Fatwa Al Azhar Mesir : Bagaimana Hukum Seorang Istri ke Masjid dan Rumah Saudaranya serta Berinfaq Tanpa Izin Suami?
Pertanyaan:
Pertama: Bolehkah bagi seorang istri setiap harinya pergi ke masjid mulai dari pagi hingga menjelang pukul tiga siang tanpa sepengetahuan atau izin sang suami walaupun dia menginginkannya?
Kedua : Bolehkah seorang istri keluar mengunjungi saudara-saudaranya atau teman-temannya meskipun suaminya tidak suka dan tidak mengizinkannya?
Ketiga : Bolehkah seorang istri menyumbang dengan harta suaminya tanpa sepengetahuan dan izinnya?
Jawaban
Seorang wanita wajib menaati suami dalam hal kebaikan, jika dia membangkang maka seorang istri menjadi durhaka yang dapat menggugurkah nafkah suami kepadanya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman :
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shaleh, adalah mereka yang ta’at (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar” (QS. An-Nisa’ : 34).
Banyak hadits yang mendorong seorang wanita untuk ta’at kepada suaminya, diantaranya :
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Kalau seandainya saya dibolehkan untuk memerintahkan seseorang bersujud kepada yang lainnya, maka saya akan memerintahkan seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya”. HR. At-Tirmidzi (hadits hasan gharib).
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak diterima dan amalan mereka tidak diangkat kelangit: budak yang melarikan diri dari tuan-tuannya sampai dia kembali lalu meletakkan tangannya pada tangan-tangan mereka, wanita yang suaminya marah kepadanya sampai dia (suaminya) memaafkannya, dan orang yang mabuk sampai sadar.” (HR. At-Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah -hadits shahih)
Oleh karena itu seorang wanita tidak dibolehkan keluar rumah atau melakukan sesuatu apapun tanpa sepengetahuan dan izin suaminya. Adapun keluarnya seorang wanita untuk shalat di masjid, maka dikatakan kepadanya bahwa shalatnya di rumahnya itu lebih utama baginya. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
“Sebaik-baik tempat shalat bagi wanita adalah bagian paling dalam (tersembunyi) di rumahnya”. (HR. Ahmad, At-Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, hadits shahih).
“Shalat yang dilakukan oleh seorang wanita di dalam bayt-nya (tempat yang lebih kecil dari kamar dalam sebuah rumah) lebih baik dari pada shalat yang dilakukan di dalam hujrah-nya (kamar dalam rumah). Sementara shalatnya yang dilakukan di dalam hujrah-nya (kamar dalam rumah) lebih baik daripada shalat yang dilakukannya di dalam daar-nya (rumah). Dan shalat yang di lakukan oleh seorang wanita di dalam daar-nya (rumah) lebih baik daripada shalat yang dilakukan di dalam masjid kaumnya” (HR. At-Thabrani, dengan sanad yang bagus).
“Tidaklah shalat seorang wanita yang paling dicintai oleh Allah selain shalat yang dilakukannya di tempat yang paling gelap di rumahnya” (HR. At-Thabrani dan Ibnu Khuzaimah, hadits shahih).
Hadits-hadits yang telah disebutkan di atas merupakan dalil yang membolehkan seorang wanita untuk shalat di masjid walaupun shalat yang dilakukannya di rumahnya itu lebih utama baginya.
Yang demikian itu apabila dia menuju ke masjid dengan tujuan melaksanakan shalat, adapun jika keluarnya ke masjid untuk belajar ilmu yang diwajibkan – fardhu ‘ain – maka hukumnya adalah wajib tanpa harus ada izin darinya (suami).
Kecuali jika kebutuhannya terhadap ilmu tersebut sudah tersedia di rumahnya, baik berupa buku-buku, alat-alat elektronik, kaset-kaset, dan lain-lain sebagainya. Sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam : “Apabila istri kalian meminta izin kepada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka” (HR. Muslim.)
“Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, meskipun shalat di rumah itu lebih baik bagi mereka”. (HR. Abu Daud)
Kesemuanya itu harus mendapatkan izin dari suaminya.
Adapun yang berkaitan dengan sumbangan seorang wanita tanpa izin suaminya, telah disebutkan di dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Jika seorang istri berinfaq dari harta hasil usaha suaminya, tanpa perintah suaminya, maka baginya setengah pahala”.
Adapun di dalam Shahih Muslim, Ahmad, dan Ashhabussunan kecuali At-Tirmizi Rasulullah Shallallahu ‘laihi wasallam bersabda : “Seorang wanita tidak diperbolehkan memberikan apapun (dari harta suaminya) kecuali dengan seizing suaminya”.
Dan diriwayatkan dari At-Tirmidzi : “Janganlah seorang wanita menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya”.
Maka wajiblah bagi seorang istri untuk menjaga harta suaminya dan tidak boleh menggunakannya kepada sesuatu yang dapat merugikan suaminya. Apabila dia bersedekah dari harta suaminya tanpa ada izin darinya maka dia (istri) berhak mendapatkan setengah dari pahala tersebut, yang demikian itu jika jumlahnya kecil yang menurut perkiraan bahwa suaminya akan mengizinkannya, adapun jika harta yang akan di sedekahkan itu dalam jumlah besar atau dalam jumlah kecil tapi menurut perkiraan bahwa suaminya tidak akan mengizinkannya maka hukumnya adalah haram baginya bersedekah dengan harta tersebut.
Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam
Sumber: Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor: 4623
Tanggal: 28/02/2005
Penerjemah: Syahrul
Editor: Fahmi Bahreisy, Lc