Ringkasan Taklim : Penghalang Turunnya Hidayah

Ringkasan Kajian Tadabbur Al Quran Surat Ash-Shaff Ayat 5 (bagian 1)
Penghalang Turunnya Hidayah (bagian 1)
Ahad, 27 Maret 2016
Pukul 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al Iman, Jl. Kebagusan Raya No.66, Jakarta Selatan (belakang Apotik Prima Farma)
Bersama:
Ustadz Fauzi Bahreisy
 
Surat Ash Shaff ayat 5
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ يَا قَوْمِ لِمَ تُؤْذُونَنِي وَقَدْ تَعْلَمُونَ أَنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ وَاللَّهُ لا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ
Artinya : “Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya, “Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku, padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu?” Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. 
Tadabbur Ayat 5
Ayat 5 berbicara tentang kisah Nabi Musa ketika diutus kepada kaumnya dan bagaimana respon dari mereka kepadanya, dan itu menjadi pelajaran bagi Nabi kita Muhammad ﷺ dan kepada kita semua selaku umatnya.
Umat yang sukses adalah umat yang bisa mengambil pelajaran dari pengalaman sebelumnya
Ketika Nabi Musa berbicara kepada kaumnya dengan kata-kata : “Wahai Kaumku! Mengapa kamu menyakitiku”, memberikan gambaran kepada kita bahwa Nabi Musa mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya.
Ayat ini menjadi pelipur lara bagi Rasulullah, karena pada fase Makkah Rasulullah. Juga mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya. Maka di sini Allah  ﷻ memberikan pelajaran bahwa jika Nabi Muhammad disakiti oleh kaumnya maka demikian juga Rasul-Rasul terdahulu juga telah disakiti oleh kaumnya, maka bersabarlah.
Sudah menjadi sunnatullah bahwa siapa saja yang menempuh jalan dakwah maka akan banyak mendapatkan hambatan dan ujian. Jangankan kita selaku manusia biasa, Nabi dan Rasul saja yang memilki kedudukan yang tinggi disisi Allah ﷻ juga mendapat berbagai macam ujian dan cobaan, oleh karena itu tetaplah istbat, istiqamah dan tetaplah memiliki harapan dan tekad besar bahwa dibalik ujian dan cobaan yang kita alami di jalan dakwah, kita akan mendapatkan kemenangan dan kebahagian dari Allah ﷻ.
Sebuah ungkapan Ulama mengatakan: “Ibadah dengan berbagai kesulitan, sebentar kesulitannya akan hilang maka yang tersisa hanyalah pahala, sedangkan perbuatan dosa dengan berbagai kenikmatan, sebentar kenikmatannya akan hilang maka yang tersisa hanyalah dosa”
Nabi Musa adalah Nabi yang paling banyak kisahnya disebutkan di dalam Al-Qur’an karena banyak ibrah (pelajaran) yang dapat diambil dari kisah tersebut.
Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya“. Mengingatkan Nabi kita Muhammad ﷺ
ketika ada salah satu sahabat mengeluh kepada beliau ﷺ di dalam sebuah persoalan, maka beliau berkata: “Sungguh Allah telah merahmati Musa, ketika dia disakiti lebih besar dari ini, dia tetap bersabar.”
Nabi Musa memanggil kaumnya dengan kata-kata “wahai kaumku” padahal kaumnya sudah melampaui batas, namun yang namanya dakwah tidak boleh dengan cara-cara kasar dan kata-kata yang tidak baik.
Demikian  juga ketika Allah memerintahkan Nabi Musa untuk mendakwahkan fir’aun : “Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir‘aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS. Thaha : 43-44)
Dakwah tidak bisa masuk dengan cara yang kasar, akan tetapi haruslah dengan cara yang lembut yang dapat menembus hati. Allah berfirman yang artinya : ”Dan tidaklah sama kebaikan dengan kejahatan. Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga orang yang ada rasa permusuhan antara kamu dan dia akan seperti teman yang setia.” (QS. Fussilat : 34).
Tampilkan bahwa kita adalah seorang da’i dan orang yang memiliki ilmu pengetahuan, Allah berfirman yang artinya :
Adapun hamba-hamba Tuhan Yang Maha Pengasih itu adalah orang-orang yang berjalan di bumi dengan rendah hati dan apabila orang-orang bodoh menyapa mereka (dengan kata-kata yang menghina), mereka mengucapkan, “Salam,“ (QS. Al-Furqan : 63)
Kata-kata ”Wahai kaumku! Mengapa kamu menyakitiku”. menunjukkan bahwa Nabi Musa sangat banyak mendapatkan perlakuan buruk dari kaumnya, mereka menyakiti Nabi Musa dengan berbagai macam tuduhan-tuduhan buruk, yang tidak pantas disampaikan kepada seorang Nabi dan Rasul.  Sebab mereka mengatakan bahwa Nabi Musa punya cacat/penyakit  supak, namun Allah membersihkan Nabi Musa dengan tuduhan-tudahan yang mereka lontarkan dengan menampakkan bahwa Nabi Musa tidak seperti yang mereka tuduh. Allah ﷻ berfirman yang artinya :
Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu seperti orang-orang yang menyakiti Musa, maka Allah membersihkannya dari tuduhan-tuduhan yang mereka lontarkan. Dan dia seorang yang mempunyai kedudukan terhormat di sisi Allah“. (QS. Al-Ahzab : 69).
Kata-kata ”padahal kamu sungguh mengetahui bahwa sesungguhnya aku utusan Allah kepadamu”, menggunakan kata-kata ”qod” sebagai tahqiq (pembenaran) bahwa sesungguhnya mereka benar-benar tahu bahwa Nabi Musa adalah utusan Allah untuk mereka, namun mereka mengingkarinya.
Inilah yang disampaikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an surat Al-Fatihah  ayat  7 yang sering kita ulang-ulang di dalam Shalat, agar tidak termasuk ke dalam dua golongan :

  1. Ghairil Maghdhuubi ’alaihim (golongan orang yang di murkai Allah), dikarenakan mereka tahu tetapi mereka mengingkari, inilah golongan orang-orang yahudi.
  2. Waladh-dhaalliin (golongan orang yang sesat), dikarenakan mereka tidak tahu tetapi tidak mau mencari tahu dan belajar, inilah golongan orang-orang Nashrani.

Diantara bentuk pengingkaran mereka kepada Nabi Musa adalah seperti yang telah disampaikan oleh Allah di dalam Al-Qur’an yang artinya :
Mereka berkata, “Wahai Musa! Sampai kapan pun kami tidak akan memasukinya selama mereka masih ada di dalamnya, karena itu pergilah engkau bersama Tuhanmu, dan berperanglah kamu berdua. Biarlah kami tetap (menanti) di sini saja.” (QS. Al-Maidah : 24)
Dan (ingatlah) ketika kamu berkata, “Wahai Musa! Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum kami melihat Allah dengan jelas,” maka halilintar menyambarmu, sedang kamu menyaksikan. (QS. Al-Baqarah : 55).
Allah menyampaikan kisah Nabi Musa ini agar kita umat Islam tidak mencontoh mereka yang menyakiti Nabi mereka.
Ketika turun ayat ini kita melihat bagaimana respon para Sahabat dan kesetian mereka kepada Rasulullah  ﷺ Mereka mencintainya, mengikutinya, ta’at kepadanya, sampai kepada hal-hal yang terkecil yang kita anggap remeh sekalipun. Jauh bedanya antara keta’atan umat Nabi Muhammad ﷺ dengan umat-umat yang lain, kaum Nabi Muhammad selalu siap berjuang bersama beliau.
Maka ketika mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka”.
Allah memberikan balasan yang sama sesuai perbuatan mereka. Maka jangan salahkan Allah jika Allah memalingkan hati mereka dari kebenaran, karena kesalahannya ada pada diri mereka sendiri yang suka melakukan perbuatan dosa dan penyimpangan.  Allah ﷻ berfirman yang artinya :
Dalam hati mereka ada penyakit lalu Allah menambah penyakitnya itu; dan mereka mendapat azab yang pedih, karena mereka berdusta“. (QS. Al-Baqarah : 10).
Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik”.
Makna hidayah di sini adalah Hidayah At-Taufiq. Karena hidayah terbagi dua :

  1. Hidayah Al-Irsyad : bisa membedakan antara yang baik dan yang buruk.
  2. Hidayat At-Taufiq : kemampuan untuk melaksanakan apa yang diketahui.

Sedangkan kaum Nabi Musa tidak mendapatkan hidayah at-taufiq.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pukul 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
● Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
● Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
● Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
Join Telegram: @AlimanCenterCom
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Ringkasan Taklim : Nama dan Sifat-sifat Allah

Ringkasan Kajian Qur’an Surat Al Hasyr ayat 22-24 (Akhir)
Nama dan Sifat-sifat Allah
Ahad, 28 September 2015
Pkl. 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al Iman
Bersama:
Ust. Fauzi Bahreisy (Pengasuh Rubrik Konsultasi AlimanCenter.com)
 
1. Hadits-hadits yang terkait degan fadhilah ayat terakhir Surat Al Hasyr adalah dhoif. Namun boleh dilakukan karena ia adalah fadhail amal.
2. Nama-nama Allah yang diajarkan kepada kita ada 99 nama. Jumlah ini bukan berarti hanya 99 nama saja yang dimiliki oleh Allah, masih ada nama-nama lainnya yang hanya diketahui oleh-Nya.
3. Barang siapa yang membaca 99 nama diatas maka dia masuk surga. Atau memenuhi hak-haknya dan mengetahui serta mengamalkannya.
4. Para ulama berbeda pendapat terkait nama-nama Allah yang berjumlah 99.
5. Berdoa dengan menggunakan Asmaul Husna dianjurkan oleh Allah dan Rasul-Nya.
6. Rahman bersifat umum meliputi mukmin dan kafir. Sedangkan Rahim hanya diberikan kepada orang mukmin di akhirat.
7. Diantara cara untuk mendapatkan rahmat Allah ialah dengan mengasihi sesama makhluk.
8. Al Malik ialah Raja. Allah memiliki kekuasaan yang tak terbatas.
***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
1. Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
2. Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
3. Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Taklim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Ringkasan Taklim : Mencari Husnul Khatimah

Rangkuman Kajian Kontemporer Majelis Taklim Al Iman
Mencari Husnul Khatimah
Ahad, 6 September 2015
Pkl. 18.00-19.30
di Pusat Dakwah Yayasan Telaga Insan Beriman, Jl. H. Mursid No.99B, Kebagusan, Jakarta Selatan
Bersama:
Ustadz Alwi Alatas, M.A
 
Hidup hanya sementara
Nabi Nuh mengatakan : “Hidup bagaikan masuk ke dalam rumah, masuk dari satu pintu dan keluar dari pintu yang lain”
Jangan terlalu kagum dengan dunia, karena tidak akan di bawa ketika mati, yang di bawa hanyalah amal
Kematian adalah saat yang paling menyakitkan
Kata hikmah : “kalau kalian tahu seperti apa kematian, maka kalian tidak akan menangisi orang yang mati, tetapi kalian akan menangisi diri kalian sendiri”
Kita tidak tahu kapan dan bagaimana kita akan mati, oleh karena itu kita harus selalu mempersiapkan diri
Diantara bentuk ikhtiar agar bisa Husnul Khatimah adalah :

  1. Sering-sering mengingat kematian
  2. Banyak berdo’a agar dimatikan dalam keadaan husnul khatimah
  3. Memperbaharui iman dan tauhid setiap hari
  4. Menjauhi maksiat dan perbanyak istighfar
  5. Perbanyak amal sholeh dan berusaha istiqomah
  6. Selalu menjaga wudhu’
  7. Selalu membasahi lisan dengan zikir
  8. Memupuk keinginan untuk mati syahid
  9. Tumbuhkan rasa cinta kepada Allah
  10. Cintai Nabi (pelihara sunnah dan banyak shalawat)
  11. Senantiasa membersihkan hati

***
Majelis Taklim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Ringkasan Taklim : Dakwah Bil Hal

Ringkasan Kajian Tadabbur Al-Qur’an Surat Ash-Shaff ayat 1-3.
Dakwah Bil Hal
Ahad, 28 Februari 2016
Pkl. 18.00-19.30
Di Majelis Taklim Al Iman, Jl. Kebagusan Raya No.66, Kebagusan, Jakarta Selatan
Bersama:
Ustadz Fauzi Bahreisy
 
Mukaddimah
Surat Ash-Shaff adalah Surat Madaniyah (turun setelah hijrah) yang berjumlah 14 ayat.
Tema besar Surat Ash-Shaff adalah terkait dengan qital/jihad berjuang menegakkan kalimat Allah.
Kata Ash-Shaff di ambil dari ayat ke-4, karena di dalam kata Ash-Shaff terkandung beberapa pelajaran penting :

  1. Di dalam Shaf adanya intidzam (keteraturan), yang menjadi salah satu diantara ciri-ciri Islam, maka sudah seharusnya bagi seorang Muslim menjadikan keteraturan itu bagian dari kehidupannya, teratur dalam menata hidup, waktu, kerja, tugas dan lain-lain.
  2. Di dalam Shaf ada istiqamah (lurus), karena shaf yang benar adalah shaf yang lurus.
  3. Di dalam Shaf ada at-Tarabuth (saling terpaut), shaf yang benar adalah shaf yang adanya keterpautan antara kita yang menunjukkan soliditas dan kekuatan.

Tadabbur Ayat
Ayat ke-1
(سَبَّحَ لِلَّهِ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ (١
Apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi bertasbih kepada Allah; dan Dialah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana“.
Semua makhluk yang ada di langit dan di bumi bertasbih mensucikan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Di dalam Al-Qur’an kata tasbih terkadang di sebutkan dengan sighah madhi “sabbaha” yang menunjukkan waktu lampau dan terkadang dengan shighah mudhari’ “yusabbihu” yang menunjukkan waktu sekarang dan yang akan datang, untuk memberi penegasan agar kita selalu bertasbih kepada Allah, mensucikan-Nya dari segala kekurangan.
Jika seluruh makhluk yang lain bertasbih kepada Allah, maka kita selaku manusia yang di berikan hati dan akal lebih layak untuk bertasbih kepada-Nya.
Al-‘Aziz maknanya Maha Perkasa dan tidak ada yang dapat mengalahkan-Nya sedangkan Al-Hakim maknanya Bijaksana. Di dalam banyak ayat dalam Al-Qur’an Allah Swt. menggandengkan antara kalimat Al-Aziz “Perkasa” dan Al-Hakim “Bijaksana”, ini menunjukkan bahwa Allah tidak berlaku Dzalim.
Ayat Ke-2 dan 3 :
(يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لا تَفْعَلُونَ (٢) كَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لا تَفْعَلُونَ (٣
Wahai orang-orang yang beriman! Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu) sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan“.
Allah SWT menegur/mengingatkan orang-orang yang beriman agar tidak mengatakan sesuatu tetapi dia sendiri tidak mengerjakannya atau sengaja tidak mengerjakannya. Besar murka Allah jika seorang mukmin mengatakan sesuatu sedangkan dia sendiri tidak mengerjakannya.
Dalam Tafsir Al-Kasyaf dan Al-Kabir serta kitab-kitab tafsir yang lainnya menyebutkan bahwa asbabunnuzul “Sebab-sebab turunnya ayat ini” adalah diantara para sahabat ada yang berandai-andai sekiranya mereka mengetahui amal yang lebih dicintai Allah, pasti mereka akan mengerjakannya, akan tetapi ketika Allah mewajibkan kepada mereka jihad maka diantara mereka tidak suka dan mundur, kemudian Allah menegur dengan turunnya ayat ini
Kita dianjurkan untuk berdakwah di jalan Allah, dimana dakwah merupakan amal yang sangat besar dan paling  utama serta paling di sukai oleh Allah SWT yang menjadi tugasnya para Nabi dan Rasul serta Ulama setelahnya. Akan tetapi jangan sampai kita hanya pandai bermain kata sedangkan kita sendiri tidak melakukannya, yang tidak ubahnya seperti orang munafiq, maka inilah yang di kecam oleh Allah SWT.
Dakwah dapat dilakukan dengan dua cara : Billisan “ucapan atau perkataan” dan Bilhal “menampilkan Islam dalam amal kehidupan sehari-hari”. Dakwah dengan lisan banyak orang yang bisa melakukannya, akan tetapi sering hanya sebatas ungkapan secara verbal saja.
Yang diinginkan oleh Allah SWT adalah juga disertai dengan amal perbuatan kita, jika ini kita lakukan maka orang akan dapat melihat Islam secara konkret. Oleh karena itu, kenapa Rasulullah SAW berhasil dalam berdakwah?
Karena Rasulullah SAW mengerjakan apa yang beliau sampaikan yang menjadi akhlak dan tingkah laku yang di tampilkan. Para sahabat menjadi generasi terbaik.
***
Majelis Ta’lim Al Iman
Tiap Ahad. Pkl. 18.00-19.30
Kebagusan, Jakarta Selatan.
Jadwal Pengajian:
1. Tadabbur Al Qur’an tiap pekan 2 dan 4 bersama Ust. Fauzi Bahreisy
2. Kitab Riyadhus Shalihin tiap pekan 3 bersama Ust. Rasyid Bakhabzy, Lc
3. Kontemporer tiap pekan 1 bersama ustadz dengan berbagai disiplin keilmuwan.
Kunjungi AlimanCenter.com untuk mendapatkan info, ringkasan materi dan download gratis audio/video kajian setiap pekannya.
•••
Salurkan donasi terbaik Anda untuk mendukung program dakwah Majelis Ta’lim Al Iman:
BSM 703.7427.734 an. Yayasan Telaga Insan Beriman
Konfirmasi donasi: 0897.904.6692
Raih amal sholeh dengan menyebarkannya!

Fatwa Al Azhar Mesir : Bagaimana Hukum Seorang Istri ke Masjid dan Rumah Saudaranya serta Berinfaq Tanpa Izin Suami?

Pertanyaan:
Pertama: Bolehkah bagi seorang istri setiap harinya pergi ke masjid mulai dari pagi hingga menjelang pukul tiga siang tanpa sepengetahuan atau izin sang suami walaupun dia menginginkannya?
Kedua : Bolehkah seorang istri keluar mengunjungi saudara-saudaranya atau teman-temannya meskipun suaminya tidak suka dan tidak mengizinkannya?
Ketiga : Bolehkah seorang istri menyumbang dengan harta suaminya tanpa sepengetahuan dan izinnya?
Jawaban
Seorang wanita wajib menaati suami dalam hal kebaikan, jika dia membangkang maka seorang istri menjadi durhaka yang dapat menggugurkah nafkah suami kepadanya. Allah Subhanahuwata’ala berfirman :
Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (istri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dari hartanya. Maka perempuan-perempuan yang shaleh, adalah mereka yang ta’at (kepada Allah) dan menjaga diri ketika (suaminya) tidak ada, karena Allah telah menjaga (mereka). Perempuan-perempuan yang kamu khawatirkan akan nusyuz, hendaklah kamu beri nasehat kepada mereka, tinggalkanlah mereka di tempat tidur (pisah ranjang), dan (kalau perlu) pukullah mereka. Tetapi jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari alasan untuk menyusahkannya. Sungguh, Allah Maha Tinggi, Maha Besar” (QS. An-Nisa’ : 34).
Banyak hadits yang mendorong seorang wanita untuk ta’at kepada suaminya, diantaranya :
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Kalau seandainya saya dibolehkan untuk memerintahkan seseorang bersujud kepada yang lainnya, maka saya akan memerintahkan seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya”. HR. At-Tirmidzi (hadits hasan gharib).
Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ada tiga golongan yang shalat mereka tidak diterima dan amalan mereka tidak diangkat kelangit: budak yang melarikan diri dari tuan-tuannya sampai dia kembali lalu meletakkan tangannya pada tangan-tangan mereka, wanita yang suaminya marah kepadanya sampai dia (suaminya) memaafkannya, dan orang yang mabuk sampai sadar.” (HR. At-Thabrani, Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah -hadits shahih)
Oleh karena itu seorang wanita tidak dibolehkan keluar rumah atau melakukan sesuatu apapun tanpa sepengetahuan dan izin suaminya. Adapun keluarnya seorang wanita untuk shalat di masjid, maka dikatakan kepadanya bahwa shalatnya di rumahnya itu lebih utama baginya. Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam bersabda :
Sebaik-baik tempat shalat bagi wanita adalah bagian paling dalam (tersembunyi) di rumahnya”. (HR. Ahmad, At-Thabrani, Ibnu Khuzaimah dan Al-Hakim, hadits shahih).
Shalat yang dilakukan oleh seorang wanita di dalam bayt-nya (tempat yang lebih kecil dari kamar dalam sebuah rumah) lebih baik dari pada shalat yang dilakukan di dalam hujrah-nya (kamar dalam rumah). Sementara shalatnya yang dilakukan di dalam hujrah-nya (kamar dalam rumah) lebih baik daripada shalat yang dilakukannya di dalam daar-nya (rumah). Dan shalat yang di lakukan oleh seorang wanita di dalam daar-nya (rumah) lebih baik daripada shalat yang dilakukan di dalam masjid kaumnya” (HR. At-Thabrani, dengan sanad yang bagus).
Tidaklah shalat seorang wanita yang paling dicintai oleh Allah selain shalat yang dilakukannya di tempat yang paling gelap di rumahnya” (HR. At-Thabrani dan Ibnu Khuzaimah, hadits shahih).
Hadits-hadits yang telah disebutkan di atas merupakan dalil yang membolehkan seorang wanita untuk shalat di masjid walaupun shalat yang dilakukannya di rumahnya itu lebih utama baginya.
Yang demikian itu apabila dia menuju ke masjid dengan tujuan melaksanakan shalat, adapun jika keluarnya ke masjid untuk belajar ilmu yang diwajibkan – fardhu ‘ain – maka hukumnya adalah wajib tanpa harus ada izin darinya (suami).
Kecuali jika kebutuhannya terhadap ilmu tersebut sudah tersedia di rumahnya, baik berupa buku-buku, alat-alat elektronik, kaset-kaset, dan lain-lain sebagainya. Sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihiwasallam : “Apabila istri kalian meminta izin kepada kalian untuk ke masjid, maka izinkanlah mereka” (HR. Muslim.)
Janganlah kalian melarang istri-istri kalian untuk ke masjid, meskipun shalat di rumah itu lebih baik bagi mereka”. (HR. Abu Daud)
Kesemuanya itu harus mendapatkan izin dari suaminya.
Adapun yang berkaitan dengan sumbangan seorang wanita tanpa izin suaminya, telah disebutkan di dalam Shahih Bukhari bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Jika seorang istri berinfaq dari harta hasil usaha suaminya, tanpa perintah suaminya, maka baginya setengah pahala”.
Adapun di dalam Shahih Muslim, Ahmad, dan Ashhabussunan kecuali At-Tirmizi Rasulullah Shallallahu ‘laihi wasallam bersabda : “Seorang wanita tidak diperbolehkan memberikan apapun (dari harta suaminya) kecuali dengan seizing suaminya”.
Dan diriwayatkan dari At-Tirmidzi : “Janganlah seorang wanita menginfakkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya”.
Maka wajiblah bagi seorang istri untuk menjaga harta suaminya dan tidak boleh menggunakannya kepada sesuatu yang dapat merugikan suaminya. Apabila dia bersedekah dari harta suaminya tanpa ada izin darinya maka dia (istri) berhak mendapatkan setengah dari pahala tersebut, yang demikian itu jika jumlahnya kecil yang menurut perkiraan bahwa suaminya akan mengizinkannya, adapun jika harta yang akan di sedekahkan itu dalam jumlah besar atau dalam jumlah kecil tapi menurut perkiraan bahwa suaminya tidak akan mengizinkannya maka hukumnya adalah haram baginya bersedekah dengan harta tersebut.
Wallahu subhanahu wa ta’ala a’lam
Sumber: Dar al-Ifta’ al-Mishriyyah (Dewan Fatwa Mesir)
Nomor: 4623
Tanggal: 28/02/2005
Penerjemah: Syahrul
Editor: Fahmi Bahreisy, Lc

X