Anjing pun Dimuliakan Lantaran Bergaul dengan Orang-Orang Shalih

Qithmir adalah satu-satunya anjing yang diceritakan dalam Al-Qur’an dan dipercaya sebagai satu-satunya anjing yang masuk Surga. Qithmir adalah anjing yang ikut beserta tujuh pemuda Ashabul Kahfi yang lari dari kejaran raja yang lalim.
“Dan anjing mereka membentangkan kedua lengannya di muka gua…” (QS. Al-Kahfi: 18)
“Nanti (ada orang yang akan) mengatakan (jumlah mereka) adalah tiga orang yang keempat adalah anjingnya, dan (yang lain) mengatakan: ‘(jumlah mereka) adalah lima orang yang keenam adalah anjing nya,’ sebagai terkaan terhadap barang yang gaib; dan (yang lain lagi) mengatakan: (jumlah mereka) tujuh orang, yang ke delapan adalah anjingnya…” (QS. Al-Kahfi: 22).
Ayat ini menjelaskan bahwa anjing saja bisa meraih derajat yang tinggi karena ia bersahabat dan bergaul dengan orang-orang shalih dan wali-wali Allah SWT. Sehingga Allah SWT mengabarkan hal itu dalam kitab-Nya. Lalu, bagaimana dengan kaum Mukminin yang bergaul serta mencintai wali-wali dan orang-orang shalih, tentulah mereka akan lebih tinggi lagi derajatnya.
Bahkan ayat ini mengabarkan tentang kegembiraan dan ketentraman bagi kaum Mukminin yang memiliki kekurangan yang jauh dari derajat kesempurnaan. Namun mereka mencintai Rasululllah SAW.
Dan demikian juga Imam Ibnu Katsir ra berkata dalam tafsir ayat ini:
“Maka anjing ini mendapatkan barakahnya para pemuda Ashabul Kahfi. Anjing pun bisa mengalami seperti yang para pemuda shalih alami, seperti tidur dalam waktu ratusan tahun. Ini adalah faidah bersahabat dengan orang-orang shalih. Hingga anjing ini disebut-sebut dan dikabarkan (dalam Al-Quran) dan memiliki kedudukan mulia.
Dikatakan, bahwa anjing ini adalah anjing pemburu milik salah seorang dari mereka. Ada yang mengatakan itu adalah anjing tukang masaknya raja, namun sang anjing menyukai para pemuda shalih, maka anjing inipun menemani mereka.”
Karena itu, sebagai seorang Muslim kita dilarang untuk berputus asa dari rahmat Allah SWT. Dan salah satu cara agar kita mencapai derajat mulia adalah bergaul dengan orang-orang shalih.
 
Sumber: Forumsalafy

Hukum Memelihara Anjing

Assalamu’alaikum wr wb. Untuk ustad/ustadzah kami ingin bertanya :

  1. Istri saya adalah seorang dokter hewan, dan kami memiliki seekor anjing untuk dipelihara dengan tujuan untuk menjaga klinik kami, apakah hal tsb diperbolehkan?
  2. Di klinik kami juga menerima anjing titipan yg sakit dr klien untuk masa penyembuhan (rawat inap) apakah juga diperbolehkan?
  3. Kami ingin mengembangkan usaha breeding anjing bagaimana hukumnya? Demikian yg kami tanyakan. Terima kasih Wassalamu’alaikum wr wb

 
Jawaban :
Assalamu alaikum wr.wb. Bismillahirrahmanirrahim. Alhamdulillahi Rabbil alamin. Ash-shalatu wassalamu ala Rasulillahi wa ala alihi wa shahbih ajmain. Amma ba’du:
Pertama, tidak boleh memelihara anjing kecuali kalau ada tujuan atau kebutuhan mendesak. Pasalnya, Nabi saw bersabda, “Barangsiapa memelihara anjing selain anjing untuk menjaga hewan ternak, anjing untuk berburu, atau anjing yang disuruh menjaga tanaman, maka setiap hari pahalanya akan berkurang sebesar satu qirath” (HR. Muslim).
Dari hadits di atas dan sejumlah hadits lainnya yang senada para ulama membolehkan memelihara anjing jika tujuannya untuk berburu atau menjaga. Syaratnya anjing tersebut harus ditempatkan di tempat yang jauh dari perabot rumah tangga atau barang yang sering disentuh oleh manusia, terutama keluarga, agar terhindar dari najisnya.
Kedua, tidak ada larangan bagi seseorang untuk berbuat baik kepada binatang, termasuk anjing. Apalagi jika ia berada dalam kondisi sakit selama bisa menghindarkan diri dari najis dan bahayanya. Perbuatan baik dalam menolong hewan dan merawatnya termasuk perbuatan ihsan.
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Ketika seseorang berjalan dan merasa sangat haus, ia singgah di sebuah sumur. Ia minum dari air sumur tersebut lalu keluar. Tiba-tiba ada seekor anjing yang tampak sangat kehausan. Ia merasa bahwa rasa haus yang dialami oleh anjing tersebut seperti yang ia alami sebelumnya. Maka, ia lepaskan sepatu khufnya lalu ia pergunakan sebagai wadah untuk mengambil air dan diberikanlah air tersebut kepada anjing tadi. Dengan perbuatannya tersebut, Allah berterima kasih dan memberikan ampunan untuk orang itu.” (HR Bukhari Muslim)
Ketiga, terkait dengan hukum breeding (ternak) anjing, maka hal itu sangat terkait dengan sejauh mana najisnya dapat dihindari dan tujuannya. Dengan kata lain, selama najisnya dapat dihindari dan selama ada kebutuhan mendesak yang sesuai dengan tuntunan syariah, maka hal itu tidak dilarang.
Namun jika najisnya sulit dihindari dan tidak ada kebutuhan mendesak, apalagi hanya untuk bisnis semata, maka hal itu tidak dibenarkan.
Wallahu a’lam
Wassalamu alaikum wr.wb.
Ustadz Fauzi Bahreisy
Ingin konsultasi seputar ibadah, keluarga, dan muamalah? Kirimkan pertanyaan Anda kesini