saat ini bahkan sampai berakhirnya kehidupan ini.
Betapa banyak pelajaran yang terkandung di dalamnya yang menjadi petunjuk dan pedoman dalam menjalani kehidupan ini sehingga orang yang mengikutinya mendapatkan ketenangan dan kedamaian dan insya Allah nanti di akhirat akan mendapat kebahagian yang tiada ujungnya di dalam syurga-Nya. Dan sebaliknya siapa yang berpaling dari Al Qur’an dan tidak menjadikannya sebagai jalan hidupnya maka baginya kehidupan yang sengsara.
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا وَنَحْشُرُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ أَعْمَى
Dan barangsiapa yang berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit, dan Kami akan menghimpunkannya pada hari kiamat dalam keadaan buta.” (QS.Taha : 124).
Sebagai seorang muslim sepatutnya merasa bangga mendapatkan warisan mu’jizat yang luar biasa ini, kita terpilih sebagai penerima, pembaca sekaligus penjaganya.
Maka menjadi sebuah keharusan bagi muslim untuk lebihmengenal, mencintai, dan memahami serta mengamalkan kandungan Al Qur’an dalam kehidupan ini, lebih tepatnya menjadi sahabat Al Qur’an. Karena hanya menjadi sahabat Al Qur’an yang lebih mengerti kewajibannya terhadap sahabatnya (Al Qur’an) dari mulai membacanya, mentadaburinya dan mengamalkannya. Begitu juga Al Qur’an akan memberikan perlakuan yang lebih baik dari apa yang kita lakukan terhadapnya.
Coba kita perhatikan Al Qur’an memberikan beberapa keistimewaan terhadap para sahabatnya diantaranya :
1. Al Qur’an akan memberikan syafa’at (pertolongan)
Rasulullah saw bersabda “Bacalah Al Qur’an sebab di hari Kiamat nanti akan datang Al Qur’an sebagai penolong bagi sahabatnya (pembacanya)” (HR. Tirmidzi).
2. Memberikan kemuliaan
Dari ‘Amir bin Watsilah, dia menuturkan bahwa suatu ketika Nafi’ bin Abdul Harits bertemu dengan Umar di ‘Usfan (sebuah wilayah diantara Mekah dan Madinah, pent). Pada waktu itu Umar mengangkatnya sebagai Gubernur Makkah. Maka Umar pun bertanya kepadanya, “Siapakah yang kamu angkat sebagai pemimpin bagi para penduduk lembah?”. Nafi’ menjawab, “Ibnu Abza.” Umar kembali bertanya, “Siapa itu Ibnu Abza?”. Dia menjawab, “Salah seorang bekas budak yang tinggal bersama kami.” Umar bertanya, “Apakah kamu mengangkat seorang bekas budak untuk memimpin mereka?”. Maka Nafi’ menjawab, “Dia adalah seorang yang menghafal Kitab Allah ‘azza wa jalla dan ahli di bidang fara’idh/waris.” Umar pun berkata, “Adapun Nabi kalian shallallahu ‘alaihi wa sallam memang telah bersabda, “Sesungguhnya Allah akan mengangkat dengan Kitab ini sebagian kaum dan dengannya pula Dia akan menghinakan sebagian kaum yang lain.” (HR. Muslim dalam Kitab Sholat al-Musafirin [817])
Dari Utsman bin Affan radhiyallahu’anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Bukhari dalam Kitab Fadha’il al-Qur’an [5027])
3. Sebagai perdagangan yang tidak pernah merugi
Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezeki yang Kami anugerahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi. Agar Allah menyempurnakan kepada mereka pahala mereka dan menambah kepada mereka dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.” (QS. Fathir: 29-30).
Ibnu Katsir rahimahullah berkata,
قال قتادة رحمه الله: كان مُطَرف، رحمه الله، إذا قرأ هذه الآية يقول: هذه آية القراء.
“Qatadah (wafat: 118 H) rahimahullah berkata, “Mutharrif bin Abdullah (Tabi’in, wafat 95H) jika membaca ayat ini beliau berkata: “Ini adalah ayat orang-orang yang suka membaca Al Quran” (Lihat kitab Tafsir Al Quran Al Azhim).
Asy Syaukani (w: 1281H) rahimahullah berkata,
أي: يستمرّون على تلاوته ، ويداومونها .
“Maksudnya adalah terus menerus membacanya dan menjadi kebiasaannya”(Lihat kitab Tafsir Fath Al Qadir).

Menggapai Cahaya Al-Qur’an

Oleh: Ahmad Sodikun, S.Pd.I., M.Pd.I
 
Gelap adalah kondisi dimana tidak ditemukannya cahaya, atau ketiadaan cahaya pada sesuatu. Kondisi gelap akan membuat sesuatu tidak terlihat. Begitu juga dengan hati manusia. Semakin kufur manusia berarti semakin sedikitnya keimanan dalam dirinya. Kekufuran ibarat kegelapan sedangkan iman adalah cahaya yang memancar.
Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah syaitan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah : 257).
Ketika diselimuti kegelapan seseorang akan merasa kesulitan dalam bertindak, banyak kesalahan yang ia lakukan, tidak tampak olehnya jalan yang seharusnya ia lalui, mungkin dihadapannya banyak orang atau sesuatu karena tidak terlihat olehnya maka tak ayal ia pasti menabraknya. Hal ini akan mencelakai dirinya dan orang lain. Dan bisa jadi jalan yang ia lalui adalah jalan menuju jurang yang akan mencelakai dirinya.
Inilah kondisi orang-orang yang diselimuti kekufuran. Ia tidak bisa melihat dengan jelas ayat-ayat Allah SWT yang sangat banyak tak terhitung jumlahnya, jangankan yang bertebaran di alam ini, ayat-ayat Allah yang ada dalam dirinya ia tidak mampu untuk melihatnya, apalagi memikirkannya. Hal inilah yang menyebabkan semakin sesat dan jauh dari hidayah Allah SWT.
Adapun cahaya yang akan menerangi perjalanan hidup seorang hamba dan menuntunnya menuju keselamatan adalah cahaya Al Qur’an dan cahaya iman. Keduanya dipadukan oleh Allah ta’ala di dalam firman-Nya
وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحًا مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الإيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُورًا نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا وَإِنَّكَ لَتَهْدِي إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ
Dahulu kamu (Muhammad) tidak mengetahui apa itu al-Kitab dan apa pula iman, akan tetapi kemudian Kami jadikan hal itu sebagai cahaya yang dengannya Kami akan memberikan petunjuk siapa saja di antara hamba-hamba Kami yang Kami kehendaki.” (QS. Asy Syura: 52).
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “…Dan sesungguhnya kedua hal itu yaitu Al Qur’an dan iman, yang merupakan sumber segala kebaikan di dunia dan di akhirat. Ilmu tentang keduanya adalah ilmu yang paling agung dan paling utama. Bahkan pada hakikatnya tidak ada ilmu yang bermanfaat bagi pemiliknya selain ilmu tentang keduanya.” (lihat al-’Ilmu, Fadhluhu wa Syarafuhu, hal. 38).
Dan al-Qur’an merupakan bukti kasih sayang Allah SWT kepada hambanya yang beriman. Hal ini terlihat dalam firman-Nya
Dialah yang menurunkan kepada hamba-Nya ayat-ayat yang terang (Al Qur’an) supaya Dia mengeluarkan kamu dari kegelapan kepada cahaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Penyantun lagi Maha Penyayang terhadapmu.” (QS. Al-Hadiid : 9).
Tentunya, untuk mendapatkan cahaya Al-Qur’an dimulai dengan membaca, mengkaji dan mentadaburi serta mengamalkannya. Inilah alasan pentingnya menjadi shahibul-Qur’an karena cahayanya hanya akan menyinari para sahabatnya.
Disisi yang lain kita diajarkan ketika selesai menghatamkan Al-Qur’an agar membaca doa :
Ya Allah karuniakanlah rahmat kepadaku dengan Al-Qur’an, dan jadikanlah Al-Qur’an sebagai pemimpin, cahaya dan petunjuk, dan rahmat bagi hamba.”